Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

Sewaktu menulis sharing ini, saya sedang melalui waktu kesendirian di minggu pertama saya berada di daerah tempat kerja yang baru. Tahun baru, kantor baru, suasana baru. Baru 4 hari saya dipindahkan ke Subang, Jawa Barat, dari kantor sebelumnya di Karawang. Di Subang, hampir seluruh pegawai bukanlah orang yang ber-homebase di Subang. Artinya, setiap weekend, semua pegawai akan meninggalkan Subang dan kembali ke homebase masing-masing. Untuk minggu pertama ini saya memilih untuk tetap di Subang. Dan memang sepi, saya ditinggal sendiri. Dalam masa sendiri ini pula saya diminta untuk sharing tentang pentingnya komunitas/ persekutuan.
Saya memang mengalaminya. Dua kali menghadapi penempatan kerja: Karawang dan Subang, dua-duanya saya mulai dari nol; artinya saya tidak punya teman dekat, keluarga atau sahabat yang tinggal di sana, apalagi teman persekutuan. Saya awali berelasi dengan teman-teman baru, meng-eksplor daerah baru saya ini, dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan keseharian saya di daerah ini, termasuk wadah bertumbuh dan melayani.
Sewaktu di Karawang (sekitar 65 km dari Jakarta), setelah saya pastikan bahwa memungkinkan bagi saya untuk tiap weekend ke Jakarta, saya pun menjalaninya. Saya terlibat pelayanan yang masih mungkin untuk saya kerjakan. Dan dari situ, saya bersama-sama dengan KTB sewaktu di kampus dulu, kembali menggerakkan KTB kami, yang anggotanya masih bekerja di sekitar Jakarta. Lebih dari 2 tahun saya menjalaninya: menjadi panitia di beberapa event besar, menjadi pelayan di beberapa acara, beberapa kampus; 2 kali pernah kecelakaan sepeda motor, setelah itu berlomba dengan waktu untuk mengejar bis atau omprengan ke Karawang, 9 bulan sempat nge-kos sendiri di Jakarta, dan selebihnya numpang di kos teman KTB, sampai pernah ditegur bapak kos teman saya itu, karena saya keseringan numpang :) Tapi letihnya Karawang-Jakarta-Karawang tidak sebanding dengan sukacita yang saya dapatkan.Belum lagi pengorbanan tenaga, waktu, biaya dengan porsi yang lebih besar; tapi saya sukarela menjalaninya demi satu rangkai alasan: pelayanan dan persekutuan. Meski saya juga melayani di gereja di Karawang, saya tetap memperjuangkan ber-KTB di Jakarta, baik terjadwal maupun bertemu informal. Bahkan beberapa kali memperjuangkan datang PAKJ di Jumat malam meski telat, dan PAB di hari Sabtu-nya; karena 2 wadah yang baik itu, tidak saya dapatkan di Karawang. Semangat saya terbakar lagi, ketika bertemu dengan teman se-visi sewaktu di kampus dulu, gairah pelayanan saya dinyalakan setiap kali pelayanan ke kampus-kampus. Itulah yang membentengi saya saat dunia ini semakin menarik saya dalam nilai-nilainya. Saya yang butuh komunitas, bukan komunitas yang butuh saya. Karena itu saya duluan yang akan mencari komunitas, bukan sebaliknya. Di samping hal kerohanian, persekutuan juga memperkaya saya dalam bertukar pengalaman kerja dengan teman-teman. Dan bukan hanya berdampak ke dalam, dari KTB, kami mulai sedikit demi sedikit berbuat apa yang bisa kami lakukan. Kami ber-proyek memperbaiki/ merintis persekutuan di kantor masing-masing, meski tak berjalan mulus. Di kesempatan lain, sewaktu hari Valentine Pebruari 2011 yang lalu, kelompok kecil kami berkirim surat dan coklat bagi semua teman-teman dekat kami yang bekerja di Indonesia bagian timur. Kami berharap bisa ambil bagian dalam menyemangati mereka bekerja –yang jauh dari homebase, apalagi untuk jangka waktu yang lama, kami berharap bisa mengobati sedikit dari rasa sepi mereka.
Kita semua tahu betapa rentannya menjadi orang Kristen, sementara pada waktu yang sama terus bergumul dengan ketidak-konsistenan dan kegagalan yang dirahasiakan. Dalam menjawab panggilan untuk hidup tak bercacat, kita seringkali menjalaninya dengan perlahan dan terseok-seok. Namun Tuhan menghadirkan persekutuan dan para sahabat, yang terus mendorong kita untuk maju. Yakinlah, kita tidak mungkin menjadi single fighter, kita butuh komunitas, kita butuh teman seperjuangan. Individualis adalah bunuh diri rohani. Seberapa besarpun nyala kita, layaknya bara api, bila kita meninggalkan ‘panasnya’ persekutuan, kita akan mati pelan-pelan.
Kita dipanggil sebagai umat Tuhan yang hidup dalam persekutuan. Ini tema klasik yang sudah kita pahami betul sejak siswa, mahasiswa. Kenapa sewaktu alumni pun hal ini terus dikumandangkan? Pastilah karena alumni punya pergumulan, tantangan yang lebih spesifik, terlarut dalam sibuknya hidup, karir, studi, keluarga, rencana-rencana, mimpi-mimpi, sehingga tanpa disadari dunia ini sedang tersenyum membuka tangan lebar-lebar siap menyambut alumni yang terjauh dari persekutuan. Sewaktu siswa, mahasiswa, begitu mudahnya kita mencari wadah persekutuan, tetapi setelah alumni, dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara, tidak semua alumni beruntung bisa menikmati persekutuan. Banyak sekali alumni yang ingin menikmati hangatnya persekutuan, tapi tak kuasa mendapatkan wadahnya karena jarak, tempat dan waktu. Tak ada persekutuan di kantornya, di kotanya; dan butuh waktu yang lama untuk merintis itu, selain doa, daya dan dana. Karena itu mari saling menopang. Dan betapa malangnya kita, ketika persekutuan masih bisa dijangkau, namun kita menyia-nyiakannya.
Cobalah renungkan, dalam seminggu, kita jauh lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja (8 jam x 5 hari), dan bergaul dengan dunia, dibanding secuil waktu untuk bersekutu dan ber-HPdT. Menakutkan, semakin banyak waktu yang kita habiskan dengan dunia, cepat atau lambat dunia akan mengikis dan mengubah prinsip-prinsip kebenaran yang kita pegang erat sewaktu mahasiswa dulu. Di persekutuan-lah kita kembali berjumpa dengan teman se-visi, dan kembali saling mengingatkan. Tidak ada orang yang terlalu kuat sehingga sanggup sendiri. Alumni butuh komunitas, bukan untuk mengasingkan diri dari dunia, tapi untuk melekatkan diri pada Allah dan mempengaruhi dunia. Persekutuan bagai oase di tengah padang gurun kehidupan yang hectic. Dalam dunia yang hectic ini, kita harus membangun kehidupan spiritualitas agar tetap peka menanggapi segala sesuatu yang kita baca, dengar, lihat, dan kerjakan dalam perspektif Ilahi. Di dalam persekutuan kita diasah terus untuk itu. Kerohanian di mana iman, pengharapan dan kasih kita lebih terpelihara (disiplin rohani: waktu teduh, doa, PA, baca dan merenungkan firman, baca buku rohani); kita lebih bertumbuh dalam karakter, kualitas, kedewasaan, wawasan, kesaksian di tempat kerja, keluarga, masyarakat; aplikasi firman lebih efektif dan bisa buat proyek nyata; mendorong dan memelihara semangat kita untuk tetap melayani sebagai alumni (di PMK, PAK, gereja, kantor, dll); bisa jadi berkat yang lebih besar (banyak hal yang hanya bisa kita lakukan sebagai persekutuan, yang tidak dapat kita lakukan seorang diri); menolong kita dalam menggumuli dan menekuni panggilan hidup yang sesuai dengan kehendak Allah; kita tidak merasa kesepian dan sendirian dalam perjuangan iman kita; kita menjadi lebih dewasa, bijak, jadi teladan, terpelihara integritas dan kekudusan hidup, mengasah ketajaman rohani, ketika suatu dosa dianggap tidak dosa lagi karena racun dunia.
Biarlah kecintaan kita untuk bersekutu dengan saudara seiman muncul karena kesadaran, bukan keterpaksaan. Bersyukurlah untuk persekutuan yang Tuhan anugerahkan; dan setialah. Kalau mungkin, jika Tuhan beri kesempatan, berusahalah juga untuk merintis persekutuan di tempat mana Tuhan tunjukkan. Entah kita terlibat dalam Interest Group sesuai dengan profesi, wilayah kerja, atau yang lain.
Di tahun baru ini banyak resolusi, banyak impian dan harapan. Terlalu sibuknya kita mungkin membuat ada masa-masa di mana banyak hal tidak mungkin bisa kita lakukan semuanya, sehingga mengharuskan kita menetapkan prioritas yang terpenting, dan biarlah persekutuan menjadi salah satunya.
Saya baru saja hitungan hari bekerja di Subang. Dan kalau Tuhan belum tunjukkan komunitas untuk saya bertumbuh/ rintis/ melayani di sini, jarak sekitar 160 km ke Jakarta pun akan saya tempuh demi pelayanan, demi hangatnya persekutuan. Terima kasih buat para sahabat. We’re not a single fighter.
Soli Deo gloria.

Oleh: Kawas Rolant Tarigan - alumni STAN
diterbitkan di Buletin PAKJ, Januari 2012

Read More..

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo