Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

May be an image of 2 people, book and text that says 'Zoom Leave BASIC INSTRUCTIONS BEFORE LEAVING EARTH Baca Alkitab Setahun PJJPekayon 2022 Unmute Start Video Share Participants More'

Di kebaktian Minggu tadi, si pengkhotbah di mimbar mengeluarkan penggalan kalimat ini: "jadi baca Alkitab itu bukan baca sekian pasal tiap hari, terus lapor di grup bahwa sudah baca. Bukan. Tapi kamu taati tidak?".
Lagi-lagi saya hanya bisa menghela nafas. Geram rasanya tiap kali kalimat sejenis ini muncul. Menurut saya, kalimat seperti itu bukan kebenaran utuh, malah bisa melemahkan orang-orang yang sedang berjuang disiplin membaca Alkitab tiap hari.
Ada kalimat yang sering kita dengar dengan pola yang sama: Untuk apa rajin ke gereja, tapi gak berubah kelakuannya. Bukan rajin berdoa yang penting, tapi kasih yang nyata. Bukan seberapa banyak firman yang kita tahu atau hapal, tetapi seberapa banyak yang kita lakukan.
Kalimat ini sedikit contoh dari banyak jenis lainnya. Duh, gemasnya tiap dengar kalimat-kalimat itu. Memang, mungkin maksud si penutur ingin men-challenge rutinitas seseorang, punya dampak atau tidak, sekedar ibadah yang mekanis, ritual, asal ada, atau sungguh-sungguh? Tapi lihatlah bagian awal kalimat itu: untuk apa rajin ke gereja, bukan rajin berdoa yang penting, bukan seberapa banyak firman yang kita tahu, baca Alkitab itu bukan baca tiap hari, dst. BAHAYA kan kalimat seperti itu. Kita tahu rajin ke gereja itu penting, berdoa, baca Alkitab, semuanya perlu dilakukan teratur, latih diri disiplin. Dan kita setuju, jangan berhenti sampai di situ. Disiplin rohani tersebut harusnya cepat lambat punya hasil, buah yang terlihat, terasa, menyenangkan hati Tuhan dan orang sekitaran. Jangan karena ada orang yang sering datang ke gereja tapi hidupnya tetap ngerepotin orang, kata-katanya pedas, terus kita simpulkan kalimat: untuk apa rajin ke gereja. Ini bisa jadi mengecilkan hati orang yang sudah berjuang rajin ke gereja, dan sebaliknya: membuat bangga, bertepuk tangan, pemakluman, bagi orang yang malas ke gereja. Jadi bukan rajinnya yang salah, tapi si pelaku yang harus mendapat pemahaman lebih dalam: datang ke gereja tidak otomatis membuat dirimu beribadah. Itu adalah 2 hal yang berbeda!

Saya jadi teringat waktu SD. Di satu tes ulangan, yang harusnya dikerjakan masing-masing, tetapi beberapa siswa kerja sama, nyontek, membuat guru marah. Ngamuk di kelas: "Untuk apa kalian sekolah tapi tukang nyontek? Untuk apa capek ngajarin kalian tapi tidak bisa dibilangin? Satu kelas tidak boleh keluar main-main (jam istirahat)!!". Saya merasa kalah. Si pencontek merasa menang, sama-sama kena hukuman. Sampai detik ini saya tidak terima. Saya rajin ke sekolah, saya sudah persiapan belajar semalaman, saya jujur, saya tidak mau dihukum atau disamaratakan dengan si curang. Saya tidak mau direndahkan dengan kalimat: untuk apa sekolah, untuk apa capek ngajarin! Karena saya serius dan saya menghargai tiap perjuangan saya untuk itu! Jangan membuat saya merasa sial atau sia-sia melakukannya.

Dari hati yang paling dalam, saya meragukan... orang yang melontarkan kalimat: "untuk apa rajin ke gereja, bukan rajin berdoa yang penting, bukan seberapa banyak firman yang kita baca", jangan-jangan orang yang jarang gereja, doa seadanya, atau malas baca Alkitab. Kalau sempet, kalau inget, kalau dapet. Kalimat racun tadi jadi pembenaran atas lubang-lubang kegagalan.

Kalau didalami:
"Untuk apa rajin ke gereja, tapi gak berubah kelakuannya". Apakah maksudnya gakpapa gak rajin ke gereja, asal baik?
"Bukan rajin berdoa yang penting, tapi kasih yang nyata". Jadi malas berdoa bisa dimaafkan, asal kasih?
"Bukan seberapa banyak firman yang kita baca atau hapal, tetapi seberapa banyak yang kita lakukan". Jadi malas baca Alkitab tidak masalah, asal ramah?
Yang seperti ini membuat banyak orang Kristen merasa baik-baik saja, padahal kerohaniannya parah. Kegagalan yang satu ditutupi dengan penghiburan semu yang belum tentu terbukti.
Yakin mengaku Kristen tapi malas ibadah, berdoa ala kadarnya, dan gak akrab dengan Alkitab? Ngapain aja selama ini? Berpuluh tahun jadi Kristen gak pernah selesai baca 1 buku yang namanya Alkitab?

Setelah itu kita masuk ke tantangan lanjutan: gak malu kelihatan rajin ibadah, doa, baca Alkitab, tapi gak bisa dirasakan sekeliling kita perubahan kita?

Jadi keduanya perlu dikoreksi dengan berimbang. Janganlah melemahkan satu sisi. Aksi dan aplikasi keduanya penting! Ubah kalimat itu.
Terus rajin ibadah! Tunjukkan kualitasnya.
Terus rajin berdoa! Jadi jawaban doa.
Baca Alkitab tiap hari! Hapalkan, lakukan.

Karena kita bukan super hero, maka wajar jika fase jatuh-bangun, gagal-bangkit itu ada. Kesanggupan kita adalah pekerjaan Allah (2 Kor 3:5). Bagian kita berjuang setia melakukannya. Maka, jangan selalu memandang remeh yang namanya "rutinitas". Rutinitas tidak selalu buruk. Justru itu yang menjaga kita tetap melakukan sesuatu sekalipun sedang tidak baik. Akan ada kalanya saat teduh kurang dinikmati, doa terasa hambar, baca Alkitab kurang gairah. Jangan berhenti, atau menunggu sampai kita semangat lagi. Kenyataan yang sering terjadi, sekali berhenti, permisif, susah lagi mendisiplinkannya. Di sinilah rutinitas menolong. Kita tetap lakukan disiplin itu sampai nikmatnya muncul lagi: agungnya ibadah, akrabnya doa, kaya dan dalamnya firman Tuhan.

Read More..

*artikel ini adalah kado dari Tuhan di ulang tahun anak kami Luvmika Gloria Tarigan yang ke-1 (12 Agustus), dan ulang tahun saya yang ke-29 (13 Agustus). Tuhan membawa saya dalam perenungan akan pemeliharaan-Nya yang sempurna, dan pekerjaan tangan-Nya yang tak terselami. Tulisan ini semoga juga menjadi kado buat teman-teman, balasan saya sebagai ungkapan terima kasih atas semua ucapan selamat ulang tahun dan setiap doa yang dipanjatkan buat keluarga kami.



Judulnya tidak salah tulis. Bahagia itu tidak sederhana. Saya memang sering membaca “BAHAGIA ITU SEDERHANA”, khususnya beberapa waktu ini. Belakangan saya tahu ternyata itu juga judul lagu. Pencetus frase ini niatnya baik, agar orang berhenti berpikir bahwa bahagia itu adalah hal yang ribet, ruwet, susah untuk dicapai. Jadi katanya, bahagia itu sederhana, hanya dengan melihat senyummu. Aku dan kamu kita berdua bahagia, sederhana. Lama-lama frase “Bahagia itu sederhana” semakin luas digunakan orang, dengan alasan-alasan yang juga sederhana. Misalnya:

- bahagia itu sederhana, ketika bisa berkumpul bersama keluarga dengan ceria
- bahagia itu sederhana, sesederhana kita mengucapkannya: “BAHAGIA”
- bahagia itu sederhana, makan ikan bakar bareng istri
- bahagia itu sederhana, gak sengaja nemu duit di kantong celana
- bahagia itu sederhana, melihat sendalku jejer dekat sendalmu

Alasan-alasan kebahagiaan itu kelihatannya memang sederhana. Tapi apakah memang benar adanya “sederhana”? Kalau kita meyakini bahwa tidak ada yang terjadi secara “kebetulan”, semuanya ada di bawah kendali Tuhan, maka kalau diresapi dalam-dalam, hal-hal yang kita lihat sebagai hal yang sederhana, sebenarnya tidak terjadi begitu saja dengan sederhana. Ada Tuhan yang mengaturnya. Tuhan menggunakan segala sumber daya yang ada, bahkan bekerja sama dengan kita, untuk membuat hal itu bisa terjadi. Dan karena ini melibatkan begitu banyak faktor, maka ini bukan lagi menjadi hal yang sederhana. Tapi hal-hal yang tidak sederhana itulah yang Tuhan kerjakan bahkan untuk hal-hal yang kita anggap sebagai hal yang sederhana. Untuk lebih jelas, mari kita kupas satu per satu, dari 5 contoh alasan “bahagia itu sederhana” yang sudah disebut di atas.

- bahagia itu sederhana, ketika bisa berkumpul bersama keluarga dengan ceria.
bayangkan bagaimana Allah bekerja untuk mendatangkan setiap anggota keluarga bisa berkumpul, apalagi dengan ceria. Pertama-tama Allah harus membangunkan setiap anggota keluarga dari tidurnya, memberinya nafas hidup, kesehatan, makanan untuk dimakan, mencukupkan setiap detail kebutuhannya, menyertainya dalam perjalanan, dan menganugerahkan sukacita di hatinya. Daftar ini bisa sangat panjang jika kita merincinya dengan lebih runut lagi. Dan itu dikerjakan Tuhan untuk setiap pribadi, supaya bisa berkumpul bersama-sama.

- bahagia itu sederhana, sesederhana kita mengucapkannya: “BAHAGIA”
untuk bisa mencapai hal ini, orang tersebut harus disertai hidupnya agar bisa berbicara, mendengar, dan berkomunikasi. Tuhan juga harus bersabar membuat orang ini dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca, dari tidak bahagia jadi bahagia

- bahagia itu sederhana, makan ikan bakar bareng istri
nah, ini bisa dibuat lebih detail lagi. Bayangkan apa yang harus dikerjakan Allah agar kita bisa makan ikan bakar bareng istri. Tuhan harus memelihara si ikan sampai sebesar itu. Tuhan harus memelihara hidup si nelayan agar bisa menangkap ikan itu; memelihara hidup si pengangkut ikan, si pemasak ikan, dan si pengantar ikan, sampai ikan itu berada di hadapan kita, di piring untuk kita santap, bareng istri. Dan untuk yang terakhir ini, Tuhan harus bekerja bertahun-tahun untuk mempertemukan kita dan menyatukan menjadi suami istri, dan hari itu kita dianugerahi kegembiraan supaya bisa menikmati makan ikan. Karena seenak apapun makanan, tanpa hati yang enak, tidak akan jadi enak. Saya sudah membuktikan. Di restoran enak, banyak pasangan pulang dengan berantam, makanan tersisa, atau bahkan gak jadi makan.

- bahagia itu sederhana, gak sengaja nemu duit di kantong celana
ini juga tidak kalah “tidak sederhana”. Bagaimana Tuhan memberimu rezeki untuk mendapatkan uang dan celana itu, menjaganya selama dicuci, dijemur, disetrika, sampai dipakai kembali, dan menggerakkan tanganmu untuk menggapai uang beruntung itu.

- bahagia itu sederhana, melihat sendalku jejer dekat sendalmu
dari jutaan sendal yang ada di dunia, kenapa kau memilih sendal itu, dan dia memilih sendal yang itu. Dari banyaknya peluang kejadian yang mungkin, kenapa posisi dua pasang sendal itu berjejer? Kebetulan? Tuhan bekerja panjang untuk hal-hal yang kita sebut sebagai kebetulan.

Saya sendiri kalau meneruskan pola ini, saya bisa berkata:

- bahagia itu sederhana, bisa melihat anakku tertawa lepas
berarti Tuhan telah menjaga anakku hingga seusia sekarang, bekerja luar biasa dalam proses tumbuh kembangnya, Tuhan menjalin rapi tiap sel-sel syaraf dalam tubuhnya hingga dia bisa berespon dengan tertawa lepas

- bahagia itu sederhana, saat jalanan Kalimalang tidak macet
saya pikir ini salah satu jalanan termacet di dunia. Tapi pernah beberapa kali memang Kalimalang tidak macet, dan saya sangat bersyukur. Membayangkan bagaimana Tuhan bekerja mengatur lalu lintas, menahan kendaraan entah dari mana, melancarkan kendaraan entah di sisi jalan yang mana, mengimajinasikan jalanan yang saling terhubung sambung menyambung menjadi satu, diatur di sini, berefek ke yang sana, dan semua itu Tuhan yang atur. Luar biasa.

Maaf, bukan lebay dalam menganalisis masalah, atau memperpanjang masalah, atau cari-cari masalah dengan merumitkan yang sederhana. Saya hanya mengajak kita untuk merenung lagi beberapa hal: pertama, yang kita pikir sederhana ternyata tidak sederhana. Kalau bahagia sesederhana hal kecil tersebut, apakah terkandung arti sebaliknya, kita bisa mudah menjadi tidak bahagia (bahkan) jika hal (yang) kecil tersebut tidak terjadi? Saya bukan mutlak tidak menyetujui “bahagia itu sederhana”. Kalau tujuan frase itu untuk lebih mengajak orang selalu bersyukur, oke, mantap, silahkan. Tapi semoga jangan sampai men-downgrade makna atau menurunkan kedalaman perenungan akan pekerjaan Allah di balik kebahagiaan.

Mari tilik sejenak Alkitab kita. Ada 360 ayat yang mengungkapkan berbahagialah (happy, blessed, makarioi). Kalau satu tahun digenapkan 360 hari, 1 ayat cukup untuk 1 hari selama setahun untuk mengingatkan kita tentang kebahagiaan di dalam Tuhan, hari demi hari. Alkitab versi Indonesia Terjemahan Baru mungkin kurang dari itu, hanya seratusan ayat yang diterjemahkan jadi “bahagia”. Sebagian besar muncul dari kitab Mazmur. Pemazmur konsisten menuliskan: orang yang bagaimana yang sesungguhnya berbahagia. Ayo kita lihat, mana bahagia yang disebut sederhana itu? Saya ambil contoh, 13 ayat dari Mazmur.

Mzm. 1:1 Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
Mzm. 32:1 Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!
Mzm. 32:2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!
Mzm. 40:5 Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!
Mzm. 84:5 Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.
Mzm. 84:6 Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!
Mzm. 89:16 Berbahagialah bangsa yang tahu bersorak-sorai, ya TUHAN, mereka hidup dalam cahaya wajah-Mu;
Mzm. 94:12 Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu,
Mzm. 106:3 Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu!
Mzm. 112:1 Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.
Mzm. 119:1 Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN.
Mzm. 119:2 Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati,
Mzm. 128:1 Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!

Kalau itu belum cukup, mari ingat satu bagian terkenal dari Khotbah di Bukit: Ucapan Bahagia, yang disampaikan langsung oleh Tuhan Yesus. Bagian mana yang berani kita tunjuk sebagai hal yang sederhana?
Mat. 5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Mat. 5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Mat. 5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Mat. 5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Mat. 5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Mat. 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Mat. 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Mat. 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Mat. 5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

Saya sendiri makin paham, akhirnya kebahagiaan itu hanya anugerah. Dan kebahagiaan itu adalah Tuhan sendiri. Itulah tujuan hidup manusia: memuliakan dan menikmati Tuhan. Hanya dengan itulah dia bahagia. Jadi bahagianya inside-out, karena Tuhan sudah ada di dalam hatinya, makanya dia bahagia, walau apapun yang terjadi di luar sana. Bukan dibalik, outside-in, kebahagiaannya terlalu temporer, sangat tergantung apa yang terjadi di luar sana. Bahagia itu di sini (tunjuk hati). Pusat jiwa, di mana Tuhan bertahta. Tanyakan pada semua orang, apa tujuan hidupnya? Pasti: BAHAGIA. Tau dari mana itu tujuan hidupnya? Coba tanyakan pertanyaan “untuk apa?” atas jawabannya. Selama masih bisa ditanyakan “untuk apa”, maka itu belum menjadi tujuan final. Misalnya: untuk apa hidup? Untuk kerja. Ini bukan tujuan final, karena masih bisa ditanya: untuk apa kerja? Jawabnya biar dapat uang. Masih bisa ditanya lagi: untuk apa dapat uang? Biar bisa beli ini itu. Untuk apa beli ini itu? Biar memenuhi kebutuhan hidup. Untuk apa memenuhi kebutuhan hidup? Biar berkecukupan. Untuk apa berkecukupan? Biar bahagia. Nah, di sini stop. Tidak bisa ditanya lagi, untuk apa bahagia? Bahagia ya untuk bahagia. Itulah tujuan finalnya. Dan sekali lagi, akhirnya kebahagiaan itu adalah Tuhan sendiri, hanya anugerah-Nya.

Jadi, masihkah kita menganggap sederhana pekerjaan-pekerjaan Allah yang luar biasa itu? Bisa bangun pagi, masih bernafas, terlalu sederhanakah sehingga kita alpa bersyukur? Berapa banyak orang susah bernafas? Berapa duit kalau dirupiahkan oksigen yang kita gunakan? Sehari, sebulan, selama hidup? Berapa juta sel bekerja, jaringan, organ, sistem organ hanya untuk 1 kali tarikan nafas? Mujizat besar dalam hal kecil.
Masih banyak contoh lain, yang bisa kita tambahkan sendiri. Ternyata tak sesederhana yang kita bayangkan. Seorang teman memilih berjalan kaki ke kantor, kelihatannya sederhana, tapi untuk itu dia membeli sepatu karet yang menurut saya harganya mahal sekali untuk sepasang sepatu. Tidak jadi sederhana. Orang bersepeda, bisa jadi terkesan sederhana, tapi ternyata harga sepedanya lebih mahal dari harga motor. Bahkan tempat makan yang namanya SEDERHANA sangat mungkin harganya mahal, dan bukan untuk konsumen golongan orang sederhana. Untuk gaya hidup sederhana, orang membutuhkan disiplin dan penyangkalan diri. Dalam pelaksanaannya seringkali tidak sederhana, buktinya banyak alumni yang gagal meneladankannya.

Jadi bagaimana? Apa yang membuat hidup pas, puas, bahagia? Sekali lagi, Allah sendiri. Seorang bapa gereja, Agustinus pernah berkata: jiwa kita yang berlubang-lubang cacat ini tidak bisa diisi oleh apapun di dunia, kecuali oleh Allah sendiri. Lubang-lubang yang tertinggal itu, adalah lubang yang gedenya, luasnya, dalamnya, sebesar, sedalam, seluas, yang namanya Allah. Lubang itu hanya dapat terisi, lalu tertutup oleh diri Allah sendiri. Ketika lubang itu dinyatakan sebesar Allah, itu artinya limitless, jadi jangan coba ditutup, diisi, dengan hal-hal yang limited.

Salam bahagia, dari kami, KLM
Kawas-Luv-Misni

Read More..


23 Maret 2015. Hari ini kami memperingati hari jadi perkawinan kami yang kedua. Kami masih kapas. Versinya buku Grace on Marriage menuliskan:orang hanya berani menghitung kebahagiaan pernikahan sampai angka 60 tahun saja.

Tahun ke-1      :           Perkawinan Kertas (paper)
Tahun ke-2      :           Perkawinan Kapas (cotton)
Tahun ke-3      :           Perkawinan Kulit (leather)
Tahun ke-4      :           Perkawinan Bunga (flower)
Tahun ke-5      :           Perkawinan Kayu (wood)
Tahun ke-6      :           Perkawinan Besi (candy)
Tahun ke-7      :           Perkawinan Tembaga (copper)
Tahun ke-8      :           Perkawinan Perunggu (bronze)
Tahun ke-9      :           Perkawinan Periuk (pottery)
Tahun ke-10    :           Perkawinan Timah (tin)
Tahun ke-11    :           Perkawinan Baja (steel)
Tahun ke-12    :           Perkawinan Sutera (silk)
Tahun ke-13    :           Perkawinan Renda (lace)
Tahun ke-14    :           Perkawinan Gading (ivory)
Tahun ke-15    :           Perkawinan Kristal (crystal)
Tahun ke-20    :           Perkawinan Tembikar (china)
Tahun ke-25    :           Perkawinan Perak (silver)
Tahun ke-30    :           Perkawinan Mutiara (pearl)
Tahun ke-35    :           Perkawinan Karang (coral)
Tahun ke-40    :           Perkawinan Manikam (ruby)
Tahun ke-45    :           Perkawinan Nilam (sapphire)
Tahun ke-50    :           Perkawinan Emas (gold)
Tahun ke-55    :           Perkawinan Ratna (emerald)
Tahun ke-60    :           Perkawinan Intan (diamond)

Dan kami masih di step ke-2: Kapas. Saya searching karakteristiknya: berwarna putih, berbentuk serat halus yang susunan seratnya longgar, ringan, mudah terbakar. Sifat fisik produk dari kapas: bahan terasa dingin dan sedikit kaku, mudah kusut, mudah menyerap keringat, rentan terhadap jamur. Ya, mungkin masih seperti itulah pernikahan kami. 2 tahun penuh makna dan pembelajaran. Kami bersyukur,Tuhan yang setia menuntun kami sampai di titik ini. Banyak hal yang sudah DIA kerjakan dalam keluarga kecil kami. Saya pribadi, saya sungguh berbahagia dianugerahi 2 wanita istimewa dalam keluarga ini.


Yang pertama, putri kecil kami, Luvmika Gloria Tarigan (Lulu). Kehadirannya membawa keceriaan tiap waktu, dan bersamanya kami banyak mendapat pelajaran tentang hidup beriman. Bagaimana Tuhan mencukupkan kebutuhan kami bulan demi bulan, bagaimana DIA menyembuhkan anak kami secara mujizat. Kami sungguh bersyukur dan takjub. Kami berjuang sebaik-baiknya membesarkannya, karena kami tahu bahwa kami tidak sekedar sedang merawat anak, tapi dalam rangka menghasilkan generasi unggul penerus bangsa ini puluhan tahun lagi. Kiranya Lulu terus berkembang dan bertumbuh menjadi wanita terbaik, takut akan Tuhan, seperti ibunya: Misni, wanita teristimewa dalam hidup saya. Bersamanya, saya merasa menjadi suami yang terberkati. Bukan karena kesempurnaannya, tetapi karena kasih, kesetiaan, kesabaran, ketangguhannya dalam berdoa dan berjuang.

2 tahun ini tidak banyak berubah, dia tetaplah Misni yang seringkali tidak menutup kran air dengan sempurna, susah untuk menjawab hp dengan cepat, bisa bolak balik ke kamar 10 kali sebelum berangkat keluar rumah, ada saja barangnya yang ketinggalan, lupa naruh kunci dimana. Tapi itulah Misni yang kadang mengesalkan sekaligus merindukan, memancing marah sekaligus penenang gundah. Melihatnya, saya bisa menuliskan Amsal 31 versi saya sendiri. Pagi-pagi dia bangun untuk menyusui Lulu, sambil bersenandung atau menyanyikan lagu rohani, dan membacakan 1 pasal Alkitab setiap hari. Malam-malam dia tidur setelah kami renungan malam, dia menyusui Lulu dan memastikan besok pagi semua perlengkapan sudah siap. Dia sepi dari dunia maya, tetapi terus mengikuti informasinya. Di rumah, dia membuat aturan seminim mungkin menggunakan gadget, demi quality time. Dia tidak gembar gembor tentang ASI di media sosial, karena itu adalah naturnya ibu, layak dan wajar, tidak perlu diekspos. Sama seperti orang Kristen yang rajin berdoa, atau pegawai yang bekerja dengan baik. Tanpa digaungkan pun, itu akan tetap dikerjakan, karena memang seharusnya begitu. Striker sepakbola, Mario Balotelli, mengatakan: "When I score, I don't celebrate because I'm only doing my job. When a postman delivers letters, does he celebrate?"

Lebih dari itu,dia adalah partner terbaik, mendukung saya menjadi suami seutuhnya, pelayan Tuhan yang maksimal, imam keluarga. Kalau banyak ibu-ibu yang permisif tidak ikut ini itu karena punya anak kecil, dia setia mendampingi saya pelayanan, bahkan bukan hanya berjuang ikut, tapi selagi bisa dan mungkin, dia akan memboyong anak kami untuk turut ikut di pelayanan/ persekutuan/ kegiatan itu.

Saya ingin menjalani tahun ke-3, 4, 10, 60, 100, pernikahan kami, sampai mati bersamanya. Tentu kisah cinta terindah tidak hanya terjadi dalam dongeng. Saya mengumpulkan beritanya, dan berharap daftar pasangan ini sampai kepada nama kami sebagai pasangan kekasih yang menuliskan cerita cinta, kisah sejati itu.

  • Betapa bahagia pasangan Gordon Yeager (94) dan Norma (90), pasutri Amerika Serikat yang menikah pada tahun 1939 dan menjadi perbincangan dunia tahun 2011 karena meninggal dengan berpegangan tangan. Mereka mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan keduanya kritis di rumah sakit dan tidak ingin dipisahkan sampai meninggal hanya selisih 1 jam dengan tangan yang masih saling berpegangan. Saat itu usia pernikahan mereka telahmelampaui 72 tahun.
  • Ada lagi pasangan J.C. dan Josie Cox yang menikah tahun 1932. Memasuki usia senja, JC mengalami gangguan pendengaran, dan Josie gangguan penglihatan. JC membantu Josie untuk melihat dan Josie membantu JC untuk mendengar, saling melengkapi. Karena sudah tua dan sakit komplikasi paru dan jantung yang mereka derita, mereka dirawat dan akhirnya meninggal di rumah sakit yang sama, di hari yang sama, tepat pada ulang tahun ke 75 pernikahan mereka.
  • Pasangan Joey dan Mel Schwanke asal Fremont, California, Amerika Serikat. Usia pernikahan mereka telah mencapai 65 tahun. Mereka selalu memakai baju kembar atau senada. Kebiasaan ini sudah berlangsung selama 35 tahun.
  • Jack Millis dan Millie, asal Cambridgeshire, Inggris. Jack memberikan setangkai bunga setiap hari kepada istrinya Millie. Kebiasaan itu sudah dilakukan 70 tahun. Bila dihitung, Jack yang kini sudah berusia 89 tahun, telah memberikan 3000 bunga bagi Millie selama tujuh dekade kebersamaan mereka.
  • Tom Shovelton dan istrinya Joan asal Pentre Flintshire, North Wales. Meski di usianya yang telah memasuki 87 tahun, sikap romantis Tom tak pernah luntur sedikit pun pada Joan yang empat tahun lebih muda. Setiap hari sejak menikahi Joan, Tom tak pernah lupa menaruh setangkai mawar disamping tempat tidur dan memberikan sebuah ciuman selamat pagi dan selamat malam. Ini sudah 60 tahun dilakukannya.

Suatu saat nanti, kami pun ingin diingat orang karena kesaksian cinta yang Tuhan anugerahkan dapat kami jaga dan perjuangkan, sampai mati. Ada satu buku bagus yang sangat menolong saya dan istri: The Momentary Marriage (John Piper). Buku ini juga sering saya pakai untuk berkhotbah tentang kasih/ pernikahan. Saya mengutip kalimat penting dari buku ini, ketika ia menjelaskan tentang keharusan untuk mempertahankan pernikahan, dalam kondisi apapun:
“Karena itu, mempertahankan pernikahan bukan hanya soal mempertahankan cinta. Ini berkaitan dengan mempertahankan perjanjian. “Sampai kematian memisahkan kita”, adalah janji kudus pernikahan – sama seperti janji Yesus kepada mempelai-Nya (jemaat-Nya) ketika Ia mati untuknya... Kristus tidak akan pernah meninggalkan istri-Nya (kita). Selamanya. Mungkin ada masa-masa yang menyakitkan dan kemunduran di pihak kita. Tetapi Kristus mempertahankan perjanjian-Nya selamanya. Pernikahan harus menampilkan hal itu! Itulah yang utama dalam pernikahan. Pernikahan mempertontonkan kepada dunia: kasih ikatan perjanjian Kristus”.
Di buku itu juga mengutip pernyataan Dietrich Bonhoeffer, seorang pendeta yang dipenjara selama kekuasaan Nazi/ Hitler, dalam bukunya “Letters and Papers from Prison”, dituliskan: Sebagaimana Anda saling memberikan cincin, tetapi Anda menerimanya dari tangan pendeta, demikianlah cinta datang dari Anda, tetapi pernikahan datang dari atas, dikaruniakan oleh Allah. Sebagaimana Allah lebih tinggi daripada manusia, demikianlah tingginya kekudusan, kebenaran, dan janji dari kasih. Bukan cinta Anda yang menopang pernikahan, melainkan sejak sekarang, pernikahanlah yang menopang cinta Anda.

Inilah yang ingin kami tunjukkan, menjadi etalase kasih Allah, yang bisa disaksikan orang lain, bagaimana Allah begitu mengasihi kami sehingga kami dimampukan untuk mempertahankan kasih. Sekalipun masih kapas.
Di hari jadi ini, kami rayakan dengan outdoor dinner, menikmati santap malam bersama, bersantai, berdoa, berbincang, memeluk anak kami, memandangi langit yang sangat cerah malam itu. Waktu terbaik untuk bersyukur.

Mengingat pergumulan dan perjalanan yang masih sangat panjang, saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan 2 doa, Serenity Prayer:“God, grant me the serenity to accept the things I cannot change; the courage to change the things I can; and the wisdom to know the difference”.
Dan doa Daud: “Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hamba-Mu ini, supaya tetap ada dihadapan-Mu untuk selama-lamanya. Sebab, ya Tuhan ALLAH, Engkau sendirilah yang berfirman dan oleh karena berkat-Mu keluarga hamba-Mu ini diberkati untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:29)

Sayangku Misni,
Terima kasih untuk 2 tahun ini. Kam masih secantik yang dulu. Happy anniversary, hasian. Kam membuatku mengerti arti bahagia dan bersyukur. Aku ingin menggandengmu sampai kita menaiki panggung keabadian dan membungkuk memberi hormat.
Pendampingndu,
Bp. Lulu.


Read More..

Kasih, telah tiba bulan Juni. Bersamamu kini bukan mimpi lagi, tinggal hitungan hari. Akan tiba nanti, tak ada lagi sedih kita di tiap perpisahan Senin dini hari. Karena aku dan kau, kita di sini. Satu kota, satu hati.

Lalu, 2 hal sederhana ingin kulakukan padamu: melantunkan puisi dan menyuarakan lagu.

Dengarlah gema suaraku. Puisi karangan Sapardi Djoko Damono: Hujan Bulan Juni.

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu



tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

***
Dan, bersenandunglah bersamaku. KLA Project: Menjemput Impian.

Indah larik pelangi seusai hujan membuka hari
Samar dirajut mega garis wajahmu lembut tercipta
Telah jauh ku tempuh perjalanan
Bawa sebentuk cinta menjemput impian

Desau rindu meresap kenangan haru ku dekap
Semakin dekat tuntaskan penantian
Kekasih aku pulang menjemput impian
...

Biarkan mereka lanjutkan reff-nya.

Tunggu aku, bersama dekap dan gitarku, ku akan pulang.


Kasihmu,
Subang, malam Juni.

Read More..

Selamat Hari Kebangkitan Nasional!
Saya tidak akan berbicara panjang lebar. Biarkan foto yang bercerita. Foto-foto yang saya upload ini adalah foto lama, kalau tidak salah 4 thn yg lalu, tahun 2010, tepat tanggal 20 Mei, Hari Kebangkitan Nasional, ketika saya ajak istri (waktu itu masih pacar) mengunjungi Museum Kebangkitan Nasional. Waktu itu memang pacar ngekos di daerah belakang museum itu. Saya tanya, museumnya kok sepi ya, padahal Harkitnas ini hari ulang tahunnya? Dia jawab gak tau. Pernah kesana gak? Dia bilang cuma lewat, dan pas pernah ada acara di situ, sekilas lihat gambaran dalamnya melalui jendela. Akhirnya saya ajak saat itu juga: Ayo kesana!

Agak menyedihkan, karena Museum penting ini memang sepi, agak kurang terawat. Gedung bekas kampus perjuangan ini seperti kurang peminat. Entah anda pernah kesana atau tidak. Seingat saya masuk ke sana gratis, isi buku tamu, terus kasih uang kebersihan (? lupa istilahnya) seikhlasnya. Lalu saya dan pacar berkeliling. Ada juga beberapa orang siswa (SMP atau SMA) yang juga sedang mengunjungi museum, mungkin ada tugas sekolah.
Saya begitu takjub melihat benda-benda, saksi bisu sejarah kebangkitan Indonesia. Seakan-akan ingin balik ke masa lalu, dan ikut dalam semangat itu. Semua benda mati itu, foto, miniatur, peninggalan asli (original), kalimat-kalimat semboyan, isi surat otentik,  seakan terus hidup dan berbicara tentang semangat yang tak pernah mati. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, 2 dekade sebelum Sumpah Pemuda, ada momen penting: kebangkitan nasional! Dan kapan itu terjadi? Singkatnya: ketika ada mahasiswa-mahasiswa Indonesia -tonggak harapan bangsa- yang bangkit bagi bangsanya, berbuat nyata, sebagai luapan roh nasionalisme yang menggerakkan mereka. Ya, kebangkitan itu dimulai dari mahasiswa.
Semoga spirit (baca: roh, semangat, jiwa) para mahasiswa sekarang sama atau lebih membara lagi untuk mencintai, dan berjuang bagi bangsa ini. Semoga mahasiswa -kaum intelektual- menyadari strategisnya peran mereka: Student today, leader tomorrow. Dan visi inilah, yg membuat saya akan terus setia terlibat dalam pelayanan mahasiswa. Mereka agen perubahan. Jangan hanya sekedar rusuh demo di jalan, setia nonton acara live show di televisi, nonton komedi, ketawa ketiwi, putar kanan kiri, pakai almamater tapi gak pinter, budaya instan dengan copy-paste-an. Belajar baik-baik, siapkan karakter baik-baik, jadilah pemimpin yang baik.
Saran saya, bagi mahasiswa yg mencla mencle, gak punya semangat juang, putus asa, atau ingin dibangkitkan nasionalisme-nya, datanglah ke museum ini! Jiwamu akan dibakar oleh semangat pendahulumu, oleh sejarah bangsamu.
Salam semangat. Hidup mahasiswa! Selamat hari kebangkitan nasional.

































Read More..

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo