Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

Ini renungan spontan, ketika semakin sering melihat orang-orang tidak tahu malu di depan umum. Wanita yang berpakaian minim, berpacaran terlalu intim di jalan, tempat terbuka dan tempat umum, “suap” terang-terangan di jalan dan di tempat kerja, perkataan-perkataan kasar dan tidak sopan, dan yang lain-lainlah. Seakan-akan bertanya dalam hati: apa mereka tidak malu? Dan bagaimana perasaan kita ketika melihat fenomena-fenomena itu? “Sudah biasa”?? Kalau ya, jangan-jangan kita sudah kehilangan “visi ilahi” ketika melihat orang banyak, tidak ada lagi rasa “belas kasihan”.
Sedangkan bagi orang-orang Kristen, ada rasa malu yang mengganjal sedikit ketika harus membaca Alkitab di tempat umum, berdoa sebelum makan di tempat umum, membawa Alkitab (jadi harus dimasukkan ke dalam tas), baru pulang dari kebaktian, dan hal-hal lain yang menunjukkan identitas Kristen kita (misalnya wallpaper PC atau HP, ringtone, buku bacaan, dlsb). Bahkan ketika ada orang yang menanyakan agama, seringkali dijawab: “Maaf, saya agama Kristen”. Kenapa minta maaf? Apa ada yang salah? Bukankah cukup dengan: “Terimakasih, saya Kristen”. Terimakasih, karena ini kesempatan (kairos) menunjukkan kita pengikut Kristus.
Bukan maksudnya supaya kita mengekspos kehidupan rohani kita menjadi tontonan orang, seperti ahli-ahli Taurat dan orang Farisi yang memang sengaja melakukannya untuk mendapatkan pujian. (contoh: Mat 6: dalam hal memberi sedekah, hal berdoa, hal berpuasa, dll). Bukan begitu. Kualitas ke-Kristen-an kita adalah dalam relasi pribadi dengan Tuhan, bukan “pameran kerohanian” di depan umum. Tapi, kalau melakukan beberapa tindakan sederhana karena kita Kristen (sekalipun di depan umum), dan kitapun merasa malu, sepertinya ada hal yang perlu dipertanyakan tentang pemahaman dan kesaksian kita. Kalau orang berbuat dosa dan dengan santai mengatakan “Cuek aja, ngapain dengar kata orang”, masakan kita yang melakukan kebenaran tidak mampu mengatakan hal yang sama padahal yang kita lakukan adalah kebenaran? Kalau Saksi Yehuwa tidak malu datang ke rumah-rumah mengatakan apa yang mereka percayai (dan itu sesat), masakan kita yang yakin akan kebenaran malah “malu” menyaksikannya pada orang lain?

Bukankah kita orang percaya harus menjadi terang yang menelanjangi kegelapan? Efesus 5:8-13 “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan saja pun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang.”

Harusnya kita malu karena keberdosaan kita, harusnya kita juga membuat orang sadar dan malu akan dosa-dosanya. Jangan sampai kita membuat Allah malu karena kita, dan jangan “malu-maluin” menyandang status pengikut Kritus.

Markus 8:38 “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”

Selamat bersaksi.
Salam, Kawas. 13 Juni 2009.
(di tengah-tengah belajar berjalan mengikut Tuhan, meski tertatih-tatih…)

1 komentar:

Kawas mengatakan... 23 Jun 2009, 13.34.00  

Let others see Jesus in you

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo