Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

Aku sudah bisa bawa (baca: mengendarai) mobil. Tapi belum mahir, belum berani ke jalan raya yang macet. Kok sudah bisa? Ya, kata orang kalau ingin lebih cepat menguasai sesuatu, harus punya dulu. Ada benarnya, aku semakin menguasai gitar, sewaktu kelas 6 SD, Bapak membeli sebuah gitar (yang saat itu, sangat bagus, sampai sekarang juga). Tapi mobil?? Kapan?? Janjinya dulu, waktu aku lulus SD (saat itu usiaku 11 tahun, Bapak 38 tahun). Aku pikir gak mungkin lagi. Tapi akhirnya kesampaian juga (semakin mengimani tidak ada yang tidak mungkin bagi orang percaya Mrk 9:23, meskipun menanti sekitar 12 tahun. hehehe), di ultah Bapak tahun ini, dia menghadiahi dirinya sendiri 1 mobil (di saat usiaku hampir 23 tahun, dan Bapak genap 50 tahun). Di situlah aku semakin mempelajari “kendaraan yang susah diparkir ini” (dibanding sepeda dan sepeda motor).
Mesinnya diesel (seperti nama anjing pertama kami dulu). Dan diceritakanlah apa keunikan diesel. Aku hanya angguk-angguk kepala (sok ngerti) padahal sebenarnya gak terlalu ngerti (walaupun sempat kuliah di teknik mesin, tapi kerjanya cuma ngerjain kalkulus + menggambar, mesin bubut). Lama-lama kupikir, ada juga kemiripanku (dan perbedaanku) dengan “diesel” ini.

> Lama panasnya. Paling tidak setengah jam sebelum pergi, mesinnya harus dipanasin dulu. Gak bisa langsung pakai. Tapi kalau sudah “panas”, tenaganya paling kuat dan tahan lama. Tanjakan sekalipun, diesel bisa mengatasinya bahkan mulai di gear 2. Bisa menempuh jarak beribu kilometer (gak heran kenapa truk dan bis AKDP, AKAP bermesin diesel).
Aku juga sering gitu (hehehe). Kalau pengen ngerjain ini-itu, langsung muncul pikiran: “gimana kalo setengah jam lagi” :) Apalagi kalau ngerjain artikel, aduh,,, “lama panasnya”. Biasanya hanya kupandang-pandangi dulu sampai sekian lama, barulah muncul ide untuk menulis. Terkadang mandek, terkadang lancar habis, sampai berjam-jam bisa terus menulis, membaca, menulis lagi… Selesai satu artikel, muncul lagi ide untuk menulis artikel lainnya (terkadang diminta). Tapi apa langsung ditulis? Belum tentu :) seringnya “setengah jam lagi” atau seminggu lagi. Sebentar lagi demi sebentar lagi, nantilah demi nantilah, akhirnya gak jadi-jadi. Hehehe.
Ternyata banyak juga yang menggemari tulisanku. (*berusaha tidak sombong). Dari beberapa pesan yang masuk, turut mendorong untuk terus menulis, dan beberapa ada yang mengusulkan untuk membuat blog sendiri. Ya, terima kasih teman-teman, atas dukungannya, akan diusahakan. Tapi, ya itu tadi, aku ini “lama panasnya”. Satu artikel terkadang butuh waktu yang lama… Takut blog-nya tidak produktif. Doakan saja :)

> Ternyata untuk diesel, solarnya minimal harus terisi 1/3 dari volume, tidak boleh kurang dari situ, kalau tidak, mesinnya “ngambek”. Sama seperti diriku: “tidak boleh lapar” :) Dalam kondisi normal, isi perutku jangan sampai menyentuh 1/3 volumenya, kalau tidak, aku akan menjadi orang yang emosional dan tidak bisa berpikir (Oh Tuhan, maafkan aku…). Yesus saja rela menahan lapar demi pelayanan (Yoh 4:31-34). Memang susah menahan emosi kalau lapar :) jadi teringat Yakobus 1:19-20 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. (Harusnya di sini yang cocok “lama untuk panas”).

> Yang jangan sampai ditiru: Diesel mesinnya lebih kasar (berisik), dan sumber polusi udara. Nah, semoga ini yang tidak ada dalam diri kita. Biarlah yang keluar dari perkataan, pikiran dan perbuatan kita, bukanlah menjadi “polusi” bagi orang lain, sehingga orang lain tidak perlu “menutup mata, hidung, mulut dan telinganya” karena kita, seperti diesel. Efesus 4: 29-32 “…pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia…hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Ok, teman-teman. Semoga renungan-renungan sederhana bisa membuat kita belajar banyak hal. Belajar dan belajar selama hidup. Tuangkan dalam tulisan. Siapa tahu bisa menjadi berkat bagi orang lain. Sebenarnya kalau kita pikirkan, Alkitab ada karena orang-orang yang “mau dan rela” untuk menuliskannya. Bersyukur karena Roh Allah memakai “orang-orang terbatas itu” untuk menuliskan Alkitab (Firman Tuhan) yang menuntun kita ke jalan yang benar. Apa jadinya kalau Musa tidak mau menulis? Kalau Daud (juga pemazmur lain) dan Salomo ogah menulis puisi, doa, lagu ciptaan dan kata-kata bijak mereka? Kalau nabi-nabi (atau juru tulisnya) malas menulis? Kalau rasul-rasul enggan mencatat? Kalau Paulus tidak berkirim-kirim surat? Ah, janganlah… Padahal sekarang enak sekali untuk menulis, tidak seperti mereka dulu… Sesungguhnya tidak ada hal yang terlalu sederhana, semuanya luar biasa, karena di dalamnya Allah berkarya… tuangkan saja dalam tulisan… Semoga menjadi berkat.

Salam, Kawas. 5 Juni 2009

0 komentar:

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo