Aku terbangun, kelaparan. Terbangun, karena tadi ketiduran; lapar, karena tadi tidak selera makan. Akhir-akhir ini memang sering gelisah. Menyadari ternyata dirimu jauh dariku. Entah sampai kapan. Sangat menyadari arti hadirmu, di saat-saat aku sangat ingin di sampingmu, namun tak mampu. Coba kau ada di sini, berbagi waktu bersama, kau akan tahu detik ini bermakna. Saat-saat bersama dirimu, aku ingin melangkah lambat, harapku waktu ikut melambat, namun terasa sangat cepat. Tanpa dirimu, ku ingin waktu berlalu cepat, tapi rasanya melaju sangat lambat. Padahal waktu begitu saja tetap. Saat bicara denganmu, aku ingin waktu tak bergerak maju. Aku ingin bicara terus, supaya kau tidak merasa bosan dan menikmati waktu bersamaku. Aku senang dengan senyum-senyum kecilmu. Walaupun sering matamu tidak menatapku.Tapi aku ingin juga mendengar suaramu. Aku coba diam. Tapi kau juga ikut diam, dan memintaku untuk bercerita hal yang lain lagi. Itupun aku lakukan, meski harus menyiapkan segudang cerita, demi keceriaanmu. Begitu berharganya momen itu. Makanya, setiap saat yang kita lalui, buatlah itu seakan-akan saat yang terakhir. Saat aku memboncengmu, dekap aku erat, siapa tau itu saat terakhir aku bisa melakukannya; saat makan malam denganku, hadirlah bersama rohmu dan nikmati waktu bersamaku, siapa tau itu malam terakhir aku bisa memesankan menu buatmu; saat aku menatap wajahmu, tersenyumlah, siapa tau itu terakhir kalinya kau membuat diriku merasa orang paling beruntung di dunia... Kalau boleh memilih, tentu tak mau jauh darimu. Bagiku: bandara, stasiun, terminal, bahkan gerbang kosmu, adalah tempat menyedihkan, karena kau harus melambaikan tangan kepadaku, lalu berbisik menemani kepergian: “Hati-hati ya…”. Dan harapku, segera lagi bertemu. Seramai apapun orang di hadapanku, tetap ada yang kurang tanpa dirimu. Ketahuilah, aku rindu padamu. Aku benci nulis ini, karena membuatnya semakin merajalela. Sama seperti setiap saat habis bertelepon denganmu, ada rasa galau: senang, bisa mendengar suaramu, tapi setelah itu risau, karena sangat ingin di sampingmu. Sering berpikir untuk tidak menghubungimu, mengendalikan rasa itu, tapi bagaimana mungkin? Akhirnya kuhubungi lagi. Begitu sampai saat ini. Pernahkah kau merasakan hal yang sama? Tidak ingin menghubungiku, padahal saat itulah kau sangat ingin menghubungiku. Aku benci, kalau setiap bangun, ku lihat handphone-ku, tak ada apa-apa darimu. Tak ada gambar amplop kecil di sudut layar, tak ada ikon telepon di wallpaper. Tak ada sms darimu, tak ada missed call, tak ada tambahan inbox, tak ada have to do. Tahukah dirimu aku menanti semua itu? Aku baca lagi pesan-pesan lamamu, setiap kali aku merindukanmu. Bukan cuma itu, caramu menatap, memegang tanganku, saat ku membelai rambutmu, ah... sangat ingin memelukmu. Tolong beri aku bahumu untuk berbagi rindu. Kapan saatnya kau benar-benar tak jauh dariku lagi? Apa lihat nanti?? Ehm, semoga sang waktu akan berbaik hati. Ingat ini, setiap kali kau membaca tulisan ini, yakini: aku mencintaimu hari ini! Besok, gitu lagi. Tuhan, Penjaga semesta, Dia juga yang akan menjagamu.
Read More..
Kami memuji Allah yang setia, yang terus memelihara persekutuan ini. Kami melihat karya Allah melalui pelayanan Perkantas yang telah menghasilkan siswa, mahasiswa, dan alumni yang bisa berkarya menjadi saksi-Mu di tempat masing-masing. Dan kepada Allah yang setia juga, kami berdoa membawa pergumulan bangsa kami.
Kami bersyukur untuk masyarakat yang semakin sadar mengungkap kebenaran dan keadilan. Kami bersyukur untuk kegelisahan masyarakat dan lembaga masyarakat untuk menegakkan keadilan. Kami bersyukur untuk beberapa kasus penegakan hukum dan korupsi yang terungkap di bangsa kami. Tapi kami juga berdoa ya Tuhan, dimana kami sering kali dibiaskan, yang mana kebenaran yang sesungguhnya. Begitu banyak manipulasi yang terjadi. Tapi kami yakin ya Tuhan, kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan menjadi pemenang sekalipun dalam proses perjalannannya sering terkendala.Dan kami berdoa, kiranya dalam proses pengusutan kebenaran ini, Tuhan yang menguasai dan memakai orang-orang yang terlibat sehingga kebenaran nyata, oknum-oknum yang merugikan negara diproses dengan hukum yang adil, dan tidak adanya politisasi yang mementingkan golongan tertentu. Kami yakin, ada tangan Allah yang menopang sehingga bangsa ini bisa bertahan dan Allah yang setia sangat mengasihi bangsa ini sedang bekerja di dalam bangsa ini, buktinya Allah yang memelihara dan menghasilkan, siswa, mahasiswa, alumni, melalui pelayanan ini. Kami semakin sadar ya Tuhan, betapa pentingnya pelayanan siswa, mahasiswa untuk menghasilkan alumni-alumni yang takut akan Tuhan di profesi masing-masing. Kami berdoa, buat alumni-alumni khususnya di bidang hukum: para penegak hukum, dunia peradilan; bidang ekonomi: departemen terkait: keuangan, perindustrian, perdagangan; dan lembaga-lembaga yang bergerak di kedua bidang itu, baik LSM dan konsultan; di bidang media massa, para jurnalis; agar boleh berjuang menjadi saksi Tuhan di profesi mereka dan boleh berjuang untuk tetap melakukan kebenaran sekalipun itu sangat sulit dan memerlukan banyak pengorbanan. Kami juga berdoa untuk alumni-alumni, yang bekerja baik di instansi pemerintahan maupun swasta agar juga boleh berdiri teguh, tidak goyah menyatakan identitasnya sebagai murid Kristus dan biarlah kematian dan kebangkitan Kristus boleh membakar semangat mereka untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus dan bangkit berkarya menjadi duta-duta Kristus agar Kristus di-Raja-kan di bangsa ini.
Kami sadar ya Tuhan, kejahatan semakin merajalela, tidak selalu karena orang jahat bertambah banyak, tapi karena orang baik tidak melakukan apa-apa, sering memilih untuk diam. Karena itu ya Tuhan, kami berdoa untuk pelayanan para alumni, persekutuan alumni, Persekutuan Abdi Bangsa, untuk KTB-KTB alumni, untuk komunitas-komunitas alumni, agar boleh saling menolong bukan hanya memperjuangkan integritas pribadi tapi sampai memikirkan dampaknya pada orang di sekitarnya, menjadi teladan hidup dan juga mempengaruhi orang lain di sekitarnya untuk melihat terang Kristus yang bercahaya.
Kami juga berdoa untuk pendidikan di bangsa kami. Kami bersyukur tentang pembatalan UU Badan Hukum Pendidikan. Biarlah ini menjadi langkah awal untuk menciptakan pendidikan Indonesia yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat dan tidak adanya diskriminasi. Semua orang berhak untuk mengecap pendidikan, demi terciptanya masyarakat yang berkualitas. Mulai dari pendidikan anak usia dini, sehingga dari masa kecil pun mereka sudah dididik, dibina secara moral, sampai ke dunia perguruan tinggi. Sehingga, melalui sistem pendidikan yang benar, orang-orang yang dihasilkan bukan hanya handal dari segi ilmu tapi juga iman, karena kami tahu ya Tuhan betapa bahayanya ilmu tanpa iman.
Kami berdoa untuk alumni-alumni yang sedang bergumul tentang panggilan hidup dan profesi mereka. Biarlah dalam masa-masa berdoa dan menggumulkan panggilan hidup, mereka boleh peka mendengar panggilan Tuhan di mana Tuhan memanggil mereka dan memakai mereka di tempat yang Tuhan kehendaki sehingga mereka dapat menjadi alat Tuhan dan mampu mengintegrasikan iman dan ilmunya.
Ini doa kami ya Tuhan. Kami berdoa kepada Allah yang hidup!! Di dalam nama Yesus, Allah yang bangkit, yang kami rayakan hari ini dan itulah yang menjadi dasar pengharpan kami, dan kami tahu pengharapan kami di dalam Tuhan tidak sia-sia dan tidak mengecewakan. Amin.
Dalam waktu yang berlanjut, saya terlibat dalam 2 pelayanan besar. Jadi Panitia RK XI, 25-28 Februari 2010, melibatkan sekitar 400-an orang, dengan kebutuhan dana 250 jutaan. Kemudian jadi tim doa di Paskah Bona Pasogit, 2 Mei 2010, melibatkan sekitar 10.000 orang, dengan kebutuhan dana 450 jutaan. Acara yang hanya hitungan hari,namun disiapkan berbulan-bulan, dan menghabiskan dana yang sangat banyak. Terlalu berhargakah?
Sewaktu merenungkan ini, saya diingatkan Kak Fifi tentang cerita Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa (Mrk5:1-20). Hanya demi memulihkan 1 orang gila, Yesus mengorbankan kira-kira 2000 ekor babi. Demi pemulihan 1 orang gila! Yang siang malam berkeliaran di kuburan. Bukan orang terpandang, bukan mahasiswa (yang mungkin saja setelah dipulihkan ada peluang menjadi pemimpin). Hanya demi 1 orang tersisih, ribuan ekor babi, yang merupakan mata pencaharian penduduk Gerasa, dikorbankan. Namun akhir cerita ini sangat menarik, (mantan) orang gila yang sudah sembuh itu pulang dan menceritakan apa yang telah diperbuat Tuhan atasnya dan betapa Tuhan mengasihani Dia, kepada orang sekampungnya.
Di momen besar seperti RK XI dan Paskah Bona Pasogit, mungkin hanya beberapa orang yang dipulihkan. Namun di balik mereka, ada puluhan pengurus, ada ribuan jemaat, ada orang sekampung, yang akan mendengar apa yang telah dilakukan Allah atas dirinya. Kalau satu orang saja bertobat menyebabkan sukacita di sorga (Luk15:7), apalagi lebih dari itu?
***
“Untuk apa dana sebesar itu, hanya untuk acara singkat yang hasilnya belum tentu jelas kelihatan? Mending uang sebesar itu dibagikan untuk orang miskin?”. Seringkali saya mendengar pendapat yang mulia ini. Namun dalam masa prapaskah, saya kembali dikejutkan dengan cerita Yesus diurapi di Betania (Mat26:6-13; Mrk14:3-9; Yoh12:1-8) sebelum kematian-Nya. Ada perempuan yang menghabiskan minyak wangi yang sangat mahal, 300 dinar, hanya untuk meminyaki Yesus. Kalau 1 dinar adalah upah pekerja 1 hari, maka minyak wangi itu diperoleh dengan bekerja selama 300 hari (dengan catatan, full 7 hari dalam seminggu, dan semua upah tidak ada yang dipakai untuk keperluan lain selain ditabung membeli minyak wangi). Atau kalau sekarang upah 1 hari sekitar Rp.50.000, maka harga minyak wangi itu sekitar Rp.15.000.000. Habis dalam sekejap! Dan ada yang komplain: untuk apa pemborosan ini? Lebih baik minyak wangi itu dijual dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin? Pendapat yang wajar. Namun tidak untuk Yesus! Yesus malah memuji perbuatan perempuan itu sebagai perbuatan baik, dan menambahkan: “Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu.”(Mrk14:6-7). Yesus melihatnya bukan sebagai pemborosan, namun menyadarkan apa artinya memberikan yang terbaik, yang paling berharga, segala apa yang dimiliki, kepada yang Pantas mendapatkannya. Menarik sekali penutup cerita ini: “sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukan perempuan ini akan disebut juga untuk mengingat dia”. Luar biasa. Karena Injil memang sebuah kabar tentang apa arti memberikan segala-galanya, yang paling berharga. Bukankah hal itu yang terlebih dahulu Yesus lakukan demi anda dan saya? Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp2:6-8). Dan itu pula respon yang DIA inginkan dari kita: memberikan yang terbaik, yang paling berharga, segala apa yang kita miliki, hanya untuk Dia. Bukankah Dia telah memberikan segala-galanya? Dan bukankah memang segala-galanya adalah kepunyaan-Nya?
***
Saya bukan menyetujui setiap acara yang dilangsungkan mewah dan menghabiskan banyak dana, atau malah memberatkan jemaat karena harus membayar mahal. Justru dalam beberapa perayaan, saya sering melihat pemborosan yang tidak seharusnya, yang semestinya bisa sederhana dan hemat. Yang perlu kita lakukan dalam suatu event adalah: berikan yang terbaik kepada Allah dan jemaat-Nya!! Lalu, mulailah persiapkan segala sesuatunya dengan penuh pertimbangan dan mohon hikmat dari Allah. Kalau memang akhirnya dana yang dibutuhkan cukup besar, berdoalah kepada Allah yang punya pelayanan, dan bertindaklah dengan peka terhadap jawaban doa melalui saluran berkat yang disediakan-Nya. Untuk momen-momen pelayanan yang memang dikerjakan sungguh-sungguh demi kemuliaan Allah saja, saya belum pernah melihat pelaksanaannya gagal karena kekurangan dana. Itu saya alami sendiri di RK XI. Bahkan kami memulai Retreat ini dengan dana yang masih kurang 90 juta, namun di hari terakhir Dia cukupkan semuanya, bahkan lebih dari yang sanggup kami pikirkan dan doakan. Setelah acara selesai dan diadakan perhitungan, malah dana surplus sekitar 25 juta. Kurang luar biasa apa lagi Allah itu? Karena angka ratusan juta sangatlah besar bagi kita manusia yang terbatas, tapi tidak bagi Allah yang Empunya langit dan bumi serta segala isinya!
Tidak ada yang terlalu berharga untuk dipersembahkan kepada Allah. Tidak ada yang terlalu berharga demi jiwa-jiwa yang datang kepada Allah.
“For from him and through him and to him are all things. To him be the glory forever! Amen.” (Rom11:36)
Dari perenunganku, tema yang pas untuk bulan Maret 2010 ini adalah “tak seperti biasanya”. Semua yang terjadi, dan aku nikmati, berbeda dari biasanya.
• Mengawali bulan ini dengan menjalani sisa cuti 1 hari dari total yang ku ambil untuk RK XI.
• Retreat Koordinator XI telah usai, di akhir Februari. Tapi momen ini menyisakan banyak hal untuk dikenang. Mengerjakannya selama 6 bulan bukanlah hal yang gampang untuk berlalu begitu saja. Kini, tak ada lagi rapat tiap minggu, tak ada lagi koordinasi-kordinasi dengan panitia lain, tak ada lagi pokok doa harian yang di-print, tak ada lagi kertas-kertas coretan yang selalu di tas dan hampir hancur karena dibawa kemana-mana, tak ada lagi suara ketawa mereka, tak ada lagi sms nanya perkembangan dan pokok doa, berjuang mencari rupiah demi rupiah. Tak ada lagi. Kini, berjalan tak seperti biasanya, 6 bulan yang telah menjadi kebiasaan itu. Semoga RK XI ini tidak hanya berlalu menjadi program pembinaan shortcut, yang sangat dinikmati selama 4 hari 3 malam, namun tanpa dampak di kampus-kampus peserta. Semoga follow up demi follow up mampu menolong konsep yang baik itu bisa diterapkan jadi kenyataan di PMK. Eh, btw, panitia, kapan rapat evaluasi dan LPJ? Wah, jangan terlena dengan hari-hari yang “tak seperti biasanya” ini. Tanggal 18 April ya, lengkap! (katanya memecahkan rekor sebagai panitia terlama untuk LPJ dan surplus dana terbanyak). Hehehe...
• Tanggal 16 hari libur, hari raya Nyepi, dan aku merasa sepi. Sendirian seharian di mess. Memang ‘libur terjepit’ ini dimanfaatkan orang-orang untuk melakukan berbagai hal. Tinggallah aku sendiri, tak seperti biasanya. Tapi itu membuatku bersemangat untuk... beres-beres kamar! Jemur kasur dan bantal, nyapu, ngepel, beresin buku-buku, kertas-kertas. Habis itu, servis motor. Mau dicuci, eh malah hujan. Dan tak terasa sehari sendiri itu cepat berlalu, tak seperti biasanya.
• Tanggal 20, UNTUK PERTAMA KALINYA dalam tahun ini, aku Kelompok Kecil lagi dengan AKK-AKK-ku. Mereka lagi diklat di Jakarta, dan aku lihat hari itu kosong, aku ajak berkumpul dan setelah negosiasi, ternyata bisa... Senangnya... Mumpung lagi di Jakarta (yang dari Lampung dan Bandung, 2 orang tetap di Medan; atau mumpung sebelum kami terpisah lebih jauh lagi kalau mereka nanti penempatan di luar Jawa :D). “Jangan bahas bahan ya bang... Sharing-sharing aja”, katanya. Alasannya capek karena diklat. Tapi aku gak mau. Harus bahas bahan, karena entah kapan lagi kita bisa ketemu. Kemudian penawaran meningkat: “Bahas bahannya sambil makan-makan aja bang...”. Aduh... sori, penawaran kedua juga kutolak. Di kosan aja kalian susah fokus, apalagi di mall? Nanti, setelah selesai, baru kita makan-makan :) Aku sangat menikmati KK hari itu. Sewaktu berdoa, bahkan aku sempat menahan tangis. Aku merasakan keterbukaan (dan ketertutupan) di antara kami. Mereka itu unik: ada yang susah fokus, ada yang gak bisa diam, ada yang suka nyeletuk, motong pembicaraan, nunggu giliran, ngelihat kemana-mana, aneh-anehlah pokoknya. (cerita lengkap tentang KK, ada di artikel “Kelompok Kecilku” http://kawasrolanttarigan.blogspot.com/2010/04/kelompok-kecilku.html). Bagaimana ya, kalau kami nanti memang tidak ketemu lagi? Bagaimana nanti kalau mereka di dunia kerja? Masihkah cinta Allah dan benci dosa? Dalam kegagalan dan keterbatasanku sebagai PKK, aku menyerahkan mereka dalam tangan Allah yang kuat.
• Besoknya, tanggal 21, UNTUK PERTAMA KALINYA dalam tahun ini, aku KK lagi ke atas. Ini juga tak seperti biasanya. Kami ketemu di plaza, makan malam, dan pertemuan terakhir dengan Andre yang ternyata penempatan di Palu, menyusul Saudara KK kami, Ido yang sudah setahun di Palu. Ah, berpisah lagi dengan satu orang yang kukenal sifat tabahnya. Belum lagi kalau PKK kami jadi berangkat ke Papua, tinggallah aku sendiri di Jawa ini. Pembicaraan terakhir kami di tempat parkiran sangat berkesan bagiku. Ayo, sama-sama berjuang ya...menjadi saksi Tuhan, di manapun. Siapa duluan kawin? Hihihi...
• Jawa Barat bagi-bagi bencana. Ternyata dalam menangani banjir pun mereka menggunakan visi kesatuan dan kedewasaan, tidak membiarkan satu daerah ‘menikmati’ sendiri, yang lain juga harus merasakan. Jangan-jangan ada (mantan) pengurus PMKJ di situ. MENYADARI BAHWA: rasa ‘turut merasakan’ itu perlu. Kabupaten Bandung kena banjir besar, dialihkan ke Jatiluhur, Purwakarta. Air semakin tinggi, Purwakarta membuka pintu air, bagi-bagi air ke Karawang. Alhasil, tak ada hujan, tak ada badai, Karawang pun banjir besar!!! 13 kecamatan tergenang air. Permukaan sungai hampir sama dengan jembatan. Walaupun mess dan kantorku tidak sampai terkena banjir, namun air sudah mengelilingi kelurahan ini, jadi tidak bisa terlalu jauh kemana-mana. Tak seperti biasanya.
• Bulan Maret ini pun beda dari bulan biasanya, dalam hal kerjaan di kantor pajak. Semua Wajib Pajak di seluruh Indonesia wajib melaporkan SPT Tahunannya paling lambat 31 Maret. Sangat melelahkan. Direktorat Jenderal Pajak jadi sorotan. Dan di saat begitu... makin disorot lagi, dengan munculnya kasus makelar pajak di Polri yang melibatkan satu oknum pegawai DJP, dengan nilai sampai 25M. Semua media menguak hal ini. Suka-suka hati media mengabarkan berita yang mereka inginkan, entah tuntas entah tidak. Habis kasus pembunuhan, kasus Bank Century, teroris, banjir, korupsi pajak, entah apa lagi. Padahal bukankah sebenarnya tokoh utama dalam kasus ini adalah makelar kasus dalam tubuh Polri?? Kenapa satu pegawai pajak –yang hanya pemeran pembantu menjadi sorotan utama? Instansi Pengadilan disorot pun tidak?? Tapi itupun aku bersyukur. Ini sebuah tamparan bagi DJP, khususnya dalam hal kepatuhan internal. Selama ini yang dilihat kulit luar saja: kerapian, sandal jepit, name tag, absensi, tapi??? kebobolan 25M. Aduh-aduh... Malunya... Tapi dari diskusi intern DJP, aku yakin generasi muda di DJP sangat ingin instansi ini bersih dari benalu-benalu sisa kotoran lama, ataupun hasil regenerasi kilat orang-orang serakah. Dan sakitnya hati ini, hampir dimana-mana orang menghina Pajak, apalagi men-generalisasi-kan semua pegawai pajak. Aku yakin, banyak pegawai pajak yang benalu (entah itu korup atau tidak produktif), tapi aku sangat yakin masih sangat banyak pegawai DJP yang bersih. Kenapa sepertinya Pajak terus yang disalahkan? Gaji memang mungkin lebih tinggi dari PNS yang lain, tapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan BUMN-BUMN yang bahkan tiap tahun merugi itu! Korupsi? Siapa bilang PNS selalu yang korupsi??? Tidakkah kalian sadar betapa mengerikannya korupsi di swasta, bermain uang, yang sangat merugikan negara? Bahkan siapa yang seringkali mempermainkan instansi pemerintah untuk korup? Swasta; entah itu orang pribadi atau badan, dalam atau luar negeri. Makanya, berantas aja semua yang merugikan negara ini, negeri kek, swasta kek. Gaji tinggi setiap pegawai, tapi barengi dengan reward and punishment yang tepat sasaran!
• Kalau demikian parahnya kondisi bangsa ini, betapa strategisnya pelayanan mahasiswa untuk menghasilkan alumni-alumni yang tidak hanya punya ilmu, tapi juga iman. Aku diingatkan lagi di Retreat Penilik khusus SDM Bible Movement, 26-28 Maret. Betapa bahayanya mahasiswa (apalagi alumni) yang tidak teguh berpegang pada Firman kebenaran. Ironisnya,justru saat ini kondisi pelayanan mahasiswa sedang rapuh. Berdasarkan litbang TPPM, Kelompok Kecil tak lagi sebagai tulang punggung PMK, hanya dikerjakan seadanya. PMK sangat tergantung dengan training dan pembinaan. Regenerasi yang amburadul. Tantangan semakin berat, studi padat dan cepat. Apa solusi bagi kita yang terlibat dalam pelayanan mahasiswa???
• Bulan Maret berlalu, dan KTB ‘05 tidak bertemu. Ah, tak seperti biasanya.
Waktu dulu di FT UGM, tahun 2004, aku gak mau dibina di Kelompok Kecil (KK). Bagiku itu kegiatan aneh. Beberapa orang janjian ketemu, bahas firman, nyanyi, doa, sharing... Atau mungkin aku terlalu sombong untuk dijadikan murid. Tapi aku bersyukur ada satu orang yang sabar menghubungiku dan menghancurkan kerasnya hatiku, Bang Jury (Teknik Kimia UGM 2001, sekarang bekerja di perusahaan tambang di Papua). Dia sabar menghadapiku dan aku yakin dia setia berdoa untuk orang seperti aku, yang sombong rohani ini, agar mau rendah hati. Aku salut, dia mau berjuang mendoakanku, yang bukan siapa-siapanya. Dia hanya rindu aku terbina. Dan akhirnya aku ikut. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena aku pindah ke STAN tahun 2005.
Di STAN juga awalnya aku enggan untuk di-kelompok-kecil-kan. Entahlah. Mungkin karena belum tahu kegiatan kuliahnya, tidak kenal persekutuannya, atau mungkin karena aku memang belum tau apa pentingnya kelompok kecil. Tapi aku juga bersyukur, ada seorang yang bersedia mengajak dan nantinya terus membinaku dalam kelompok kecil. Bang Jetri (anak UI, sekarang baru aja lulus BPK, kabarnya juga akan berangkat ke Papua). Aku salut, rumahnya di Rawamangun, kampus Depok, tapi sering ke Bintaro demi kami, Anak Kelompok Kecil (AKK)nya. Dia rela menghabiskan biaya, waktu, tenaga, demi kami, yang baru dikenalnya: Ido, Andre, dan aku. 3 orang yang punya ciri masing-masing: Ido yang tegas (sekarang di Palu), Andre yang tabah (akan berangkat juga ke Palu), dan aku yang gak mau kalah :) (sekarang cuma di Karawang).
***
Sewaktu pergumulan menjadi Pemimpin Kelompok Kecil (PKK), aku ragu terima. PKK-ku adalah orang-orang yang ulet dan hebat, bisakah aku seperti mereka? Aku takut. Tapi terus berdoa dan didoakan, aku disadarkan lagi bahwa visi KK adalah dimuridkan untuk memuridkan (regenerasi dan multiplikasi). Saat itu juga dalam pergumulanku sebagai BPH mendorongku untuk merenung: bagaimana bisa jadi gembala dalam jumlah besar, kalau dalam kawanan kecil aja tak ambil bagian? Akhirnya aku jawab ya.
Waktu berjalan… Seringkali kalau ngomong tentang Kelompok Kecil, aku terdiam... Karena dalam hati kecilku, aku merasa bahwa aku seorang PKK yang gagal. Tidak ada AKK-ku yang beregenerasi jadi PKK, atau memimpin KK dengan baik. Perubahan hidup? Entahlah, mungkin sebatas yang terlihat. Kepengurusan? Tidak ada satupun AKK-ku yang jadi Tim Inti dalam kepengurusan. Aku salut dengan PKK yang dari KK-nya menghasilkan PKK lagi. Visi KK-nya terwujud. Bahkan untuk PKK yang (menurutku) kurang militan, ada yang menghasilkan PKK. Aku jadi malu, sambil merenungkan anugrah dan waktu Allah bagi pertumbuhan KK, yang seringkali mengherankan bagiku. Merasa gagal. Mungkin aku kurang berdoa, atau mungkin pula aku terlalu sibuk dengan pelayanan-pelayanan besar (Ketua Umum, Panita-panitia), sampai melalaikan Kelompok Kecil?? Karena seharusnya, kalau PKK sungguh-sungguh berdoa dan berjuang, pasti ada dampak bagi pertumbuhan KK-nya. Aku tertunduk malu setiap kali berbicara tentang ‘hasil’. Padahal tahun 2006 aku bahkan menyatakan bersedia jadi PKK Misi ke Universitas Budi Luhur.
Secara jumlah, aku (pernah) punya 12 AKK (ah, kayak Yesus aja). 7 dari STAN, dan 5 dari UBL.
Mereka punya kesamaan: sama-sama susah fokus, jarang ontime, susah langsung lengkap kecuali makan-makan, sangat jarang balas sms, sama-sama tak ada yang hapal ayat-ayat Alkitab. Tapi bagiku, mereka punya cerita sendiri:
STAN
Awalnya ber-3, tapi yang 1 gak mau ikut, tinggal 2. Ganda, Ivan. Aku cari 1 orang lagi adik kelasku, dan dia mau, Alfred, jadi 3 lagi. Kami selesai bahas MHB, meski terseok-seok. Tapi akhirnya kami kehilangan Ivan, karena dia harus pindah. Aku sedih sekali. Udah cuma 3, pergi pula 1. Dan yang paling aku sesali adalah, sampai Ivan pindah, aku belum pernah datang ke kosnya. Cuma tau alamat, dan itu jauh. Berapa kali aku pengen datang, dia bilang gak usah, jauh. Jadi ketemu hanya di kampus, atau di kos yang lain waktu KK. Sekarang dia di Jogja, di salah satu perusahaan sekuritas. Aku tetap pesan, cari pelayanan di sana.
Waktu aku tingkat akhir, aku dihubungi Bakti dan seksi KK, apakah mau mimpin satu KK lagi, karena PKKnya dulu, udah terbatas untuk menghubungi dan ketemu. Aku doakan, dan yang aku pikirkan: kalau tambah 4 orang, aku masih sanggup, asalkan digabung, jangan dipisah. Aku kenal PKKnya dulu, Yefta, adiknya temenku waktu di UGM. Ya udahlah, aku terima, nambah 4 lagi: Bakti, Jitro, Purba, Roly. Untuk seterusnya kami KK ber-7: aku + 6 AKK. Agak-agak susah juga dengan jumlah yang agak banyak ini. Mulai dari cocokin waktu ketemu, sampai menjaga fokus sewaktu KK. Mereka aneh-aneh: ada yang kalo ngomong awalnya susah, tapi kalo udah ngomong berhentinya susah, ada yang suka lihat kemana-mana, matanya entah lihat apa-apa di sekeliling, apalagi kalau gilirannya dipikirnya masih jauh untuk jawab pertanyaan, ada yang entah ngerjain apa-apa, bolak-balik Alkitab, megang-megang handphone, duduk terus selonjoran terus berbaring terus duduk lagi, bahkan sampai ada yang sambil cabutin bulu kaki, ckckckck, ada yang jawabannya standar aja, kalau mau digali lebih dalam udah males, ada yang suka nyeletuk, ah banyaklah kebiasaan mereka. Kadang sebel juga kalau gak diperhatikan. Tapi aku gak tau gimana caranya marah yang efektif.
Tanggal 20 Maret 2010 kami KK, namun hanya ber-4, karena 2 lagi Medan. Disitu aku sadar bahwa aku sangat mengasihi mereka. Rasanya pengen bisa terus KK bersama mereka, jangan pisah jauh-jauh. (mereka mikir gitu juga gak ya? Kayaknya enggak deh. Huhuhu...). Aku merasakan sukacita setiap kali kumpul dengan mereka. Gimana nanti kalau kami terpencar ke seluruh Indonesia? Ah, sepertinya harus diperjuangkan bareng-bareng waktunya untuk ketemuan. Aku terus berharap supaya mereka tetap setia dalam persekutuan, dan terlibat dalam pelayanan, apalagi setelah alumni. Itu doaku.
UBL
Tahun 2006 aku bersedia menjawab Ya untuk jadi PKK misi ke UBL. Akhirnya sebagai langkah awal, aku ikut Retreat Pengabaran Injil UBL, di situ aku dipertemukan dengan 3 orang (calon) AKK-ku: Boy, Frado, Leo. Dari situ kami mulai janjian ketemuan, dan aku makin sering ke UBL. Setelah beberapa bulan, dari KKR UBL, ada 2 orang lagi yang menyatakan bersedia untuk ikut KK: Tri dan Alvino. Jadilah ada 5. Yang dari UBL ini beda. Dari pertemuan pertama aja, sudah sangat sulit sekali untuk bertemu. Bayangkan aja bagaimana pertemuan-pertemuan selanjutnya. Mereka juga punya ciri: awalnya ada yang susah bahasa Indonesia, masih campur-campur bahasa daerah, ada yang gaya habis, tindik kuping, tato temporer, kalungnya gede-gede, ada yang cat rambut, kecanduan game online. Tetap aja ada yang susah fokus, gelisah terus selama KK, gak pernah langsung jawab, pasti nanya dulu, apa tadi pertanyaannya?, ada yang bisa ketawa tiba-tiba dan susah berhenti karena sesuatu yang dianggapnya lucu, tapi bagi yang lain gak lucu. Mereka memang unik. Jarak kami agak jauh, 45-60 menit perjalanan naik 2 kali angkot kecil, dan aku terus yang kesana. Jadwal kuliah mereka berbeda-beda, susah sekali nyari jadwal yang semua bisa. Apalagi mereka makin lama makin sibuk dengan futsal, bulutangkis, asisten dosen, pelayanan di gereja, plus ada yang tinggal di rumah saudara. Aduh... Akhirnya aku hanya menetapkan jadwal, dan berapa yang kumpul, KK tetap jalan, dan bahas bahan. Yang gak datang aku susulin sendiri, atau kalau itupun gak bisa, aku lanjut terus. Aku sering bingung bagaimana cara efektif untuk menjangkau mereka semua. Sampai akhirnya aku harus meninggalkan mereka karena Agustus 2009 aku ke Medan. Tapi aku senang mendengar kabar, ada yang menggantikanku: Boy, adik kelas di STAN. Sampai saat ini, aku belum pernah ketemu mereka lagi secara lengkap. Beberapa kali hubungi lewat facebook, namun miskin respon. Asal ada acara besar di UBL, aku akan perjuangkan datang, untuk bertemu mereka, dan mudah-mudahan mereka mau datang :). Hal-hal yang paling kuingat selama KK UBL: kacamataku hilang waktu lari-lari kehujanan, pernah ditelepon oleh ortu salah satu AKK dan marah-marah apa aku membawa ajaran sesat atau aliran gereja mana, kenapa seringkali kumpul malam, tapi... Puji Tuhan, besoknya... ibunya nelepon lagi, tapi dengan tujuan yang berbeda, mau ngucapin terima kasih dan minta tolong bina anak saya ya... Wah, rasaku campur aduk waktu itu. Oh iya satu lagi yang paling kuingat, aku pernah berjalan kaki sendiri, malam-malam sekitar 4km, karena kehabisan angkot (dan tidak ada ongkos lagi), dan beberapa kali harus menahan lapar (atau hanya makan gorengan) karena kondisi “dompet” sebagai mahasiswa :)
***
Aku bersyukur dan bersukacita pernah mengalami semuanya. Aku pernah merasakan perjuangan sebagai PKK, meniru PKK-ku dulu. Aku berhutang. Tapi aku tetap saja sering terpaku ketika bicara ‘hasil’.
Aku berlutut dan berdoa: “Tuhan, hamba terbatas dan sangat penuh dengan kekurangan, bahkan berkali-kali jatuh. Hamba mohon jagai mereka. Biarlah dalam anugrahMu, waktuMu, dan kemampuanMu, pada waktunya, Engkau yang menguasai seluruh hidup mereka. Hamba sangat sadar, sesungguhnya mereka adalah domba-dombaMu, dan Engkau Gembala mereka. Tolong jangan biarkan mereka lepas dari tanganMu”.