Kawas Rolant Tarigan

-now or never-


Dulu sempat pikiran ini berandai-andai. Pengen punya istri artis. Bisa nebeng ikut terkenal. Kalau istri diwawancarai, saya ikut deh masuk tv. Terus tulisan di bawahnya: pasangan selebritis. Jadi saya ikut dianggap selebritis.
Atau punya istri yang lutcu, imut, ngegemesin kayak anggota girl band yang cantiknya gak habis-habis dan muda terus, gak pernah tua. Ketika saya lelah, bisa dihibur dengan kecantikannya atau suaranya yang indah. Atau kalau saya pulang kerja, disambut dengan tari-tarian. Heavy rotation mungkin.
Atau seperti karyawati bank. Rapi, cantik, senyum seharian, terkesan smart, gagah dengan baju blazer tiap hari. Kalau ke bank gak perlu ngantri, pakai jalur belakang. Kalau ada masalah sama rekening, atm, e-banking, dsb, gak perlu nelepon call center, cukup dibicarakan sambil makan di rumah.
Pramugari juga asik. Rapi, cantik, harum, santun, lembut, anggun dengan baju dan gaya jalannya, bedaknya gak habis-habis. Mungkin jarang banget marah-marah. Bisa keliling dunia, sering dapat tiket promo. Selama perjalanan bisa ngobrol, bukan tidur.
Paling tidak, dia harus bisa main musik. Saya main gitar, dia main pianonya, atau biola. Bisa juga nyanyi. Dia ambil suara satu, saya buat suara tiga. Manis…
Hahahaha… itu semua andai-andai. Dan lihatlah, semuanya egois, sasaran akhir dari semua alasan-alasan di atas adalah pemuasan diri saya sendiri :) dan semuanya serba sementara. Yang terkenal bisa tak terkenal lagi, yang lucu, imut, menggemaskan, akan berlalu, yang muda akan menjadi tua, suara, tarian, akan berakhir, kecantikan memudar, kelembutan bisa dibuat-buat, bedak akan menipis, yang rapi menjadi kusut.


Hari ini 23 Juni 2013. Saya teringat tepat 9 tahun yang lalu, untuk sekian kalinya, berulang-ulang pada orang yang sama, saya menyatakan cinta pada seorang gadis sederhana, Misni namanya. Setelah berkali-kali berjuang, akhirnya cinta saya diterima, sampai hari ini. Dan saat menulis artikel ini, mata saya masih memandang foto jadul kami itu.

23 Maret 2013, kami menikah dan berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya untuk setia selamanya dalam kondisi apapun. Jadi hari ini adalah peringatan 108 bulan kami berpacaran, 3 bulan kami menikah.
Dan Misni, tetaplah seorang wanita sederhana. “Kak…”, begitu dia masih memanggil saya sampai sekarang. Tetap seperti 9 tahunan yang lalu ketika kami pertama kali jumpa sebagai senior junior. Sekarang, sebagai suami istri, dia tetap memanggil saya dengan panggilan sayang itu. “kak…”, bukan berubah menjadi mumu pupu, hubby, hunny, pipi mimi, sweety chubby trilili, atau apalah itu. Saya senang. Setiap kali dia panggil, “kakak…”, memori ini cepat melintas kenangan-kenangan lama, saat surat-suratan, marah, becanda, rindu, benci, momen-momen lucu, bodoh, haru, dll.

Dia tetap Misni yang unik. Gak bisa main alat musik, kadang-kadang suara falsetto-nya fals. Tapi saya sangat bahagia saat kami bernyanyi bersama. Menyanyikan lagu-lagu dari Buku Lagu Perkantas sambil bersahut-sahutan baris demi baris, bait demi bait, mencoba tanpa melihat teks, sampai mentok di bagian yang gak hapal.

Dia adalah Misni yang rambutnya ada dimana-mana, hampir omnipresence. Di kanan kau ada, di kiri kau ada, di depan dan di belakang kau ada. Di kamar mandi ada, di bantal pun ada, di karpet ada, di helm ada, di sisir apa lagi… Tapi bagi saya itu adalah obat rindu. Saat dia tugas keluar kota, dalam kesendirian di rumah, saya senang melihat rambutnya dimana-mana. Atau ketika dia berkunjung ke kosan saya di Subang, ada banyak rambutnya dimana-mana. Lama banget baru saya sapu, bahkan sampai dia mau datang lagi. Saya berpikir, ketika semuanya bersih tanpa rambut, saat sepi, saya akan merindukan rambut-rambut itu berserakan.

Dia juga sering kurang sempurna menutup botol minum,sehingga seringkali tiba-tiba tas menjadi basah atau celana tiba-tiba dingin akibat tetesan-tetesan air. Ternyata sumber kebocoran itu adalah tempat minum yang nutupnya miring.

Sering juga dia ngilangin karcis parkir. Entah terbuang atau tercecer dimana. Sewaktu udah mau pulang, di parkiran, baru deh… Jeng-jeng-jeng…“Kak, karcis parkir ada sama kakak?”. “Enggak. Kenapa rupanya?”. “Berarti hilang”. *tepok jidat

Di pesawat, dia tukang tidur. Lupakan cerita tentang awan-awan yang bentuknya lucu-lucu. Lupakan obrolan tentang indahnya pemandangan dari atas, atau gombalan untuk terbang bersama dengan sayap cinta. Semakin mau landing, semakin dia mengantuk.

Tapi pokoknya dia yang terbaik. Dan saya sangat menikmati setiap momen-momen bersamanya. Masak bareng, gantian ngiris bawang, jalan bareng, gandengan, susul-susulan jalan cepat, boncengan naik motor, salah jalan, nungguin lift yang ternyata mati, dan nungguin dia nyetrika. Bagi saya,dia adalah penyetrika yang terbaik di bawah kolong langit ini. Lebih dari jasa binatu, laundry manapun. Hasilnya lembut, rapi, garisnya lurus tegas, berbeda perlakuan antara baju yang di-hanger dan yang dilipat. Tak ada bahan kain yang tak dapat ditaklukannya, semua beres. Saat baju yang mau disetrika banyak, saya menemaninya dengan nonton DVD, dia juga ikut. Dan memang dia terhebat, sambil nyetrika pun, tak ada subtitle yang terlewat.

Setiap Senin subuh, ketika waktunya saya berangkat ke Subang, dialah yang packing seluruh isi tas dengan baik. Semua masuk dengan rapi, padat, pas dengan bentuk ranselnya. Gitu juga kalau kami retreat/ kamp. Dia adalah salah satu specialist packing tas terbaik. Dan tak lupa nyiapin roti. Roti tawar, roti bantal, roti gandum, roti tanpa kulit, bisa dikasi mentega, meises, susu kental manis, parutan keju, dibungkus rapi, untuk bekal saya di jalan. Katanya itu cuma 1% roti, 99% cinta.

Dan yang terpenting, dialah istri yang menanyakan dan mengingatkan saat teduh, dan doa. Sebisa mungkin bareng. Dan dia yang paling ingat untuk mendoakan nama-nama keluarga yang ulang tahun, siapa teman yang lagi sakit. Bahkan suatu pagi, selesai kami saat teduh, dan dia pimpin doa, dia menangis ketika mendoakan nama satu orang teman yang sakit, dan dalam tangisan juga dia lanjutkan mendoakan teman-teman kami yang bekerja di Indonesia bagian timur, agar tetap Tuhan jaga dan lindungi, serta setia melakukan kebenaran. Dia bersungguh hati.

Memang dia tidak sering tampil seperti suaminya. Tapi di balik kehebatan suaminya, ada sosok istri yang jauh lebih hebat, dan luar biasa, dalam doanya, dalam kata-katanya, dalam sentuhannya, dalam setiap hal yang dikerjakannya untuk mendukung pelayanan suaminya, bahkan untuk hal-hal yang tidak kasat mata.
Dia ingin suaminya berdiri tegak bagi bangsa ini. Bahkan pesan ini disampaikan dalam kejadian lucu, yang sampai saat ini saya masih saja tertawa lepas setiap mengingatnya. “Kak, tolong matiin kipas dong”. “Males ah,masih pengen tidur-tiduran”. “Gimana kakak mau berdiri bagi bangsa ini, kalau berdiri matiin kipas aja malas??”. Hahahahahaha…

Benarlah apa yang Alkitab katakan: Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. (1 Pet 3: 1-4)



Happy anniversary my beloved wife.
Aku mencintaimu. Aku masih saja jatuh cinta padamu, berkali-kali, setiap hari.
Aku akan mendampingimu, sampai rambut memutih, sampai langkah tertatih. God be with us.

Kasihmu selalu, Kawas. Pak Paima.
23 Juni 2013, Kamp Tahunan Alumni.
































Happy anniversary juga buat blog ini :')

Read More..

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo