Di ujung tahun ini, saya teringat beberapa bagian Alkitab yang membawa saya pada sebuah refleksi akhir sekaligus awal tahun.
Kelima kitab Musa sebagai sumber utama sejarah perjalanan Israel dan penjabaran kasih setia Allah, diakhiri dengan kitab Ulangan. Sepertinya kita diajak untuk mengulang dan terus mengingatnya bahkan menceritakannya, bahwa Allah itu setia. (Ul 8:2) Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan menguji engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.(17) Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini.(18) Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. (Ul 11:7) Sebab matamu sendirilah yang telah melihat segala perbuatan besar yang dilakukan TUHAN. (12) suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun.
Bagian Alkitab yang menceritakan hidup terus berjalan dan selalu dihadapkan pada pilihan: (Yos24:15) “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!".
Atau pada zaman Hakim-hakim: silih berganti Tuhan memilih orang-orang-Nya, namun Israel berbuat jahat, bertobat, lalu jahat lagi, dan begitu seterusnya. Masa Raja-raja Israel pun begitu: dari bapak ke anak-anaknya: ada yang melakukan apa yang benar di mata Tuhan, ada yang melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Pilihan untuk setia ikut Tuhan atau tidak, dengan segala konsekuensi kedua hal tersebut. Itulah yang terus menerus diserukan oleh para nabi dan rasul.
Saya juga teringat beberapa tokoh Alkitab: Samuel, yang dicatat dalam Alkitab “...semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia.(1Sam2:26), dan pernah mencatat sejarah: “Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: "Sampai di sini TUHAN menolong kita." (1Sam7:11).
Ada Hizkia (2Raj20:1-11) yang diperpanjang Tuhan umurnya 15 tahun lagi setelah divonis mati. Saya merenungi bahwa kitapun adalah orang-orang yang umurnya diperpanjang Tuhan sehari demi sehari hingga bisa hidup sampai saat ini.
Daud, orang yang pernah bersujud dan berdoa: "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini? (2Sam7:18), yang pernah menulis Mazmur 23: Tuhan adalah gembalaku, itu sudah cukup! Atau yang menulis syair: “Lanjutkanlah kasih setia-Mu bagi orang yang mengenal Engkau, dan keadilan-Mu bagi orang yang tulus hati!” (36:11), “Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” (103:2), “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya”.(136:1).
Paulus, yang pernah berkata: “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.” (Flp1:6).
Dan Tuhan Yesus sendiri, dengan jaminan-Nya: “...Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat11:28), “...Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."(28:20).
Semoga bagian-bagian yang terlintas dalam kepala saya ini bisa menolong kita untuk merenungi dan meyakini kasih setia Allah, bahkan membagikannya :) Selamat mengakhiri 2009, di satu sisi mengawali tahun 2010. Saat ini adalah waktu yang baik untuk menoleh ke belakang mengingat penyertaan Allah, menatap ke depan di sanapun providensia Allah yang sama tersedia, menengadah ke atas bersyukur kepada Sang Pencipta, dan tertunduk ke bawah berdoa atas anugerah yang kita terima dan menyerahkan segenap harapan ke tangan Allah yang kuat!
Many things about tomorrow, we don’t seem to understand. But we know Who holds tomorrow, and we know Who holds our hand.
God bless you friends :)
Saya harus mengatakannya dari awal: tulisan ini beda! Beda dari biasanya. Entah apa namanya, fiktif romantik, atau apalah. Saya si melankolis termenung di depan laptop, dan memberikannya judul: Pengagum rahasia.
***
Hujan deras begini, bahkan sampai berhenti, aku masih saja teringat akan dirinya. Bukan hanya itu, dari mentari menyapa hingga permisi di sore hari, berganti malam dengan bintang menemani, dia masih saja tak lepas dari pikiran ini. Aku masih saja mengingatnya. Senyumannya, hitam rambutnya, gaya jalannya, hal terindah yang pernah kuingat, dan setiap kali aku memikirkannya, tak terasa bibirku melengkungkan sebuah senyuman. Aku semakin meyakini Sang Pencipta berkarya begitu indah, dengan melihat dirinya. Aku semakin yakin malaikat itu ada, karena aku bisa membayangkannya melalui dia. Ah, biarlah aku bermanja dengan lamunan.
Aku melihatnya pertama kali tanpa sengaja (meskipun aku yakin bahwa itu Tuhan sengaja) sewaktu berjalan kaki sendirian. Mata ini tak berhenti menatap sang gadis yang berjalan di depanku. Sesekali aku mendengar bisikan senandung lagu dari gumamnya. Dia begitu indah. Tapi aku tak mau dia sadar bahwa aku sedang mengaguminya. Berawal dari situ, tahulah aku, bahwa hati ini telah tercuri.
Aku hanya ingin mempertahankan keceriaan yang ada di wajahnya. Aku ingin membuat kejutan-kejutan kecil untuknya. Walaupun seringkali malah aku yang terkejut karena responnya. Terkadang biasa saja, terkadang gembira. Itu sudah cukup membuat hariku berwarna. Dan untuk besok, aku harus berpikir lebih keras lagi, bagaimana membuatnya menikmati hari lepas hari. Aku yang setia menulis memo-memo kecil untuknya, aku yang setia menemaninya berjalan meski tak di sampingnya. Tak perlu dia tahu berapa sering aku menyebut namanya dalam doaku, tak perlu dia tahu berapa kali aku pernah menangis untuknya. Kalau aku rindu, aku meneleponnya dengan private number, dan setelah terdengar suara lembutnya, aku tak berani lagi melanjutkan. Itu sudah cukup membuatku tenang. Pernah aku sms dengan nomor dan gaya yang berbeda, tapi sayang, responnya tak seperti yang ku duga. Tapi tidak apa. Aku senang dengan cukup meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Mungkin bagianku adalah dari jauh melihatnya bahagia. Dan bahagianya adalah bahagiaku. Bagiku itulah cinta. Sangat sederhana. Dan aku mengalaminya. Bukan: aku cinta dia karena menarik, tetapi: dia menarik, karena aku cinta.
Aku tak mau disebut sebagai temannya. Karena memang bukan demikian. Aku cuma ingin jadi bagian kecil dalam keceriaannya. Aku tak ingin mengganggunya, karena aku takut, mungkin saja hal terindah seperti ini tak kan ku dapatkan lagi. Biarlah ini menjadi rahasiaku, demi cinta. Sekalipun sampai akhir nanti, rasa ini tak mampu ku ungkapkan, aku sudah siap untuk itu. Mungkin kata orang aku lemah, pengecut, bertepuk sebelah tangan? Tapi sepertinya tidak juga. Justru aku semakin belajar cinta Sang Khalik, yang tetap mengasihi walau tak berbalas. Dan bukankah itu cinta yang sesungguhnya? Karena cinta bukan soal dibalas, tetapi aku hanya ingin dia merasakan, bahwa ada satu insan yang mencintainya... Dia bisa merasakan aliran cinta itu. Itu saja. Aku bahkan tak berharap besar bahwa suatu saat dia akan mencintaiku. Maafkan aku kalau keliru. Karena akupun sadar, manusia sepertiku tak layak untuk dicintai makhluk seindah dirinya. Biarlah aku menjadi pengagum rahasianya, dan ambil bagian dalam keajaiban-keajaiban kecil hidupnya. Andai saja Tuhan menganugerahkan keberanian dan kesempatan untuk bersapa langsung padanya, izinkanlah aku bertanya 2 hal, pertama: “Kalau aku bisa mengabulkan sesuatu padamu, apa permintaanmu?”; dan yang kedua: “Bolehkah aku mengusap air matamu?”.
Saya dihubungi tim buletin untuk sharing tentang studi dan pelayanan. Dalam hati kecil saya, rasanya kok saya kurang layak untuk topik ini, karena bahkan sampai tamat kuliah, saya masih dan akan terus belajar untuk maksimal di kedua-keduanya.
Mari berimajinasi beberapa kemungkinan kondisi mahasiswa baru yang diterima dan akan kuliah di STAN: membawa petuah-petuah sakti dari orang tua yang disampaikan sebelum berangkat, impian untuk memperoleh IP tinggi, bahkan lulus cum laude (di kamarnya ditempel potongan kertas yang berisi impian: Ayo!! IPK=3,75), dengar-dengar dari senior: ancaman DO tiap semester, sistem perkuliahan yang tak menentu (SSD: suka-suka dosen), setelah lulus: sindrom ‘prestasi menentukan lokasi’ (penempatan), obsesi cari pacar karena ingin dapat calon pendamping yang juga PNS, atau apa lagi?Bisa anda perpanjang sendiri daftarnya. Saya anak daerah, dan mengalami hampir semua kondisi tersebut, kecuali yang terakhir. Namun, seiring berjalannya waktu, ambisi-ambisi itu dikikis sedikit demi sedikit. Apalagi setelah saya mengenal PMK, wadah bertumbuh dan melayani, ambisi saya yang kelihatannya baik itu, ternyata hampir semua egosentris, dan perlahan-lahan dibelokkan menjadi Theosentris. Rasanya sangat sayang sekali, 3 tahun masa kuliah yang dianugerahkan Tuhan, cuma dipakai untuk kuliah, ditambah nge-kos, makan, tidur, main bola, belanja, mengerjakan tugas, begitu seterusnya. Saya sangat yakin ketika Allah mengizinkan 3 tahun di STAN ini, ada sesuatu yang lebih, yang harus saya kerjakan, dan itu saya dapat di PMK, terlebih lagi di KKP (kelompok kecil). Saya dibina dan mulai terlibat dalam pelayanan. Awalnya sebagai abid ibadah yang mengurus persekutuan tiap Jumat. Ternyata cukup memakan banyak waktu: mempersiapkan tema, pelayan, Pembicara, mendampingi latihan, sampai evaluasi, begitu setiap minggunya, selama setahun. Namun saya semakin menikmati, dan semakin lama semakin terlibat dalam pelayanan yang lebih besar dan luas lagi. Kalau boleh didaftarkan, pelayanan yang pernah saya kerjakan selama 3 tahun itu: abid ibadah, panitia Bintal, Retreat, BPH (Ketua 2, kemudian Ketua Umum PMK STAN), Guru Sekolah Minggu GKI BIntaro Utama, PKK (pemimpin KKP), P-PIPA, ditambah pelayanan di PMKJ/ Perkantas Jakarta, sangat melelahkan, dan pasti menambah beban pikiran, namun ada sukacita di lubuk hati. Sangat menyita waktu, bahkan sampai di titik saat saya ‘keteteran’ dalam studi. Hanya belajar kalau di kelas. Kalau dosen tidak masuk, ya tidak belajar. Lebih suka baca buku rohani daripada Akuntansi, lebih sering bawa Alkitab daripada Kitab UU Perpajakan. Akhirnya tidak mengerti apa-apa, ujian mendekat. Seringkali menyalahkan dosen, sistem perkuliahan. Padahal harusnya saya sadar, bahwa tugas mahasiswa adalah belajar (aktif), bukan diajar (pasif). Untung ada teman-teman persekutuan yang menolong saya. Akhirnya saya belajar, menyeimbangkan antara studi dan pelayanan. Di tingkat 3 saya sangat bersyukur, bersama beberapa teman PMK, kami membentuk kelompok belajar, dan saya sangat merasakan dampaknya. Pelajaran yang kosong, tidak dimengerti, jam tentir yang tak terikuti, tak jadi masalah berarti lagi, karena kelompok belajar yang siap mengganti Wah, pokoknya senang sekali, pelayanan dan studi berjalan berdampingan.
Dalam perenungan saya, adalah kerugian yang tak tergantikan, apabila seseorang yang mengaku mahasiswa Kristen, namun selama masa yang terbatas dan singkat di kampus hanya digunakan untuk kuliah, tak menggunakannya untuk menyaksikan Kristus dan karya-Nya pada orang lain. Alasannya apa? Banyak. Misalnya: “sekarang masa kuliah, jadi fokus ke kuliah dulu”. (Pendapat ini sebenarnya diformulakan dari nasihat orang tua kebanyakan: “kau kesana untuk kuliah, jangan macam-macam”. Adakah orang tua yang ikut menitipkan pesan pelayanan kepada anaknya? “Kalau ada kesempatan, melayanilah! Gunakan waktumu sebaik-baiknya.”. Jarang sekali. Dan saya sangat merindukannya. Mungkin pesan penting lainnya adalah: “Jangan pindah gereja/ cari gereja yang baik. Rajin-rajin gereja.”. Titik sampai di situ. Tidak ada dorongan melayani). Kalau kita pakai pandangan ini, kita tidak akan pernah terlibat dalam pelayanan. Waktu kuliah: fokus kuliah dulu, waktu kerja: fokus kerja, waktu berkeluarga: fokus keluarga, akhirnya: tak jadi-jadi ambil pelayanan. Atau alasan yang lebih rohani: “Yang penting aku belajar baik, studiku baik. Bukankah itu pelayananku?”. Ya, sangat setuju. Tapi, masakan pelayananmu hanya dalam bentuk studi yang baik? Terlalu egois rasanya. Tidak adakah bagian yang lebih nyata untuk mengenalkan Kristus pada orang lain, dalam penginjilan, pembinaan (pemuridan), pelipatgandaan orang-orang, untuk menghasilkan alumni yang bukan hanya bermutu dalam ilmu namun juga iman???
Mungkin inti masalahnya adalah bagaimana menjadikan Kristus yang terutama, menjadi poros kehidupan. Seperti roda, apapun yang sedang kita prioritaskan, tetaplah porosnya adalah Kristus, sekalipun suatu saat nanti akan berganti prioritas (berputar), tetap semua berpusat pada Kristus. Melakukan semuanya untuk Tuhan (Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia- Kol3:23). Wah, indah sekali bila kita menerapkannya. Kuliah yang baik, bukan untuk cari nilai, tetapi cari ilmu, bukan sebatas menyenangkan hati orang tua, tetapi menyenangkan hati Allah. Seimbang antara studi dan pelayanan. Bukan fokus studi namun menerlantarkan kesempatan (kairos) pelayanan, bukan pula fokus pelayanan namun melalaikan tanggung jawab belajar dan jadi batu sandungan.
Seperti yang saya tulis di awal, saya juga bergumul dan terus belajar untuk menyeimbangkan keduanya. Saya belajar banyak dari orang-orang yang saya teladani, yang sama-sama dianugerahi 1 hari=24jam, dan mereka mampu mengefektifkannya. Saya pun terdorong untuk itu, bahkan setelah alumni. Di tengah pekerjaan, saya komitmen untuk pelayanan sebagai penilik dan pendamping pelayanan mahasiswa Jakarta, khususnya STAN, meskipun menempuh jarak dari Karawang, Jawa Barat. Dan setelah alumi pula, saya semakin menikmati pekerjaan Allah dulunya sewaktu saya kuliah. Seperti doa seseorang, doa saya sewaktu menjadi mahasiswa: “Ya Tuhan, anugerahkanlah studi yang baik, persekutuan yang baik, gereja yang baik.”. Puji Tuhan, Dia jawab ketiga-tiganya. Dan 3 tahun, adalah waktu yang sangat singkat, untuk melayani selagi mahasiswa, jadi jangan sia-siakan, jangan gantikan dengan sesuatu yang nilainya hanya sementara. Hold tightly to what is eternal. Hold lightly to what is temporal! Selamat melayani rekan-rekan mahasiswa dan alumni. Ingat, visi pelayanan mahasiswa adalah menghasilkan alumni yang berintegritas. Artinya? Mampu mengintegrasikan iman dan ilmu. Soli Deo Gloria. Semuanya milik Tuhan, studi, pekerjaan, pelayanan, waktu, harta, seluruh hidup kita. Seperti tema bulletin ini: I’m YOURS. Seperti kata pemazmur: “I am yours--save me! I have tried to obey your commands” (Psalm 119:94-TEV).
Salam dari Karawang, Kawas Rolant Tarigan.
Pak, Mak, apa kabar? Wah, sudah bulan Desember. Di mall-mall, pohon Natal udah dipasang, pernak-pernik Natal dijual sana-sini, lagu-lagu Natal terdengar hampir di setiap tempat. Gimana di rumah? Bapak mamak lagi sibuk apa? Pasti sekarang lagi sibuk-sibuknya latihan koor... Untuk festival koor, tampil di Natal Oikumene, Gereja, Sekolah dan Natal-natal lainnya. Dan pasti mamak sering kali ke salon dalam bulan ini untuk disanggul. Ya kan? :)
Aku jadi teringat waktu kecil, bulan Desember penuh kenangan, bulan yang paling ku tunggu (selain bulan Agustus). Di bulan ini pasti aku siap tampil dimana-mana. Hahaha... Mulai dari liturgi, puisi, deklamasi, drama, koor anak-anak, vokal group, cerdas tangkas Alkitab, dll, dan pasti aku pengen jadi juara satu. Hehehe... Bukan hanya di Natal Sekolah Minggu, tapi di Natal sekolah bapak, mamak, natal STM, bahkan kalian suruh pun tampil di natal-natal arisan. Wah, heboh... Beberapa hal yang masih kuingat setiap kali aku di depan, bapak pasti sibuk mengambil kamera dan memotretku dari berbagai sisi setiap aku tampil, atau sehabis Natal, pasti mamak nyuruh kami poto di depan pohon Natal gereja, dan sering kali sikapku adalah sikap sempurna tanpa ekspresi (atau tangan dimasukkan ke dalam kantong celana). Hahaha... Foto kami bertiga masih ada di kamarku. O iya, ada lagi yang lain. Saat itu baju putihku cuma satu (itupun “kembar” sama B’ Epon, beli dua biar murah, modelnya sama persis, cuma beda ukuran, katanya supaya bagus kelihatan seragam. Jadi aku sering ketawa sendiri sekarang kalo ngelihat anak-anak kecil orang Batak yang bajunya kembar-kembar). Hahaha... Jadi baju putihku itu harus beberapa kali cuci kering pakai, karena dalam seminggu ada beberapa Natal, dan pakaiannya putih-hitam. Saat itu juga mamak pasti memasangkanku dasi kupu-kupu, karena aku gak bisa memasangnya sendiri. Dan setelah semua siap, setelah rambutku disisir ke samping, mamak pun membanggakan: “Ah, ganteng kali anak mamak...”, aku pun jadi PeDe, padahal seringkali kurasa saat itu celanaku udah kekecilan, jadi agak gantung, tapi gak papa. Hanya mamak yang bilang aku ganteng. Hahahaha...
Tapi itu sampe aku SD aja. Setelah SMP gak gitu lagi. Aku mulai laris jadi gitaris Natal. Hehehe...
O iya. Mamak udah buat kue belum? Teringat dulu waktu kecil, bulan segini pasti kita udah sibuk buat kue. Semua kerja. Dan setiap tahun bagianku (sama b’ Epon) adalah mengupas kacang, untuk dibuat kacang tojin. Kacangnya disiram air panas, dan dikasi garam, terus dipencet-pencet supaya terkelupas. Awalnya seru, tapi lama-lama (karena kacangnya banyak) tangan udah kisut, bosan juga. Akhirnya jadi main-main. Gitu juga kalo buat kue yang lain. Jadi tukang ayak tepung, giling adonan pake botol, atau ngoles kuning telur di atas kue kacang atau kue keju. Awalnya seru, lama-lama bosan, main-main, akhirnya: kena cubit! Wow. Setelah di-oven, aku selalu menanti ada kue yang pecah, rusak, gagal lah pokoknya, dan langsung dimakan. Lama-lama dimarahin, karna ternyata kue yang sempurna cuma dikit. Kalo semua kuenya udah jadi, mamak nyimpan stoples kuenya di kamar, supaya gak kami habiskan. Hahaha…
Hah,,, seru ya, momen-momen Natal gitu... Bapak, mamak, Natal ini aku gak pulang (lagi)... Tapi semoga keceriaan Natal kita tiap tahun makin bertambah, seiring berkat-berkat Tuhan yang tak pernah habisnya. Dan semoga kita juga enggak terjebak di kesibukan Natal, sekedar pelaksana/ panitia, peserta, atau sekedar seremonial. Tapi kita boleh terus mengingat kasih Allah, yang menyertai kita itu, DIA lahir demi kita, dan ingin tinggal tetap di hati kita, melakukan perubahan-perubahan istimewa supaya kita juga boleh menjadi perwujud-hadiran-Nya di sekitar kita. DIA lahir menghadirkan damai, sukacita dan keselamatan buat dunia ini. Tapi biarlah semuanya itu dapat kita tunjukkan di dunia yang paling kecil: keluarga kita, atau lebih kecil lagi: diri kita sendiri.
Sekali lagi Bapak, mamak, selamat Natal ya… Walaupun aku gak pulang, tapi kalian selalu ku ingat dalam doaku. Oh iya, bentar lagi kan tahun baru. Apa harapan di tahun baru nanti? Kalau aku sederhana aja, semoga kita semua masih mampu tersenyum tulus karena kesadaran bahwa Tuhan telah, masih, dan akan terus menyertai keluarga kita.
Salam rindu dari Karawang,
Kawas Rolant Tarigan
*satu lagi: Bapak tau gak sih, bisa facebook-an lewat hp bapak itu? Kapan mamak punya facebook? Hehe… Miss you all…
KTB 05 harus dihidupkan lagi!!
Kenapa? KTB: Kelompok Tumbuh Bersama. Untuk orang berTUMBUH, dia perlu komunitas (KELOMPOK), dan betapa susahnya bertahan kalau dia hanya sendiri, dibutuhkan wadah keBERSAMAan. Untuk itulah KTB ada. Sudah cukup kebaktian kantor? Berapa orang yang punya persekutuan kantor? Bagi yang ada, berapa sehat persekutuan kantor? Bagi yang persekutuan kantornya baik, maukah membagikannya dengan yang lain? Di mana kita yang dulu pernah dibina bersama bisa kembali lagi saling belajar firman, sharing dan mendoakan saling menguatkan. Kesenangan hati karena: “ah,,, ternyata ada yang mendoakanku”. Berapa orang alumni yang masih setia dalam perkara kecil? Atau sudah larut dalam kompromi2 kecil, kemalasan? Dari semua pertanyaan itu, mungkin jawabannya 1 yang efektif: ayo, kita KTB lagi!
Sejarah mencatat, apa yang mampu membuat orang bertahan setia pada kebenaran? KTB salah satu jawabannya.• PMK-PMK berdiri, mulanya hanya diawali oleh KTB-KTB
• Pejuang-pejuang kebenaran, contohnya: KAMG (Komunitas Air Mata Guru) hanya dimulai dan dipertahankan lewat KTB
• Beberapa tokoh: Pieter Jacob, Rully Simanjuntak, Mangapul Sagala, Jonathan Parapak, Zakheus Indrawan, dll mampu setia karena terus ber-KTB
• Daniel, Mesakh, Sadrakh, Abednego mampu bertahan karena KTB mereka.
• Masih banyak lagi yang bisa teman2 tambahkan, bahkan hal-hal kecil atau orang-orang yang kita jumpai sehari-hari.
KTB ini hanya mimpi, kalau tidak diwujudkan. Ayo, kita KTB lagi. Kami sudah membuktikannya melalui kelompok yang lebih kecil (Kawas, Dapot, Anu, Anto, Valen, Misni, Angga), hari Jumat yang lalu, berkumpul di Monas, di bawah pohon rindang, duduk di atas koran, dengan banyak snack, membahas Filipi 1:1-11. Wah, indah sekali... Dari situ kami menyatakan perjuangan untuk terus mempertahankan KTB kita, bahkan dalam kelompok yang lebih besar. Ini doa kita bersama, bukan?
Doakan dan hadirilah: KTB 05 kita:
Sabtu, 12 Desember 2009 jam 13.00 di Monas. Bahan: Diberkati untuk menjadi Berkat bab 2.
Yang mimpin: cewek: Angga, cowok: Anu ; Pemusik: Kawas.
Datang ya semua teman-teman... Ajak semua PMK angkatan 05 semaksimal mungkin yang bisa kita ajak, jangkau dan hubungi.
Ditunggu ya temans... When you pray, will you pray for me?
Kis 2:42-47 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa... Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, .. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.
Shalom teman-teman. Aku mau mensharingkan tentang Retreat Koordinator XI. Retreat Koordinator (RK) adalah wadah pembinaan dan kesatuan bagi pemimpin-pemimpin PMK (Jakarta dan regional). Sudah dimulai sejak 1991, dan sekarang RK XI. (untuk setiap perkembangannya, ada di attachment from RK to RK). Kalau ditanya aku pribadi, tentang kebangkitan kampusku, aku akan jawab salah satu hal yang paling penting adalah RK IX (thn 2005), di momen itu PMK STAN ditolong bangkit, dan puji Tuhan bisa terus bertumbuh :). Hal itu jugalah yang mendorongku kenapa mau ambil bagian dalam kepanitiaan RK XI yang sangat melelahkan dan memakan banyak biaya, tenaga ini: aku adalah orang yang berhutang... Aku ingin kampus lain juga menikmati hal yang lebih baik lagi.
RK XI (Retreat Koordinator XI) diadakan untuk memperlengkapi pemimpin-pemimpin kampus dalam melayani di kampus (mengerjakan visi Allah di kampusnya) dan mengobarkan semangat visi kesatuan dan kedewasaan. RK XI diadakan di Bandung, 25-28 Februari 2010, dan dihadiri total sekitar 500 orang dari 14 kota besar di Indonesia, dengan tema Dipilih Allah Untuk DipakaiNya (D.A.U.D). Mengeksposisi tokoh Daud, pemimpin dengan penuh liku dalam sejarah Alkitab dan dicatat sebagai orang yang berkenan di hati Allah (Kis13:22), kiranya demikian juga pemimpin-pemimpin PMK.Karena momen besar, biaya yang dibutuhkan juga cukup besar. Total biaya yang dibutuhkan Rp.258.746.000 (target pemasukan dari donatur Rp.108.296.000). Kalau dirata-ratakan satu orang peserta selama 4 hari 3 malam memakan biaya sekitar 500 ribu per orang, dan itu pastilah sangat memberatkan bagi para peserta yang adalah mahasiswa. Apalagi bagi teman-teman yang ada di regional (Sumatera bagian selatan, Kalimantan, Sulawesi), yang untuk ongkos perjalanan sudah harus berjuang keras. Jadi semua peserta disubsidi dengan pencarian dana. Dan panitia juga membuat adanya perbedaan kontribusi peserta berdasarkan pertimbangan kesanggupan. Untuk kampus yang sudah memadai (alumninya juga sudah kuat), dikenakan 400 ribu per orang, begitu seterusnya, ada yang 300 ribu dan 200 ribu. Karena itulah kebutuhan pencarian dana sangatlah besar.
Apa yang bisa teman-teman berikan?
• DOA. Tolong doakan agar Allah dalam segala kemurahan-Nya menolong setiap persiapan Panitia, termasuk dalam menghubungi peserta, pelayan, dan pencarian dana.
• DIRI. Teman-teman bisa ikut ambil bagian dalam menghubungi peserta yang bisa teman-teman jangkau, atau ada teman-teman yang dihubungi sebagai pelayan.
• DANA. Teman-teman bisa menjadi saluran berkat Allah dengan memberikan donasi kebutuhan dana yang masih sangat besar. (Nomor Rekening ada di proposal RK). Bayangkan, berapa pun yang teman-teman berikan, itu sangat berarti untuk menolong (mensubsidi) peserta yang membutuhkan. Mungkin kondisi kita berbeda-beda, mungkin sedang di saat-saat (atau akan) banyaknya pengeluaran; namun, bukankah di situ letak arti indahnya memberi? berapa pun yang teman-teman sisihkan, sangat berarti di mata Allah. Teman-teman tidak harus memberikan sekaligus, kita juga bisa menjadikan donasi ini sebagai salah satu persembahan bulanan (mungkin sampai Februari), yang mungkin nilainya tidak terlalu besar, namun sangat berarti bila dikumpulkan dengan setia.
Terima kasih teman-teman. Ditunggu responnya. Kiranya Allah terus bekerja melalui orang-orang yang Dipilih Allah Untuk Dipakai-Nya. Ini doa kita.
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”. Roma 11:36.
Salam persahabatan, Kawas, panitia RK XI.