Kawas Rolant Tarigan

-now or never-


Banyak orang terlibat pelayanan, tapi sepertinya tidak banyak yang selalu merenungi, apakah yang dilakukannya benar-benar pelayanan atau bukan. Bagi sebagian orang mungkin itu tetap bisa disebut sebagai pelayanan, tetapi secara radikal bukanlah pelayanan.

1. Pelayanan yang tidak jelas motivasinya
Kenapa melayani? Ya kenapa ya... ya gitu deh. Kan bagus, dari pada tidak berbuat apa-apa. Memang tidak sesalah: ingin cari perhatian, ingin dapat kenalan, ingin tampil, terkenal; tapi tidak jelas dan tidak tajam. Dan itu yang bahaya, padahal kelihatannya baik. Kenapa jadi guru sekolah minggu? Karena suka anak-anak. Kenapa harus jadi guru sekolah minggu? Jadi guru TK aja, kan banyak anak-anak? Kenapa jadi gitaris, MC? Bakat ku kan di situ. Kenapa gak bentuk grup band aja kalau punya bakat di situ? Kenapa mau jadi panitia ini? Kenapa memutuskan untuk jadi seksi acara/ pubdok/ perlengkapan/ dana/ konsumsi, dll? Gak ada yang mau jadi seksi doa, karena berdoa aja kerjanya? Harusnya pertanyaan ini bisa dijawab dengan mantap oleh orang-orang yang komitmen di pelayanan itu. Jika tidak, jangan heran banyak orang berhenti di tengah jalan, tidak jelas motivasinya, sekalipun kelihatan baik, tidak ada sukacita sejati setelah melayani, senang mungkin iya, karena memang cocok mengerjakan hal itu, tapi bukan damai sejahtera. Dan pelayanan apakah yang pantas disebut pelayanan jika tanpa motivasi yang jelas? Atau ada juga pelayanan yang versi ini: waktu ditanya, pelayanan dimana? Jawabnya: hidupku adalah pelayananku, atau aku melayani lewat donasi sih sekarang. Benar juga sih, tapi bisa jadi salah, kalau tidak ada pergumulan untuk terlibat lebih dalam, atas pertanyaan what, where, when, who, why, how?


2. Pelayanan yang bukan dikerjakan oleh pelayan
Pelayanan adalah respon ucapan syukur dari orang-orang yang sudah ditebus Kristus, diselamatkan, dengan kesadaran penuh akan kebutuhan untuk terus berelasi dengan Allah dan sesama, serta rasa berhutang agar orang lain juga dapat menikmati apa yang telah dia nikmati bersama Allah. Melayani dengan sadar bahwa Allah terlebih dahulu melayani, dengan ‘turun tahta’, datang ke dunia, mengambil rupa seorang hamba dan taat sampai mati di kayu salib demi orang-orang yang dikasihi-Nya. Hal ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang hidupnya telah diubahkan Kristus dan membiarkan Kristus yang terus menguasai seluruh hidupnya, hati dan pikirannya. Dia tau apa artinya menghamba, melayani, siapa yang sesungguhnya sedang dilayani, dan apa yang berkenan saat melayani, bukan sekedar berbuat ini itu, bukan sekedar mengerjakan target, deadline, program, atau sebuah event. Tidak jarang melihat ‘pelayanan yang tidak hidup’ karena pemusiknya hanyalah musisi, tapi bukan pelayan (mungkin sedang show); singernya adalah penyanyi, tapi bukan pelayan; panitianya adalah event organizer, tapi bukan pelayan. Selama dia belum terima Kristus, tidak ada relasi dengan Kristus, belum cinta Kristus dan benci dosa, dia bukanlah pelayan. Dan pelayanan apakah yang pantas disebut sebagai pelayanan jika tidak dikerjakan oleh para pelayan?

3. Pelayanan yang egois
Sepertinya ini terjadi secara tidak sadar, bahkan oleh seorang pelayan yang jam terbangnya sudah tinggi, atau pelayan yang sudah begitu banyak terlibat dalam pelayanan di sana sini. Kenapa melayani? Untuk menjaga kondisi kerohanianku, supaya aku tetap terlibat dalam pelayanan, untuk mengisi waktu kosongku dengan hal yang mulia, supaya aku tetap disegarkan oleh firman Tuhan, supaya aku tetap bisa bersekutu, supaya aku, aku, aku... Tidak ada yang salah dari alasan-alasan itu, tetapi adakah alasan lain selain aku, aku dan aku? Kita terlibat begitu banyak pelayanan, tanpa henti, bahkan rangkap, supaya apa? Supaya aku... aku... Sampai di situkah? Tidak heran kalau banyak pelayan yang kelelahan, karena dia sedang melakukan ‘pelayanan yang egois’. Anugerah terbesar dalam kehidupan manusia adalah saat Allah (yang tidak egois) memberikan anakNya, Yesus Kristus, sebagai Juruselamat bagi umat manusia. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. Pembaharuan ini seharusnya membuat para pelayan mampu mengasihi Allah dan orang-orang yang Allah kasihi. Jadi bukan sekedar supaya aku, tapi supaya Allah, dan supaya umat Allah... Pantaskah disebut pelayanan jika pelayanan itu egois?

Aku jadi teringat cerita 3 tukang batu. Dari satu pertanyaan: “Apa yang sedang kamu kerjakan?”, ada 3 jawaban (yang tidak salah, namun berbeda):
Tukang batu 1: aku sedang meletakkan satu batu di atas batu lainnya.
Tukang batu 2: aku sedang mencari nafkah untuk istri dan anakku
Tukang batu 3: aku sedang membangun sebuah gereja besar, suatu saat nanti semua orang akan menyembah Tuhan di gereja ini.

Kita juga sering terjebak berpikir demikian. Namun tukang batu yang ketiga mampu melihat visi besar dalam hal sederhana yang dia lakukan. Harusnya kita juga berjuang untuk terus melayani dan menyadarinya sebagai bagian kecil dari rencana kekal Allah bagi dunia ini. DIA bisa pakai siapa saja untuk melayani-Nya, tetapi sungguh sayang ketika kepercayaan/ anugerah itu diberikan kepada kita namun kita menyia-nyiakannya dengan tidak memberikan yang terbaik di waktu yang tidak banyak/ terbatas ini.

Ngomong tentang pelayanan juga, pasti teringat perikop Maria dan Marta (Lukas 10:38-42). Marta sibuk sekali melayani. Tidak ada yang salah dengan Marta, tapi dia hampir kehilangan kesempatan terbaik untuk mengenal Tuhan Yesus. Dan itu yang ada dalam diri Maria: “...hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (ay.42). Banyak hal baik yang bisa kita lakukan, tapi jangan-jangan itu bukan yang terbaik? Saya setuju LAI memberi judul Maria dan Marta, padahal yang disebut duluan dan paling banyak beraksi adalah Marta, baru Maria. Tapi bukan banyaknya aksi, hanya Maria memilih bagian yang terbaik, melakukan apa yang Tuhan mau (bukankah itu pelayanan? Pelayan melakukan apa yang disuruh Tuan), duduk diam dengar Tuhan ngomong. Jadi, bagaimana evaluasi pelayanan kita selama ini?

Mungkin setelah membaca tulisan ini, Anda akan berkata: “ah... tulisan ini mah udah biasa. Semua juga udah pada tau. Apalagi yang udah terbina di pelayanan siswa, mahasiswa, alumni, gereja, sekolah minggu sampai kaum lansia. Gak ada yang baru”. Memang. Sama seperti halnya seorang teman berkata kepada anda untuk membersihkan kamar anda yang berantakan. Anda pasti sudah tau itu. Tapi ketika akhirnya anda melakukannya juga, anda lalu berkata: “Oh... ini nih pulpen yang gw cari dari kemaren-kemaren... Ketemu juga akhirnya... thanks ya...”.

Tidak ada salahnya menjadi Marta, asalkan ada hati Maria di dalamnya...



*buat mereka yang merasa sedang melayani atau mengurus pelayanan...

6 komentar:

Anonim mengatakan... 29 Jul 2010, 18.07.00  

hmmmmmmmmmmmmm.

Trimakasih ya kawan buat artikelnya..saat ini sedang meminta Tuhan menguji hatiku apakah sungguh2 memiliki sikap yang benar untuk suatu pelayanan yang kuambil

> anonim: hmmm... Selamat melayani

> kia: selamat mengikut Dia...

Anonim mengatakan... 1 Agu 2010, 00.58.00  

olive : thanks ya,bang....bersyukur n tertegur ^^

Anonim mengatakan... 1 Agu 2010, 20.47.00  

thx bwt bacaan inspiratifnya.. sgt menegur n keren..!! semoga kita dpt selalu teringatkan akan hal ini.. amin..

> olive: thx, live... Terus semangat melayani dgn benar :)

> anonim: thx, selamat melayani

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo