Kawas Rolant Tarigan

-now or never-


Selidiki aku, lihat hatiku
Apakah ku sungguh mengasihi-Mu Yesus
Kau yang Maha Tahu, dan menilai hidupku
Tak ada yang tersembunyi bagi-Mu
T’lah ku lihat kebaikan-Mu
Yang tak pernah habis di hidupku
Ku berjuang sampai akhirnya Kau dapati aku tetap setia

Meski lagu ini sering dinyanyikan, lebih sering lagi saya bertanya dalam hati: seberapa jujur hati kita (saya) menyanyikan lagu ini? Apakah kita memang berani mengucapkan bait ini, seperti pemazmur, di hadapan Allah yang memang Maha Tahu? Di tengah segala keberadaaan kita, pergumulan, keberdosaan, kelemahan, kita berani berkata jujur: Search me O God, and know my heart today (O Allahku, jenguklah diriku)...

Mungkin ini juga yang dialami pemazmur dalam pergumulannya. Dan puji Tuhan, ia melakukan hal yang tepat; ia datang kepada Allah. Mazmur 139 ini memang membukakan kita tentang hubungan yang personal antara pemazmur dan Allah. Sebuah doa agar Allah menguji hati dan melihat apakah itu penyerahan diri, kesetiaan, ketaatan (devotion) yang benar. Seperti kisah Ayub, pemazmur dengan kuat menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan. Tidak ada lagi kita temukan sebuah pengakuan dengan kesadaran penuh (selain di kedua bagian ini), betapa luar biasanya meminta Allah untuk menguji, bukan hanya kehidupan (life) namun juga seluruh jiwa (soul) kita. Padahal kita tahu bahwa Tuhan mengetahui setiap pikiran, perkataan, sifat, karakter, perilaku, dan dari pada-Nya tidak ada yang mampu bersembunyi.

Hidup penuh pergumulan. Sayangnya, banyak orang yang tidak tahu ke mana ia harus mencari jawab. Bahkan untuk hal-hal dasar. Pertanyaan-pertanyaan setiap orang sepanjang masa: “Siapakah aku?”, “Sesungguhnya untuk apa aku hidup di dalam dunia?”, “Apa yang akan kuhadapi nanti?”, dan masih banyak lagi.
Seorang filsuf, Arthur Schopenhauer (1788-1860) suatu hari sedang berjalan mengelilingi Tiergarden, taman yang terkenal di Berlin. Pertanyaan yang sangat mengganggu pikirannya muncul: “Siapa sebenarnya aku? Aku akan ke mana?”. Seorang penjaga taman mengamati dekat-dekat filsuf yang berjubah ini, berjalan pelan dengan kepala tertunduk. Tahulah ia bahwa si filsuf sedang kebingungan. Lalu ia berjalan mendekati sang filsuf dan bertanya: “Siapa kamu? Kamu mau ke mana?”. Dengan wajah sedih, Schopenhauer menjawab: “Aku tidak tahu. Aku berharap seseorang memberi tahuku”.

Bukankah masih banyak orang yang bertanya hal yang sama? Tapi syukur kepada Allah! Alkitab cukup memberi jawaban bagi tiap manusia. Kita ada bukan kebetulan. Allah menciptakan kita untuk tujuan-Nya yang mulia. Semuanya telah direncanakan indah oleh-Nya. Ketika kita mempertanyakan siapa kita sesungguhnya, sebenarnya kita bukan sedang membicarakan diri kita, tetapi berbicara tentang Allah. Ini bukan mengenai kita, tetapi mengenai Allah. Kita harus mengenal Allah, lalu kita bisa mengenal diri sendiri. Kita harus memulainya dari Allah, karena kita diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Pencarian tujuan hidup telah membingungkan orang selama ribuan tahun, karena mereka memulai dengan titik awal yang keliru, diri mereka sendiri. Siapa aku, bagaimana aku, ke mana aku, dll... Bukan kita yang menciptakan diri kita, jadi kita sama sekali tidak mengetahui untuk apa kita diciptakan! Karena itu bertanyalah kepada Allah, Sang Pencipta, dan semua akan menjadi jelas....

Allah mengenal siapa milik kepunyaan-Nya. Mazmur ini diawali (juga diakhiri) dengan kesadaran akan ke-Maha-Tahu-an Allah. Karena itu pemazmur datang kepada Allah, yang mengenal dia sampai jauh ke dalam hati (through and through). Allah tahu segala sesuatu, semua yang kita lakukan, bahkan sebelum kita melakukannya (ay.1-6). Seperti pengakuan pemazmur, kita pun harusnya tertunduk dan berseru “Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya”.
Allah bukan hanya Maha Tahu, tapi juga hadir di setiap tempat dan waktu (ay.7-12). Tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya. Tangan Allah menjaga anak-anak-Nya di manapun mereka berada, bahkan di tempat “tergelap” sekalipun. Mari pikirkan kembali kalimat teologis ini “Lebih baik berjalan bersama Allah dalam kegelapan, dari pada berjalan dalam terang namun tidak bersama Allah”. Bagi Allah hanya ada terang (ay.12), dan terang-Nya akan menghalau kegelapan, karena Dia-lah Terang itu. Tidak ada yang luput dari mata Allah. Mari ingat firman-Nya di Yeremia 23:23-24 “Masakan Aku ini hanya Allah yang dari dekat, demikianlah firman TUHAN, dan bukan Allah yang dari jauh juga? Sekiranya ada seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku tidak melihat dia? demikianlah firman TUHAN. Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah firman TUHAN”.

Kepercayaan diri kita akan kebesaran Allah semakin diteguhkan dengan tujuan-Nya bagi hidup kita, secara individu, bahkan sebelum kita diciptakan (ay.13-18). Ia menjadikan kita begitu berharga, begitu unik. Sungguh dahsyat dan ajaib. Ilmu pengetahuan pun tak cukup untuk mengungkapkan kebesaran Allah. Allah bahkan sudah memikirkan kita, jauh sebelum kita pernah terpikir sedikitpun untuk memikirkan Dia. Kita ada hanya karena Allah menghendaki kita ada. Hanya di dalam Allah-lah kita menemukan asal-usul kita, identitas kita, makna hidup kita, tujuan kita, pentingnya kita dan masa depan kita. Tujuan Allah bagi kehidupan kita telah ada sebelum keberadaan kita. Dia merencanakannya sebelum kita ada, tanpa masukan dari kita.Karena segala sesuatu telah direncanakan Allah, maka tidak ada istilah kebetulan. Bukan suatu kebetulan kalau anda sekarang sedang berada atau mengerjakan atau diberikan tanggung jawab ini dan itu. Pasti Allah sudah tahu. Sebelum kita dilahirkan, Allah sudah merencanakan “saat ini” di dalam hidup kita, bahkan ketika anda sekarang sedang membaca artikel ini . Allah memikirkan kita terlebih dahulu. “Waktu tulang-tulangku dijadikan, dengan cermat dirangkaikan dalam rahim ibuku, sedang aku tumbuh di sana secara rahasia, aku tidak tersembunyi bagi-Mu. Engkau melihat aku waktu aku masih dalam kandungan; semuanya tercatat di dalam buku-Mu; hari-hariku sudah Kau tentukan sebelum satu pun mulai.”(ay.15-16 BIS). Ia merancang setiap bagian tubuh kita, setiap karakteristik, talenta, keunikan, seperti yang Dia inginkan. Satu hal yang kita yakini, Allah tidak pernah membuat kesalahan, ya kan? :) Kalau jawaban kita Ya, berarti harusnya hidup kita penuh dengan ucapan syukur. Allah memiliki alasan untuk segala sesuatu yang Dia ciptakan. Motivasi Allah menciptakan anda dan saya adalah kasih-Nya. Alkitab berkata “Allah adalah kasih” (1Yoh4:8). Ayat ini tidak berkata Allah memiliki kasih. Dia adalah kasih! Kasih adalah hakikat karakter Allah. Ada kasih yang sempurna dalam persekutuan Trinitas. Jadi Allah tidak perlu menciptakan kita, Dia tidak akan kesepian. Tetapi Dia menciptakan kita karena kasih-Nya. Yang paling mengagumkan, Allah menjadikan kita supaya Dia bisa mengasihi kita. Inilah sebuah kebenaran sebagai landasan kehidupan kita. Kita adalah pusat kasih-Nya. Lihat, betapa Allah begitu mengasihi dan menghargai kita! Yesaya 46:3-4 "Dengarkanlah Aku... hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu”. Maz139:17 Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!

Pujian, semangat, dan ungkapan terima kasih si pemazmur terhadap tujuan dan kasih Allah dalam hidupnya, “membuka matanya” akan kesia-siaan orang fasik; orang-orang yang menentang Allah (ay.19-22). Bahkan menganggap mereka sebagai musuh, karena mereka memusuhi Allah. Kalau kita pikir, bukankah kita juga harusnya demikian? Mengasihi yang Allah kasihi dan membenci hal yang Allah benci. Tapi kembali pemazmur menyerahkan semuanya kepada Allah, untuk menyelidiki hatinya dan melihat motivasinya (ay.23-24). Sekali lagi, (seperti awalnya) mazmur ini ditutup manis dengan kembali sadar akan ke-Maha-Tahu-an Allah. Ia membawa pergumulannya dalam doa ratapan kepada Allah, Satu-satunya yang paling mengenal “hati” dan “pikiran”-nya. Tidak ada yang diingininya selain menyesuaikan keinginan hatinya seturut dengan keinginan hati Allah. “The heart of the problem is the problem of the heart”. Pemazmur bukan hanya memohon “pengujian” dirinya, namun juga tuntunan dari Allah. Ia sadar bahwa hanya itu yang sanggup menjaganya tetap di jalan yang benar. Ia mengakhiri bagian ini dengan mengakui bahwa hanya ada dua jalan yang dapat dipilih seseorang: jalan menuju kebinasaan, atau jalan menuju hidup kekal bersama Allah?; dan ia memilih yang kedua...berjalan bersama Allah dalam kekekalan. Abraham Lincoln pernah berkata: “Tentu Allah tidak akan menciptakan makhluk seperti manusia hanya untuk hidup sehari! Tidak, tidak, manusia diciptakan untuk kekekalan”. Kalau rata-rata lama hidup manusia sekarang ini sekitar 25.550 hari, tentu waktu yang sangat singkat sekali dibandingkan masa kekekalan Allah. (cara gampang membayangkannya, buat saja angka itu dalam satuan Rupiah. Nilai Rp.25.550 tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan nilai uang yang sangat-sangat besar, bukan?). Kalau demikian, pikirkanlah hal-hal apa yang akan kita lakukan di masa hidup kita yang se-begitu singkat ini namun akhirnya bernilai kekal?

Menulis bagian-bagian penutup ini, bibir saya tak henti-hentinya bersenandung lagu di awal artikel ini, dan ternyata mata saya sudah berkaca-kaca. Kalau saya mengingat kebaikan Tuhan, penyertaan-Nya yang sempurna, kasih-Nya yang begitu besar, dan betapa Ia mengenal sampai kedalaman hati saya, sungguh... saya menyadari bahwa setiap jengkal hidup ini sangat berarti karena Allah ada di dalamnya, dan tidak akan mungkin saya bisa luput dari pandangan-Nya. Betapa kudusnya kita harus hidup. Saya berdoa buat seluruh mahasiswa dan alumni PMK STAN agar mampu menyadari dan terus belajar mengenal siapa Allah sesungguhnya, sehingga juga mampu mengenal siapa diri kita sesungguhnya. Bukankah kerinduan kita, supaya kita mampu mencintai Allah lebih dari apapun dan membenci dosa lebih dari apapun? Akhirnya seperti pemazmur, kita berani jujur berucap: Selidiki aku, ya Allah, dan kenallah hatiku...tuntunlah aku di jalan yang kekal!

Selamat berjuang untuk setia. Setia sampai akhir. Setia pada Allah yang setia. Allah yang omniscience, omnipresence, omnipotent itu! Soli Deo gloria.


Kawas Rolant Tarigan
Ketua Umum PMK STAN 2007/2008.

Sumber: NIV Study Bible, The Purpose Driven Life, Our Daily Bread

5 komentar:

hendrawan mengatakan... 22 Jun 2009, 14.42.00  

pertamax

natal saut mengatakan... 22 Jun 2009, 16.04.00  

keduax...

HI YOUR BLOG Maaf. VISIT OUR BLOG IS FULL OF J Brazilian menarik subjek

http://merevolta.blogspot.com

misni mengatakan... 24 Jun 2009, 08.45.00  

kok aq baru pertama kali baca ini ya kak.

Kawas mengatakan... 24 Jun 2009, 13.03.00  

>misni: ini kan udah diterbitin di Buletin PMK STAN 2008 Mis...

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo