Kawas Rolant Tarigan

-now or never-


Iman itu sederhana. Percaya saja dan lakukan. Bukan sekedar believe (percaya), tetapi trust (mempercayakan); bukan sekedar do (berbuat), tetapi obey (taat penuh). Sekalipun banyak hal yang tidak dimengerti dan dipahami, tapi tetap taat dan lakukan saja apa yang berkenan kepada Tuhan. Tidak gampang memang, tapi sesederhana itu. Kita harus berlutut dan sadar bahwa kita sangat terbatas dan tidak ada apa-apanya dibandingkan Allah yang tidak terbatas. Kita tidak akan mampu memahami sepenuhnya pikiran dan kemauan Allah. Kita hanya mampu mengetahui sebatas apa yang dinyatakan-Nya pada kita, khususnya yang tertulis di Alkitab. Itu saja. Dan Alkitab cukup, untuk memberi tahu segala sesuatu yang perlu kita ketahui, bukan yang ingin kita ketahui. Jadi jangan paksakan diri kita untuk mengerti dan mengetahui secara utuh pikiran-Nya Allah. Kita akan kecewa. Allah bukanlah objek yang bisa diteliti manusia melalui mikroskop. Manusia adalah ciptaan, dan Dia Pencipta. Mungkin kalau dibandingkan, jika pikiran Allah seluas samudera raya di bumi ini, maka pikiran kita hanyalah seperti gayung kecil. Mana mungkin satu gayung kecil mampu menampung isi seluruh lautan di bumi ini?

Iman itu sederhana. Sesederhana tindakan Abraham meninggalkan keluarganya menuju negeri yang ditunjukkan Allah baginya. Sesederhana perkataan Abraham sewaktu diminta mengorbankan Ishak, Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Sesederhana tindakan seorang janda miskin dari Sarfat yang memberi Elia makan dengan segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-bulinya. Sesederhana tindakan Ester saat menghadap Sang Raja Ahasyweros untuk memperjuangkan nasib bangsanya walaupun hukuman mati ada di depan mata. Sesederhana pernyataan Sadrakh, Mesakh dan Abednego saat akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu”. Sederhana bukan? Sesederhana tindakan iman perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan yang mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya dengan harapan "Asal kujamah saja jumbai jubah-Nya, aku akan sembuh."

Iman itu sederhana. Saya rasa perempuan yang sakit pendarahan itu percaya pada Tuhan sekalipun dia belum mengerti apa itu doktrin eskatologi, soteriologi, eklesiologi, dan logi-logi yang lain. Yang penting dia percaya, itu Tuhan, yang sanggup mengubahkan hidupnya. Maka kata Yesus kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!" (Luk 8:48). Sederhana bukan? Tapi sayang, iman sesederhana itu jarang dijumpai di kalangan Kristen saat ini. Orang banyak bergantung pada mujizat yang spektakuler, kalau tidak terjadi, dia kecewa, dia meragukan Tuhan. Mungkin dia lupa, banyak mujizat-mujizat sederhana yang telah dia alami. Bukankah masih bangun pagi itu adalah mujizat? Nanti malam masih ada nasi di meja makan, bukankah itu mujizat? Banyak orang semakin pintar, tapi justru makin meragukan imannya, ketika dia tidak bisa memecahkan dengan pikirannya dan menguasai sepenuhnya apa itu: konsep keselamatan, soteriologi, eskatologi, gimana nanti akhir zaman, apa itu Allah Tritunggal, apa itu predestinasi, konsep pilihan, konsep anugerah, keadilan, pengampunan, dst dlsb… Makin dia tidak mengerti, makin ragu dia akan apa yang dia imani. Padahal sederhana: seperti yang sudah saya sebut di atas: kita terbatas, jadi trust and obey aja. Memang, dalam pertumbuhan iman dan kedewasaan seseorang, kita harus semakin bertumbuh dalam knowledge dan character, kita harusnya semakin mengerti dan menguasai apa yang kita imani, tetapi jika kita tidak mampu mengerti seluruhnya, itu wajar, karena kita bukan Allah, dan itu harusnya membuat kita tertunduk takjub dan semakin mengagumi kemaha-kuasaan Allah, bukan malah meragukannya. Belum tentu apa yang tidak kita ketahui sekarang, memang tidak ada, atau bukan kebenaran. Seperti anak SD yang kita paksa mengerjakan soal matematika kalkulus yang rumit, dia akan stress dan mengatakan: jawabannya tidak ada! Benarkah demikian? Oh, ternyata setelah kuliah kita baru mengerti jawabannya. Sederhana bukan? Yang tidak kita ketahui sekarang bukan berarti tidak ada. Ikuti aja. Bukan harus mengerti segala sesuatunya dulu, baru kita ikut Tuhan, tapi itulah uniknya iman, dalam ketidak-tahuan kita, bukan kita yang sibuk untuk menggapai tangan Allah, tapi membiarkan tangan kita untuk dipegang oleh Tuhan. Seperti yang dialami Petrus, ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (Mat 14:30-31).
Apakah kau mengerti sepenuhnya cara kerja otakmu? Kalau tidak, mengapa engkau masih memakainya? Apa tidak lebih baik, keluarkan otakmu, pelajari sungguh-sungguh, setelah mengerti, baru pakai lagi? Kalau tidak mengerti, jangan pakai lagi!! Begitu? Kan tidak? Jadi, kita pelajari aja semampunya, dan jangan pernah lepaskan. Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. (Rom12:3)
Jadi, jangan tunggu mengerti dulu baru ikuti, tapi ikuti saja sambil mengerti. Makin mengerti, makin baik. Banyak yang tidak mengerti, pelajari, masih gak ngerti juga, ya imani… Sederhana.


*buat mereka yang pernah satu kelompok denganku, untuk belajar apa artinya beriman.

0 komentar:

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo