Kawas Rolant Tarigan

-now or never-


Saya dihubungi tim buletin untuk sharing tentang studi dan pelayanan. Dalam hati kecil saya, rasanya kok saya kurang layak untuk topik ini, karena bahkan sampai tamat kuliah, saya masih dan akan terus belajar untuk maksimal di kedua-keduanya.
Mari berimajinasi beberapa kemungkinan kondisi mahasiswa baru yang diterima dan akan kuliah di STAN: membawa petuah-petuah sakti dari orang tua yang disampaikan sebelum berangkat, impian untuk memperoleh IP tinggi, bahkan lulus cum laude (di kamarnya ditempel potongan kertas yang berisi impian: Ayo!! IPK=3,75), dengar-dengar dari senior: ancaman DO tiap semester, sistem perkuliahan yang tak menentu (SSD: suka-suka dosen), setelah lulus: sindrom ‘prestasi menentukan lokasi’ (penempatan), obsesi cari pacar karena ingin dapat calon pendamping yang juga PNS, atau apa lagi?Bisa anda perpanjang sendiri daftarnya. Saya anak daerah, dan mengalami hampir semua kondisi tersebut, kecuali yang terakhir. Namun, seiring berjalannya waktu, ambisi-ambisi itu dikikis sedikit demi sedikit. Apalagi setelah saya mengenal PMK, wadah bertumbuh dan melayani, ambisi saya yang kelihatannya baik itu, ternyata hampir semua egosentris, dan perlahan-lahan dibelokkan menjadi Theosentris. Rasanya sangat sayang sekali, 3 tahun masa kuliah yang dianugerahkan Tuhan, cuma dipakai untuk kuliah, ditambah nge-kos, makan, tidur, main bola, belanja, mengerjakan tugas, begitu seterusnya. Saya sangat yakin ketika Allah mengizinkan 3 tahun di STAN ini, ada sesuatu yang lebih, yang harus saya kerjakan, dan itu saya dapat di PMK, terlebih lagi di KKP (kelompok kecil). Saya dibina dan mulai terlibat dalam pelayanan. Awalnya sebagai abid ibadah yang mengurus persekutuan tiap Jumat. Ternyata cukup memakan banyak waktu: mempersiapkan tema, pelayan, Pembicara, mendampingi latihan, sampai evaluasi, begitu setiap minggunya, selama setahun. Namun saya semakin menikmati, dan semakin lama semakin terlibat dalam pelayanan yang lebih besar dan luas lagi. Kalau boleh didaftarkan, pelayanan yang pernah saya kerjakan selama 3 tahun itu: abid ibadah, panitia Bintal, Retreat, BPH (Ketua 2, kemudian Ketua Umum PMK STAN), Guru Sekolah Minggu GKI BIntaro Utama, PKK (pemimpin KKP), P-PIPA, ditambah pelayanan di PMKJ/ Perkantas Jakarta, sangat melelahkan, dan pasti menambah beban pikiran, namun ada sukacita di lubuk hati. Sangat menyita waktu, bahkan sampai di titik saat saya ‘keteteran’ dalam studi. Hanya belajar kalau di kelas. Kalau dosen tidak masuk, ya tidak belajar. Lebih suka baca buku rohani daripada Akuntansi, lebih sering bawa Alkitab daripada Kitab UU Perpajakan. Akhirnya tidak mengerti apa-apa, ujian mendekat. Seringkali menyalahkan dosen, sistem perkuliahan. Padahal harusnya saya sadar, bahwa tugas mahasiswa adalah belajar (aktif), bukan diajar (pasif). Untung ada teman-teman persekutuan yang menolong saya. Akhirnya saya belajar, menyeimbangkan antara studi dan pelayanan. Di tingkat 3 saya sangat bersyukur, bersama beberapa teman PMK, kami membentuk kelompok belajar, dan saya sangat merasakan dampaknya. Pelajaran yang kosong, tidak dimengerti, jam tentir yang tak terikuti, tak jadi masalah berarti lagi, karena kelompok belajar yang siap mengganti  Wah, pokoknya senang sekali, pelayanan dan studi berjalan berdampingan.
Dalam perenungan saya, adalah kerugian yang tak tergantikan, apabila seseorang yang mengaku mahasiswa Kristen, namun selama masa yang terbatas dan singkat di kampus hanya digunakan untuk kuliah, tak menggunakannya untuk menyaksikan Kristus dan karya-Nya pada orang lain. Alasannya apa? Banyak. Misalnya: “sekarang masa kuliah, jadi fokus ke kuliah dulu”. (Pendapat ini sebenarnya diformulakan dari nasihat orang tua kebanyakan: “kau kesana untuk kuliah, jangan macam-macam”. Adakah orang tua yang ikut menitipkan pesan pelayanan kepada anaknya? “Kalau ada kesempatan, melayanilah! Gunakan waktumu sebaik-baiknya.”. Jarang sekali. Dan saya sangat merindukannya. Mungkin pesan penting lainnya adalah: “Jangan pindah gereja/ cari gereja yang baik. Rajin-rajin gereja.”. Titik sampai di situ. Tidak ada dorongan melayani). Kalau kita pakai pandangan ini, kita tidak akan pernah terlibat dalam pelayanan. Waktu kuliah: fokus kuliah dulu, waktu kerja: fokus kerja, waktu berkeluarga: fokus keluarga, akhirnya: tak jadi-jadi ambil pelayanan. Atau alasan yang lebih rohani: “Yang penting aku belajar baik, studiku baik. Bukankah itu pelayananku?”. Ya, sangat setuju. Tapi, masakan pelayananmu hanya dalam bentuk studi yang baik? Terlalu egois rasanya. Tidak adakah bagian yang lebih nyata untuk mengenalkan Kristus pada orang lain, dalam penginjilan, pembinaan (pemuridan), pelipatgandaan orang-orang, untuk menghasilkan alumni yang bukan hanya bermutu dalam ilmu namun juga iman???
Mungkin inti masalahnya adalah bagaimana menjadikan Kristus yang terutama, menjadi poros kehidupan. Seperti roda, apapun yang sedang kita prioritaskan, tetaplah porosnya adalah Kristus, sekalipun suatu saat nanti akan berganti prioritas (berputar), tetap semua berpusat pada Kristus. Melakukan semuanya untuk Tuhan (Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia- Kol3:23). Wah, indah sekali bila kita menerapkannya. Kuliah yang baik, bukan untuk cari nilai, tetapi cari ilmu, bukan sebatas menyenangkan hati orang tua, tetapi menyenangkan hati Allah. Seimbang antara studi dan pelayanan. Bukan fokus studi namun menerlantarkan kesempatan (kairos) pelayanan, bukan pula fokus pelayanan namun melalaikan tanggung jawab belajar dan jadi batu sandungan.
Seperti yang saya tulis di awal, saya juga bergumul dan terus belajar untuk menyeimbangkan keduanya. Saya belajar banyak dari orang-orang yang saya teladani, yang sama-sama dianugerahi 1 hari=24jam, dan mereka mampu mengefektifkannya. Saya pun terdorong untuk itu, bahkan setelah alumni. Di tengah pekerjaan, saya komitmen untuk pelayanan sebagai penilik dan pendamping pelayanan mahasiswa Jakarta, khususnya STAN, meskipun menempuh jarak dari Karawang, Jawa Barat. Dan setelah alumi pula, saya semakin menikmati pekerjaan Allah dulunya sewaktu saya kuliah. Seperti doa seseorang, doa saya sewaktu menjadi mahasiswa: “Ya Tuhan, anugerahkanlah studi yang baik, persekutuan yang baik, gereja yang baik.”. Puji Tuhan, Dia jawab ketiga-tiganya. Dan 3 tahun, adalah waktu yang sangat singkat, untuk melayani selagi mahasiswa, jadi jangan sia-siakan, jangan gantikan dengan sesuatu yang nilainya hanya sementara. Hold tightly to what is eternal. Hold lightly to what is temporal! Selamat melayani rekan-rekan mahasiswa dan alumni. Ingat, visi pelayanan mahasiswa adalah menghasilkan alumni yang berintegritas. Artinya? Mampu mengintegrasikan iman dan ilmu. Soli Deo Gloria. Semuanya milik Tuhan, studi, pekerjaan, pelayanan, waktu, harta, seluruh hidup kita. Seperti tema bulletin ini: I’m YOURS. Seperti kata pemazmur: “I am yours--save me! I have tried to obey your commands” (Psalm 119:94-TEV).

Salam dari Karawang, Kawas Rolant Tarigan.


0 komentar:

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo