*artikel
ini adalah kado dari Tuhan di ulang tahun anak kami Luvmika Gloria
Tarigan yang ke-1 (12 Agustus), dan ulang tahun saya yang ke-29 (13
Agustus). Tuhan membawa saya dalam perenungan akan pemeliharaan-Nya yang
sempurna, dan pekerjaan tangan-Nya yang tak terselami. Tulisan ini
semoga juga menjadi kado buat teman-teman, balasan saya sebagai ungkapan
terima kasih atas semua ucapan selamat ulang tahun dan setiap doa yang
dipanjatkan buat keluarga kami.
Judulnya
tidak salah tulis. Bahagia itu tidak sederhana. Saya memang sering
membaca “BAHAGIA ITU SEDERHANA”, khususnya beberapa waktu ini.
Belakangan saya tahu ternyata itu juga judul lagu. Pencetus frase ini
niatnya baik, agar orang berhenti berpikir bahwa bahagia itu adalah hal
yang ribet, ruwet, susah untuk dicapai. Jadi katanya, bahagia itu
sederhana, hanya dengan melihat senyummu. Aku dan kamu kita berdua
bahagia, sederhana. Lama-lama frase “Bahagia itu sederhana” semakin luas
digunakan orang, dengan alasan-alasan yang juga sederhana. Misalnya:
- bahagia itu sederhana, ketika bisa berkumpul bersama keluarga dengan ceria
- bahagia itu sederhana, sesederhana kita mengucapkannya: “BAHAGIA”
- bahagia itu sederhana, makan ikan bakar bareng istri
- bahagia itu sederhana, gak sengaja nemu duit di kantong celana
- bahagia itu sederhana, melihat sendalku jejer dekat sendalmu
Alasan-alasan
kebahagiaan itu kelihatannya memang sederhana. Tapi apakah memang benar
adanya “sederhana”? Kalau kita meyakini bahwa tidak ada yang terjadi
secara “kebetulan”, semuanya ada di bawah kendali Tuhan, maka kalau
diresapi dalam-dalam, hal-hal yang kita lihat sebagai hal yang
sederhana, sebenarnya tidak terjadi begitu saja dengan sederhana. Ada
Tuhan yang mengaturnya. Tuhan menggunakan segala sumber daya yang ada,
bahkan bekerja sama dengan kita, untuk membuat hal itu bisa terjadi. Dan
karena ini melibatkan begitu banyak faktor, maka ini bukan lagi menjadi
hal yang sederhana. Tapi hal-hal yang tidak sederhana itulah yang Tuhan
kerjakan bahkan untuk hal-hal yang kita anggap sebagai hal yang
sederhana. Untuk lebih jelas, mari kita kupas satu per satu, dari 5
contoh alasan “bahagia itu sederhana” yang sudah disebut di atas.
- bahagia itu sederhana, ketika bisa berkumpul bersama keluarga dengan ceria.
bayangkan
bagaimana Allah bekerja untuk mendatangkan setiap anggota keluarga bisa
berkumpul, apalagi dengan ceria. Pertama-tama Allah harus membangunkan
setiap anggota keluarga dari tidurnya, memberinya nafas hidup,
kesehatan, makanan untuk dimakan, mencukupkan setiap detail
kebutuhannya, menyertainya dalam perjalanan, dan menganugerahkan
sukacita di hatinya. Daftar ini bisa sangat panjang jika kita merincinya
dengan lebih runut lagi. Dan itu dikerjakan Tuhan untuk setiap pribadi,
supaya bisa berkumpul bersama-sama.
- bahagia itu sederhana, sesederhana kita mengucapkannya: “BAHAGIA”
untuk
bisa mencapai hal ini, orang tersebut harus disertai hidupnya agar bisa
berbicara, mendengar, dan berkomunikasi. Tuhan juga harus bersabar
membuat orang ini dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca, dari tidak
bahagia jadi bahagia
- bahagia itu sederhana, makan ikan bakar bareng istri
nah,
ini bisa dibuat lebih detail lagi. Bayangkan apa yang harus dikerjakan
Allah agar kita bisa makan ikan bakar bareng istri. Tuhan harus
memelihara si ikan sampai sebesar itu. Tuhan harus memelihara hidup si
nelayan agar bisa menangkap ikan itu; memelihara hidup si pengangkut
ikan, si pemasak ikan, dan si pengantar ikan, sampai ikan itu berada di
hadapan kita, di piring untuk kita santap, bareng istri. Dan untuk yang
terakhir ini, Tuhan harus bekerja bertahun-tahun untuk mempertemukan
kita dan menyatukan menjadi suami istri, dan hari itu kita dianugerahi
kegembiraan supaya bisa menikmati makan ikan. Karena seenak apapun
makanan, tanpa hati yang enak, tidak akan jadi enak. Saya sudah
membuktikan. Di restoran enak, banyak pasangan pulang dengan berantam,
makanan tersisa, atau bahkan gak jadi makan.
- bahagia itu sederhana, gak sengaja nemu duit di kantong celana
ini
juga tidak kalah “tidak sederhana”. Bagaimana Tuhan memberimu rezeki
untuk mendapatkan uang dan celana itu, menjaganya selama dicuci,
dijemur, disetrika, sampai dipakai kembali, dan menggerakkan tanganmu
untuk menggapai uang beruntung itu.
- bahagia itu sederhana, melihat sendalku jejer dekat sendalmu
dari
jutaan sendal yang ada di dunia, kenapa kau memilih sendal itu, dan dia
memilih sendal yang itu. Dari banyaknya peluang kejadian yang mungkin,
kenapa posisi dua pasang sendal itu berjejer? Kebetulan? Tuhan bekerja
panjang untuk hal-hal yang kita sebut sebagai kebetulan.
Saya sendiri kalau meneruskan pola ini, saya bisa berkata:
- bahagia itu sederhana, bisa melihat anakku tertawa lepas
berarti
Tuhan telah menjaga anakku hingga seusia sekarang, bekerja luar biasa
dalam proses tumbuh kembangnya, Tuhan menjalin rapi tiap sel-sel syaraf
dalam tubuhnya hingga dia bisa berespon dengan tertawa lepas
- bahagia itu sederhana, saat jalanan Kalimalang tidak macet
saya
pikir ini salah satu jalanan termacet di dunia. Tapi pernah beberapa
kali memang Kalimalang tidak macet, dan saya sangat bersyukur.
Membayangkan bagaimana Tuhan bekerja mengatur lalu lintas, menahan
kendaraan entah dari mana, melancarkan kendaraan entah di sisi jalan
yang mana, mengimajinasikan jalanan yang saling terhubung sambung
menyambung menjadi satu, diatur di sini, berefek ke yang sana, dan semua
itu Tuhan yang atur. Luar biasa.
Maaf, bukan lebay dalam
menganalisis masalah, atau memperpanjang masalah, atau cari-cari masalah
dengan merumitkan yang sederhana. Saya hanya mengajak kita untuk merenung lagi beberapa hal: pertama, yang kita pikir sederhana ternyata tidak sederhana. Kalau bahagia sesederhana hal kecil tersebut, apakah terkandung arti sebaliknya, kita bisa mudah menjadi tidak bahagia (bahkan) jika hal (yang) kecil tersebut tidak terjadi? Saya bukan
mutlak tidak menyetujui “bahagia itu sederhana”. Kalau tujuan frase itu
untuk lebih mengajak orang selalu bersyukur, oke, mantap, silahkan. Tapi
semoga jangan sampai men-
downgrade makna atau menurunkan kedalaman perenungan akan pekerjaan Allah di balik kebahagiaan.
Mari tilik sejenak Alkitab kita. Ada 360 ayat yang mengungkapkan berbahagialah
(happy, blessed, makarioi).
Kalau satu tahun digenapkan 360 hari, 1 ayat cukup untuk 1 hari selama
setahun untuk mengingatkan kita tentang kebahagiaan di dalam Tuhan, hari
demi hari. Alkitab versi Indonesia Terjemahan Baru mungkin kurang dari
itu, hanya seratusan ayat yang diterjemahkan jadi “bahagia”. Sebagian
besar muncul dari kitab Mazmur. Pemazmur konsisten menuliskan: orang
yang bagaimana yang sesungguhnya berbahagia. Ayo kita lihat, mana
bahagia yang disebut sederhana itu? Saya ambil contoh, 13 ayat dari
Mazmur.
Mzm. 1:1 Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut
nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang
tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
Mzm. 32:1 Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!
Mzm. 32:2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!
Mzm.
40:5 Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang
tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang
yang telah menyimpang kepada kebohongan!
Mzm. 84:5 Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.
Mzm. 84:6 Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!
Mzm. 89:16 Berbahagialah bangsa yang tahu bersorak-sorai, ya TUHAN, mereka hidup dalam cahaya wajah-Mu;
Mzm. 94:12 Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu,
Mzm. 106:3 Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu!
Mzm. 112:1 Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.
Mzm. 119:1 Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN.
Mzm. 119:2 Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati,
Mzm. 128:1 Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!
Kalau
itu belum cukup, mari ingat satu bagian terkenal dari Khotbah di Bukit:
Ucapan Bahagia, yang disampaikan langsung oleh Tuhan Yesus. Bagian mana
yang berani kita tunjuk sebagai hal yang sederhana?
Mat. 5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Mat. 5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Mat. 5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Mat. 5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Mat. 5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Mat. 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Mat. 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Mat. 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Mat. 5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Saya
sendiri makin paham, akhirnya kebahagiaan itu hanya anugerah. Dan
kebahagiaan itu adalah Tuhan sendiri. Itulah tujuan hidup manusia:
memuliakan dan menikmati Tuhan. Hanya dengan itulah dia bahagia. Jadi
bahagianya
inside-out, karena Tuhan sudah ada di dalam hatinya, makanya dia bahagia, walau apapun yang terjadi di luar sana. Bukan dibalik,
outside-in,
kebahagiaannya terlalu temporer, sangat tergantung apa yang terjadi di
luar sana. Bahagia itu di sini (tunjuk hati). Pusat jiwa, di mana Tuhan
bertahta. Tanyakan pada semua orang, apa tujuan hidupnya? Pasti:
BAHAGIA. Tau dari mana itu tujuan hidupnya? Coba tanyakan pertanyaan
“untuk apa?” atas jawabannya. Selama masih bisa ditanyakan “untuk apa”,
maka itu belum menjadi tujuan final. Misalnya: untuk apa hidup? Untuk
kerja. Ini bukan tujuan final, karena masih bisa ditanya: untuk apa
kerja? Jawabnya biar dapat uang. Masih bisa ditanya lagi: untuk apa
dapat uang? Biar bisa beli ini itu. Untuk apa beli ini itu? Biar
memenuhi kebutuhan hidup. Untuk apa memenuhi kebutuhan hidup? Biar
berkecukupan. Untuk apa berkecukupan? Biar bahagia. Nah, di sini stop.
Tidak bisa ditanya lagi, untuk apa bahagia? Bahagia ya untuk bahagia.
Itulah tujuan finalnya. Dan sekali lagi, akhirnya kebahagiaan itu adalah
Tuhan sendiri, hanya anugerah-Nya.
Jadi, masihkah kita
menganggap sederhana pekerjaan-pekerjaan Allah yang luar biasa itu? Bisa
bangun pagi, masih bernafas, terlalu sederhanakah sehingga kita alpa
bersyukur? Berapa banyak orang susah bernafas? Berapa duit kalau
dirupiahkan oksigen yang kita gunakan? Sehari, sebulan, selama hidup?
Berapa juta sel bekerja, jaringan, organ, sistem organ hanya untuk 1
kali tarikan nafas? Mujizat besar dalam hal kecil.
Masih banyak contoh lain, yang bisa kita
tambahkan sendiri. Ternyata tak sesederhana yang kita bayangkan. Seorang teman
memilih berjalan kaki ke kantor, kelihatannya sederhana, tapi untuk itu
dia membeli sepatu karet yang menurut saya harganya mahal sekali untuk
sepasang sepatu. Tidak jadi sederhana. Orang bersepeda, bisa jadi terkesan sederhana, tapi ternyata harga sepedanya lebih mahal dari harga motor.
Bahkan tempat makan yang namanya SEDERHANA sangat mungkin harganya
mahal, dan bukan untuk konsumen golongan orang sederhana. Untuk gaya
hidup sederhana, orang membutuhkan disiplin dan penyangkalan diri. Dalam
pelaksanaannya seringkali tidak sederhana, buktinya banyak alumni yang
gagal meneladankannya.
Jadi bagaimana? Apa yang membuat hidup
pas, puas, bahagia? Sekali lagi, Allah sendiri. Seorang bapa gereja,
Agustinus pernah berkata: jiwa kita yang berlubang-lubang cacat ini
tidak bisa diisi oleh apapun di dunia, kecuali oleh Allah sendiri.
Lubang-lubang yang tertinggal itu, adalah lubang yang gedenya, luasnya,
dalamnya, sebesar, sedalam, seluas, yang namanya Allah. Lubang itu hanya
dapat terisi, lalu tertutup oleh diri Allah sendiri. Ketika lubang itu
dinyatakan sebesar Allah, itu artinya
limitless, jadi jangan coba ditutup, diisi, dengan hal-hal yang
limited.
Salam bahagia, dari kami, KLM
Kawas-Luv-Misni
Read More..