saya selalu mengagumi buah karya Pak Yohan Candawasa, bukunya, khotbahnya. Dia adalah salah satu hamba Tuhan yang dipakai secara luar biasa memberkati banyak orang.
Ini adalah salah satu khotbah beliau di satu acara Natal. Saya dan istri bertekun mengetik kata per kata script khotbah beliau dari rekaman video. Khotbah ini sangat memberkati kami. Semoga juga anda.
Yang kau cari sebenarnya adalah
Tuhan – Pdt. Yohan Candawasa
Doa:
“Tuhan, Engkau kunjungi kami, bahkan pada
saat kami tidak pernah mengerti apa pentingnya Engkau kunjungi kami. Dan malam
hari ini Tuhan, di dalam pertolongan Roh Kudus-Mu biar kami sedikit disingkapkan
untuk apa Engkau datang bagi kami. Terima kasih, itu doa kami yang kami minta
di dalam nama Tuhan kami Yesus Kristus. Amin.”
Saudara, saya akan mulai dengan
berkata bahwa setiap kita lahir ke tengah-tengah dunia membawa 7 lubang di
dalam jiwa kita. Apa itu? Kita bisa telusuri satu per satu di dalam kitab
Kejadian pasal 3, lubang-lubang yang akan mendikte seluruh kehidupan kita dari
lahir sampai mati. Semua yang kita kerjakan adalah supaya lubang-lubang ini
terisi. Kitab Kejadian pasal 3, di mana kita berjumpa dengan kisah manusia
jatuh ke dalam dosa. (mulai ay.8) “Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang
berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia
dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman...
Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku
menjadi takut...” (Kej 3:8,10). Saudara, ini lubang pertama, setelah manusia jatuh dalam dosa, maka manusia tidak
pernah merasakan lagi hidup tanpa membawa rasa takut. Dia takut dengan kehidupan yang sekarang ada di bawah
hukuman Tuhan. Dia menghadapi rasa takut
karena sekarang dia harus diusir dari Taman Eden, dia tidak lagi hidup di
sebuah bumi yang aman, yang mudah untuk dia. Itu perasaan yang pertama. Nah,
saudara-saudara, Adam
dan Hawa setelah jatuh dalam dosa,
berdampak pada rasa takut, itu diwariskan kepada kita, anak cucunya. Kalau kita lahir di
tengah-tengah dunia dengan membawa rasa takut, maka kebutuhan apa yang paling
besar, yang
kita butuhkan? Saya jawab, kita semua membutuhkan rasa aman. Kita membutuhkan rasa terlindung, kita membutuhkan rasa
bahwa kita ini terjamin. Itu lubang pertama di dalam jiwa kita.
Yang kedua, kita teruskan, di dalam ay.8 dikatakan “Ketika mereka
mendengar bunyi langkah TUHAN Allah... bersembunyilah manusia dan isterinya itu
terhadap TUHAN Allah...” dan di ay.10 ”Ia menjawab: "Ketika aku mendengar,
bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang...”.
Mari kita perhatikan kata setelah “aku menjadi takut”, “karena aku telanjang”. Kalau
saudara naik ke ayat atas, ayat yang ke-7 “Maka terbukalah mata mereka berdua
dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara
dan membuat cawat.”. Kenapa ketelanjangan sekarang harus ditutup dengan membuat
cawat? Bukankah di ps.2:25 dikatakan “Mereka keduanya telanjang, manusia dan
isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.”? Tetapi sekarang,
ketelanjangan itu membuat mereka harus membuat cawat untuk menutup. Kenapa
begitu? Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, muncul sebuah perasaan yang tidak
pernah kita kenal, yaitu: malu (shame). Apa itu shame? Saudara, malu adalah perasaan cacat pada diri kita. Ada yang
kurang dari diri kita. Nanti saudara lebih mengerti,
setelah
saya lengkapi, kita
teruskan dulu. Shame membuat kita
membutuhkan apa? Itu
mendikte seluruh hidup kita. Apa yang
dibutuhkan oleh seorang yang malu? Malu itu berkenaan dengan being. Nanti setelah saya lengkapi,
saudara akan lebih paham. Orang yang malu, cacat pada dirinya, membutuhkan kemuliaan, membutuhkan respect, membutuhkan pujian, membutuhkan
pujaan. Karena apa? Karena ketika manusia jatuh ke dalam dosa, bahasa Paulus adalah: manusia kehilangan
kemuliaan Allah, dan itu meninggalkan malu
(Rom 3:23). Saya pernah membaca
suatu ilustrasi yang ngomong begini: ketika lampu pijar itu dimatikan, maka kita akan melihat bukan hal-hal yang tadinya ketika dia menyala kita tidak bisa melihat, tapi kalau dia sudah dipadamkan, barulah
kita bisa melihat bagian-bagian dalam lampu pijar itu; apa yang ada
di dalamnya, itu jadi kelihatan.
Saudara-saudara, kita mengejar, bagaimana hidup itu dihargai orang, dihormati
orang, bahkan dimuliakan orang. Itu sebabnya kenapa kita berusaha untuk bisa
cantik, bisa tampan, berbaju baik, berkendaraan baik, bergaji baik. Acapkali,
orang naik mobil itu bukan sekedar untuk berkendara. Dia mau, lewat mobil yang
dia pakai, orang-orang akan kagum kepada dia. Dia pakai baju bukan sekedar untuk
menutup tubuhnya, tapi orang jadi kagum lewat baju yang dia pakai. Dia memakai
sepatu bukan sekedar untuk menutup kakinya dari debu dan batu, tapi dia ingin
orang kagum lewat sepatu yang dia pakai. Dia berprestasi bukan sekedar supaya
nanti hidup menjadi gampang mencari kerja dan makan, tetapi dia ingin lewat prestasi itu, orang menjadi kagum, memuja
dan memberi respect kepada dia. Kita
itu gila kemuliaan. Kenapa? Karena kita lahir membawa rasa malu.
Kita teruskan dulu, yang ketiga. Kalau fear membutuhkan secure
karena kita insecure, kemudian shame membuat kita membutuhkan untuk di-glorify, Yang ketiga adalah: ketika mereka mendengar
suara Tuhan, mereka menjadi takut; salah satu penyebabnya adalah karena mereka
merasa guilty. Kita bersalah karena
sudah melanggar apa yang Tuhan perintahkan. Nah, saudara-saudara, guilty muncul ketika kita doing something yang salah. Di sini, (kalau kita bertanya) artinya, semua kita itu lahir dengan perasaan guilty. Nah, guilty membawa satu lubang
kebutuhan, yaitu kebutuhan apa? Guilty
membutuhkan forgiveness, acceptness. Sekarang saya bisa jelaskan, apa beda
guilty dengan aib/ malu? Saudara, guilty itu berkenaan dengan doing, shame itu berkenaan
dengan being. Guilty itu:
aku berbuat salah, dan aku merasa bersalah. Guilty
bisa diselesaikan dengan 2 hal, yang pertama: forgiveness,
dan yang kedua adalah: “lain
kali saya tidak akan ulangi perbuatan itu”. Tapi shame gak bisa. Karena shame
adalah ketika misalnya
sebuah keluarga yang menginginkan anak laki-laki, tapi kemudian yang lahir anak
perempuan. Dan si ayah berkata: “elu tuh
jadi kutuk bagi keluarga,
bikin malu”. Jadinya bagi kita anak perempuan itu
tidak ada harganya. Kalau dia berbuat salah, dia bisa koreksi, tapi ketika keberadaannya salah,
bagaimana dia mengoreksinya? Apa yang dia mesti
lakukan untuk mengoreksi keberadaannya yang salah? Keberadaaan kan gak bisa
dikoreksi. Kalau anak
sejak
kecil dibuat
seperti itu, maka dia akan sangat bingung, dan nanti kita akan lihat betapa rusak jiwanya
nanti.
Saya teruskan dulu. Yang keempat, kita teruskan ay.11-12
“Firman-Nya: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau
telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan
itu?" Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku,
dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.". Saudara,
di atas
ay.8-10, ketika
Tuhan datang, mereka bersembunyi, sekarang ketika ditanya, Adam melempar
kesalahannya kepada Hawa. Menarik, ketika mula-mula dicipta, Adam memuja-muja
Hawa sebagai tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Setelah berdosa,
dia bilang: “yang bikin saya begini, itu biang keroknya adalah Hawa”. Manusia dipakai untuk
perlindungan, untuk keamanan diri sendiri. Sebenarnya di sana kita menyaksikan
ketika Allah datang, manusia menarik diri bersembunyi. Karena apa? Manusia
tidak lagi bisa akrab
dan intim dengan Tuhan. Dan ketika manusia diperiksa oleh Allah, dia lempar
kesalahan kepada orang lain. Manusia tidak lagi bisa terbuka intim, begitu
tulus di dalam hubungan dengan sesama, maka dosa kita bilang memisahkan manusia
dari Allah, memisahkan manusia dari sesama, bahkan manusia terpisah dari
dirinya sendiri. Itu melahirkan satu akibat di dalam diri kita, yang nanti mendikte seluruh hidup kita,
yaitu perasaan: lonely. Itu kita bawa
dari lahir. Kita lahir sebagai orang yang lonely,
maka kita menciptakan satu lubang di dalam jiwa kita, yaitu... apa yang
dibutuhkan oleh perasaan manusia yang merasa dirinya sepi, tersendiri, terpisah, di alam
semesta dia seolah-olah sendirian? Apa yang paling dibutuhkan? Yang dia
butuhkan adalah: adanya orang yang
mendampingi. Adanya orang yang hadir bagi dia. Bayi yang menangis, cukup
asal dia tahu ada orang di sampingnya, itu membantu banyak untuk dia menjadi
tenang. Dan penelitian pernah berkata: bayi kalau dilahirkan, kasi
dia makan, kasi dia minum, kasi dia ruang sejuk, kasi apa saja, cuma jangan
pernah biarkan dia tahu ada orang hadir di
sekelilingnya. Bayi ini mati dalam hitungan bulan.
Kita teruskan. Yang kelima. Setelah manusia jatuh ke dalam
dosa, kita tahu, Allah mengusir mereka dari Taman Eden. Saudara-saudara,
manusia dibuang dari Taman Eden. Saya pernah merasa dulu waktu kecil bagaimana diusir
dari rumah kalau nakal, papa mama saya bilang; “udah kamu keluar aja, jangan pulang lagi, jangan pernah jadi anak papa
mama lagi. Saya dikunciin
di luar, gak bisa masuk”.
Wah, itu menimbulkan rasa... unwanted
ataupun rejected. Saya tertolak, dan
saya tidak diinginkan. Saudara-saudara pada waktu kita lahir dan kita merasa
tidak diinginkan:
“saya
adalah orang yang ditolak”, satu
lubang besar yang kita bawa adalah?
apa yang dibutuhkan oleh kita? Aku butuh dicintai.
Aku butuh diinginkan.
Saudara2, kalau nanti saya sebut dari 7
lubang, satu lubang ini aja tidak terpenuhi, hancur hidupmu. Berapa banyak orang
menjadi sangat sulit dengan hidupnya karena rasanya: “saya ini unwanted, unwanted child”. Itu hal besar, selalu jadi sumber trouble maker. Dia butuh sekali... –dan kalau kita setuju, semua musik,
mau China, mau Barat, mau Indo, kalau nyanyi mayoritas 90% isinya adalah– cinta. Dan seringkali justru penyanyi-penyanyi ini adalah
orang-orang yang paling
miskin dan tidak mengerti apa itu kasih.
Yang keenam. Saya ingin baca dari ayat yang terakhir dari pasal 3, setelah mereka
diusir, dimana dikatakan
pada ayat 23. “Lalu Tuhan Allah mengusir dia dari taman Eden supaya dia
mengusahakan tanah darimana dia diambil. Dia menghalau manusia itu di sebelah
timur taman Eden. Ditempatkannyalah beberapa
kerub dengan
pedang yang menyala-nyala untuk menjaga agar mereka tidak dapat kembali ke
pohon kehidupan”. Artinya, persoalan terjadi tetapi mereka tidak punya jalan balik atau menyelesaikan masalah.
Butuh Tuhan kirim kerub untuk menjaga sehingga mereka tidak mungkin kembali ke
taman Eden. Itu menimbulkan suatu perasaan helpless.
Tidak berdaya. Ketika orang lahir dengan perasaan, maka benar saudara, kita
memulai sebuah kehidupan di dunia ini dengan suatu perasaan yang sangat jelas: “aku
tidak berdaya”. Kita
butuh selalu pertolongan orang lain. Tanpa orang pertolongan lain kita tidak dapat hidup. Maka,
Ernest Better ketika menulis Denial of
Death, dia bilang bahwa tiap manusia itu ditipu ketika lahir ke dunia ini.
Bahwa dia lahir ke suatu dunia
yang sangat-sangat tidak
aman dan bahwa sebenarnya dia tidak mampu hidup di dunia ini. Tapi dia dibohongi.
Dia dibohongi oleh siapa? Oleh orang tua. Karena begitu lahir dia dirawat, dilindungi,
dipisahkan dari dunia yang tidak aman. Maka, anak lahir kemudian merasa dunia
ini aman. Lalu Better mengatakan, kalau kamu tidak percaya coba bayi lahir
taruh di pinggir jalan. Mati dia. Dia tidak sanggup hidup.
Saudara-saudara, kita helpless. Hidup kita sebagai orang yang lahir helpless, apa sih yang paling kita butuh dan itu nanti yang
mendikte dan kita
kejar sepanjang hidup. Apa itu? Orang yang helpless
(tidak
berdaya) membutuhkan
power. Kita membutuhkan kuasa, entah
berupa uang, ilmu, entah berupa backing,
entah berupa apa. Yang penting kita membutuhkan suatu kemampuan/ power untuk mengatasai ketidakberdayaan.
Kamu sekolah buat apa kalau bukan untuk cari power, yang rupanya adalah ilmu. Karena pengetahuan dianggap suatu
kekuatan untuk manusia meneruskan kehidupan. Di jaman kita, kebodohan adalah salah satu kutuk terbesar.
Kalau sudah begini, kalau manusia
sudah dilepas satu persatu dari rasa aman, dari kemuliaan, dari penerimaan,
dari penghargaan, dari dikasihi,
dari keberdayaan karena Allah bersama mereka. Semua dicopot sekarang. Mereka
terpisah dari Allah, mereka terpisah dari sesama. Itu sebabnya yang paling akhir, saya boleh katakan manusia
mengalami perasaan yang paling dalam yaitu emptyness.
Emptyness karena dia butuh apa? Dan lagi-lagi itu yang mendikte kita dalam
menjalani hidup. Emptyness
membutuhkan fulfillment. Hidup yang
penuh. Orang bilang kalau hidup yang nggak fulfill
mana bisa bahagia?
Bagaimana hidup kalau rasanya kosong? Mari saudara-saudara lihat, coba kita dalami. Dalam fear saya butuh rasa aman, rasa
terjamin. Saya butuh untuk dimuliakan, untuk dihormati. Saya butuh pengampunan,
penerimaan. Saya butuh ada orang hadir bagi saya. Saya butuh dikasihi, saya butuh keberdayaan, saya butuh
hidup yang terisi. Coba kita pikir,
seluruh tingkah
laku dan usaha kita,
pasti bisa ditelusuri dari tujuh lubang ini. Ngapain dia begitu? Kenapa dia begini? Pasti, kita belajar baik-baik atau
selebriti berusaha sebaik mungkin untuk tampil. Kita tanya, kenapa kamu
berusaha setengah mati seperti itu. Dia bilang, supaya prestasiku naik. Kenapa
prestasimu mesti naik? Apa jawabnya? Saudara pasti bisa jawab dari
tujuh lubang ini. Dia mencari rasa aman buat karir,
dia mencari kemuliaan untuk dirinya. Dia mencari fans yang lebih banyak,
kebutuhan untuk dicintai. Dia sangat takut kalau dia diturunkan, fans nya
hilang, disitu menimbulkan rasa tidak aman. Jadi saudara-saudara, mari kita pahami, Adam membawa kita masuk ke
dalam dunia dengan tujuh catat di dalam jiwa kita.
Sekarang mari kita juga mengerti tujuh
cacat di dalam jiwa kita ini muncul dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Maka
saya boleh katakan, kalau ini terjadi sejak manusia meninggalkan Allah, itu berarti cacat
jiwa kita, adalah soal spiritual. Itu adalah soal yang terjadi karena manusia melarikan/
memisahkan dirinya dari Allah. Oleh sebab itu, gampang juga
jawabnya,
bagaimana menyelesaikannya?
Tidak ada cara lain. Kalau persoalan cacat ini terjadi karena manusia memisahkan dirinya dari Allah, cara untuk dia
dipulihkan hanya
ada satu, kalau
ini masalah spiritual bukan psikologi.
Berarti apa? Hanya ada satu: manusia kembali kepada Allah. Di sini justru
masalahnya. Masalah terbesar saya tanya, kenapa tujuh cacat jiwa ini terjadi? Karena
manusia tidak mau Allah. Lantas kita
tanya bagaimana 7 cacat
ini dipulihkan? Dikembalikan? Menjadi sehat kembali? Oh, kembalilah kepada Allah. Itu yang kita
bilang: “Sorry,
justru itu
yang paling gue kagak mau”. Maka saudara-saudara, kita lihat
kemudian, sepanjang
sejarah, manusia boleh membagi sejarah
manusia: pra
modern, modern, post modern. Silahkan, itu
cuma variasi dalam kita
mengejar/ mencari
kebutuhan jiwa kita. Mari kita lihat, ketika manusia mengalami kebutuhan-kebutuhan ini, tapi di sisi lain dia tidak mau
Allah. Lantas, darimana dia mengisi kebutuhan-kebutuhan, lubang-lubang yang ada di jiwanya? Bagaimana
caranya dia mengisi?
Kita butuh rasa aman, kita butuh respect, kita butuh dicintai, kita butuh ada orang hadir untuk kita, kita butuh penerimaan, kita
butuh keberdayaan. Saudara-saudara, kita minta darimana itu? Pertama-tama dalam
hidup kita, kita harapkan itu diisi oleh siapa? Pertama kali, itu kita minta diisi oleh ayah dan ibu kita. Merekalah yang sekarang harus jadi alat untuk tolong isi seluruh
kebutuhan dalam jiwa saya.
Selain kasih saya makan, selain kasih saya minum, isi kebutuhan-kebutuhan ini. Saya
butuh cinta, cintai saya. Saya butuh penghargaan, hargai saya. Saya butuh orang
hadir di sisi
saya, hadirlah selalu.
Saudara-saudara, maka kita mulai
melihat di sini, kita mencari di luar Allah, apapun yang bisa mengisi kita. Mula-mula kita
minta dari orang tua kita.
Setelah kita mulai tumbuh besar, kita minta dari
siapa? Udah gede kita tidak mau disayang orang
tua. Kemana-mana
papa bilang-bilang i love you, malu kita. Kalau kita kecil, bisa lihat papa mama jalan-jalan di depan kelas rasanya terlindung, terjamin. Sudah kuliah, papa mondar-mandir di depan
kelas, kita malu: “Pa, lu pulang
sana, gua malu, ntar gua dikira anak papa, anak mami”. Saudara minta dari siapa itu
ketika kita mulai besar? Dari pacar? Kita mulai mengusahakan sendiri dari prestasi,
dari guru, dan paling besar nanti
beban yang kita berikan adalah dari kekasih. Kita minta dari dia respect,
cinta, kehadiran, satu hidup yang terjamin. Dan kalau saudara pikir bersama saya lebih dalam: di seluruh dunia ini, ada satu yang bisa mengganti
siapapun untuk jawab tujuh
lubang jiwa ini. Apa itu? Makanya, itu diusahakan menjadi satu kekuatan yang kalau
kita punya, rasanya 7 poin ini kita bisa jawab. Apa itu? Duit. Betul. Coba kita pikir dengan baik. Saudara lahir penuh dengan
rasa takut, maka lahir ke
dunia dengan menangis, setelah itu kita jadi butuh
rasa aman. Saya
tanya, butuh rasa
aman seperti apa
yang duit gak bisa beri? Bisa. Setelah
itu yang kedua, perasaan sedih. Apa
duit tidak bisa membeli teman? Oh iya, duit
tidak bisa beli sahabat, setuju. Tetapi duit bisa beli teman. Sahabat gak punya, duit gak punya, jadi temanpun gak
punya. Mending sahabat gak punya, tapi kalau ada uang, teman gua bisa beli. Biar tubuhmu sejelek apapun,
percayalah anda akan
menarik banyak
orang datang kepadamu, yang penting punya duit gak? Dulu saya agak heran waktu melihat Mike Tyson. Itu orang
seram banget. Orang ini sangat kuat pukulannya, kepalannya
lebih besar dari kepala. Tapi
saya heran, kok ada yang mau dan
berani nikah sama dia.
Dipukul kanan kuburan, dipukul kiri rumah sakit. Saya heran ada wanita berani menikah dengan Tyson. Dan banyak orang yang
tergila-gila pada dia. Salah satu pasti karena dia beruang banyak. Helpless, kalau ada uang masak sih helpless. Makanya kita jadi tidak heran kalau Alkitab menyamakan uang ini
dengan Allah. Itu
kita cari untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan kita.
Maka, mari kita lihat poin kita yang pertama. Sejak
kita lahir dengan kondisi begini, nomor satu, kita mencari apapun, asal jangan Tuhan. Kita cari semua di luar
Tuhan untuk
menjawab kebutuhan kita. Dari orang kek,
dari barang kek, dari prestasi, pokoknya
jangan Tuhan.
Yang kedua, kita mulai melihat, cara kita hidup adalah: siapapun
anda dekatin, dari sisi fungsi. Lahir di keluarga dengan orang tua, yang kita tuntut
adalah fungsi mereka. Anda bertanggung jawab memenuhi seluruh kebutuhan saya.
Waktu anda pacaran..,
pacar itu sebetulnya kan
tidak
boleh ditanya: “pacar
itu untuk apa?”. Itu kurang ajar ya bertanya gitu. Karena biasanya pertanyaan “untuk apa”, itu hanya
boleh kalau kita bertanya tentang satu alat: “Ini alat untuk apa?”. Tapi kalau
sampai
bisa ditanya: “pacarmu
untuk apa”, itu
kurang ajar. Lebih lagi kalau elu bisa
jawab, lebih kurang ajar lagi.
Sampai nanti pun kalau
sudah kawin ditanya:
“elu
kawin buat apa”, kalau sampai dia bisa jawab, kiamatlah. Mari kita lihat dalam masa sekarang perceraian semakin tinggi. Pernahkah orang bercerai ngomong begini: “Aduh, saya frustasi, saya minta
cerai karena saya
tidak bisa membahagiakan pasangan saya”. Ada? Ada juga bunyinya begini: “Mati gua kalau kawin ama dia diterusin. Kapan bahagianya gua?”. Lho, kalau begitu kau kawini dia buat apa? “Saya kawin supaya saya bisa
menemukan kebahagian”.
Oh
iya, jadi pasangan lu, lu pakai buat apa tuh? “Dia bertanggung jawab membahagiakan saya.
Gua
gak aman, dia bikin aman. Gua gak
terjamin, dia bikin gua terjamin. Gua gak
dicintai, dia mesti mencintai saya. Kalau dia penuhi semua ini, saya jadi
bahagia. Nah kalau begini, ketika
begitu
kawin atau pacaran, tanya dulu: “elu bersedia
gak
jadi alat untuk membahagiakan gua, memenuhi kebutuhan gua? Ilustrasi paling gampang, ketika orang sakit ke dokter, gak pernah
kan kita lihat orang sakit ke dokter itu bawa buah, bawa pemberian-pemberian:
“Aduh dokter, kangen sama dokter”.
Kita datang cari dokter untuk apa? Cari fungsinya. Dan dokter
juga mengobati kita emang karena tertarik sama kita? Bukan, dia juga
tertarik sama
fungsinya kita yang bisa kasi dia uang. Maka manusia berhubungan antar
fungsi. Saya diundang di sini bukan karena saudara ingin kenal Yohan, bukan, tapi karena fungsinya: khotbah yang bagus. Saya juga
mencari fungsi Saudara, dengarkan saya dengan baik, kalau gak
saya sakit hati. Kita
cari dosen, kita cari sekolah, kita cari kerja. Istri
saya cari pembantu, emangnya
istri saya mencari pembantu karena concern
sama hidup pembantu biar
derajat hidupnya
jadi lebih baik? Enggak. Begitu ambil pembantu, ditanya
yang bisa nyetrika yang mana, yang bisa nyapu yang mana, yang bisa jaga anak yang
mana. Kita tertarik dengan fungsinya. Karena sejak manusia lahir dengan lubang yang
seperti ini, apa yang terjadi? Dia lihat apapun, itu pikirannya: “bisa gak berfungsi untuk menjawab yang saya mau”. Kita akan memperalat apapun,
baik orang, baik barang, kita peralat untuk jawab kebutuhan saya. Maka, kalau kita ketemu istilah narsis, semua
orang narsis, artinya semua orang hidup bagi dirinya, mencari dirinya.
Itu yang oleh
Luther disebut kita
punya
hidup dengan efek
cermin, Efek cermin adalah
ketika saudara melihat cermin, yang dicari adalah diri sendiri. Saya ketika melihat cermin, bukan cermin yang
saya lihat,
tetapi saya mencari
diri saya. Itu yang saudara dan saya kerjakan di dunia ini. Maka, kita begitu egois hanya memikirkan diri sendiri. Dan kalau itu tidak kita
dapat, kita cari dari orang
tua, kita cari dari alat-alat ini, khusunya ketika kita mencari ini pada usia
dini, kita pertama-tema mencarinya dari orang tua. Kalau cari dari orang tua,
pastilah semua keluarga
pasti tidak sempurna. Ada yang ‘tidak sengaja’. Mama janda, –betul-betul saya lihat kisah sebuah keluarga– hidup dari menjahit
untuk menyekolahkan anaknya. Suatu
ketika anaknya pulang membawa hasil
ulangan dengan
nilai tertinggi yang selama ini dia tidak pernah dapat. Dia pulang lari dan nomor satu dia ingin kasi tahu mamanya, supaya mamanya
memberikan kebutuhannya:
dipuji. Tapi, saat itu
Mama sedang mengejar deadline,
jahitan harus selesai dalam sejam. Maka waktu anak
bilang “Ma, saya dapat ..”. Baru ngomong
begitu, mama bilang “Nanti aja, mama lagi repot,
benar-benar jangan ganggu mama”.
Waktu
anak itu
dibegitukan, maka dia terluka:
“oh,
saya tidak
diinginkan, pekerjaan dia jauh lebih berharga daripada saya”. Dia memutuskan: “lain
kali kalau nilaiku baik, gak bakal gua ceritain! dan bahkan gua juga udah gak
peduli mau bagus gak bagus, elu juga tidak peduli kok”. Itu luka, dan luka-luka
seperti itu ada banyak dalam hidup kita. Muncullah pemahaman kita bahwa kita
ini bodoh, kita tidak berharga, kita tidak benar, kita tidak dicintai, kita ini
lemah, kita ini bukan siapa-siapa, kita ini sampah. Itu menimbulkan: makin
yakin kita bahwa kita harus kaya, kita harus pintar, bahkan pada beberapa orang
yang kebiasaan merasa ditolak, itu bisa melakukan apa saja asal dia diterima,
berubah menjadi orang yang sangat baik, jadi hamba semua orang, dia disuruh apa
juga mau, supaya dia dipuji bagus dan ingin diterima. Ini menambah lagi egoisme
kita, bahkan saat kita berbuat baikpun yang kita cari adalah kebutuhan diri
kita sendiri. Oh, saya berkhotbah harus sangat menyadari itu, acapkali saya
ingin menyiapkan khotbah dengan baik, sebaik yang saya bisa. Tapi di hati saya
bertanya, kenapa sih mesti baik, apakah supaya memberkati atau supaya tuaiannya
menjadi kekaguman, orang memuji saya, orang menerima saya, sehingga
lubang-lubang cacat dalam jiwa saya terpenuhi. Ini semua membentuk kehidupan
kita. Saya dapat membawa kita ke dalam akibat yang ketiga. Tadi akibat pertama
kita mulai mencari semuanya di luar Tuhan, yang kedua membuat kita memperalat
apapun yang ada di dunia ini.
Dan yang ketiga, kita mulai menyembah
berhala. Saya kasi satu cerita yang saya baca, ditulis oleh seorang psikiater,
bagaimana berhala terjadi di dalam hidup kita. Benny dibesarkan dalam suatu
keluarga yang tidak harmonis, ayahnya keras, tidak mampu menyatakan kasih
sayang, sehingga Benny tumbuh dalam rasa ketakutan, tidak ada rasa aman, tidak merasa
dicintai, tidak merasa dirinya berharga bagi ayahnya, sehingga dia menjadi
seorang berpenampilan gugup dan sangat rendah diri. Dia percaya bahwa dia bukan
siapa-siapa, dia mungkin salah lahir, “bagi ayah, saya tidak lebih dari
seonggok sampah”. Itu yang dia percaya. Ketika dia diterima di fakultas hukum,
dia sadar, kalau dia sukses di situ maka dia akan diterima, dihargai. Maka dia
belajar dengan super giat, berlatih bicara, bertekad menjadi pengacara terbaik.
Hasilnya dia lulus dengan angka yang sangat gemilang dan mendapat pekerjaan
yang juga sangat bagus di sebuah firma hukum bergengsi. Dan ternyata bagi Benny
memang terbukti, makin dia berprestasi, makin dia dihargai, makin banyak orang
mencari dia, makin banyak orang memuja dia, makin dia jadi percaya diri, makin
dia merasa dirinya hebat dan dia suka perasaan-perasaan itu. Jadilah karir
pengacara berubah menjadi ilahnya. Dia makin berusaha keras menjadi pengacara
hebat, makin dia hebat makin dia merasa diisi, dia makin menyerahkan hatinya habis-habisan
untuk karirnya. Menjadi pengacara sukses adalah segala-galanya baginya. Dia bekerja
lembur, dia mengikuti kursus demi kursus yang mempertajam keahliannya, membaca
lebih banyak, berkencan hanya dengan gadis yang dapat menunjang karir, dia
hanya tertarik dan bergaul dengan orang-orang yang dapat meningkatkan
reputasinya sebagai pengacara. Jadi apapun hidupnya, ada yang dia sembah, yaitu
karir. Kenapa jadi karir yang dia sembah? Karena karir inilah yang dia percaya
mengisi lubang-lubang: keinginan dihargai, keinginan dicintai, dimuliakan,
diterima, punya rasa aman, semua dia rasa dia dapat dari situ.
Maka, yang ketiga, hati-hati; orang berkata: makin kemari
makin banyak orang menjadi atheis, orang
merasa tidak butuh Tuhan.
Tetapi yang paling menarik
adalah ketika orang makin banyak menjadi atheis, penyembahan berhala semakin
hebat, orang menyembah macam-macam. Jaman dulu yang namanya berhala berupa
patung yang dibuat dari emas dan perak atau kayu, tidak berbahaya karena mereka
ada di luar, eksternal idol. Sekarang
idol kita sangat berbahaya karena altarnya ada di dalam hati kita, sangat
menguasai hidup kita. Kita bisa libas siapapun kalau itu mengancam runtuhnya
berhala saya. Kenapa itu bisa jadi berhala dan saya pertahankan luar biasa? Karena
seluruh lubang jiwa bergantung pada dia. Maka, hari ini kalau kita melihat
begitu banyak orang memberhalakan uang, prestasi, karir, dia jual apa saja, dia
lepas apa saja demi memelihara berhalanya. Itu efek yang ketiga.
Dan yang paling akhir, efek yang harus
kita bicarakan: akhirnya orang hidup hanya tetap di dalam kekosongan. Lubang
itu tidak terisi. Satu cacatpun dalam jiwa kita tetap tidak terisi. Maka orang
berkarir baik, punya pasangan cantik, tiba-tiba kita mendengar orang ini bunuh
diri. Kenapa? Manusia ternyata tidak mampu. Kalau lubang itu adalah lubang yang
ditinggalkan atau yang terjadi karena manusia memisahkan diri dari Allah dan
jawabannya cuma Allah, maka ketika manusia mencari apapun yang dia lakukan di luar
Allah, itu hanya mencelakakan sesama dan dirinya. Kenapa tidak bisa? Jiwa kita
yang berlubang-lubang cacat ini tidak bisa diisi oleh apapun. Jawaban yang
mungkin, datang
dari Agustinus: karena
lubang-lubang yang tertinggal itu, adalah lubang yang gedenya, luasnya, dalamnya,
sebesar, sedalam, seluas, yang namanya Allah. Itu sebabnya pakai uang untuk mengisi
lubang yang segede Allah, tidak bisa. Saudara memakai orang tua, memakai
pasangan untuk mengisi lubang yang
segede Allah besarnya, tidak bisa. Maka Agustinus berkata: lubang itu hanya dapat terisi, lalu tertutup oleh diri Allah sendiri. Nah, mari coba kita pikir, ketika lubang itu dinyatakan sebesar
Allah, maka artinya dia limitless, jadi
jangan coba ditutup, diisi, dengan hal-hal yang limited. Semakin kita pakai yang limited, justru makin kosong, makin capek, makin sia-sia. Kenapa
begitu? Coba aja saudara pikir, ilustrasinya seperti satu acara yang begini:
ada orang yang tiba-tiba diberi uang 10 juta rupiah, itu acara Uang Kaget. Saya
lihat di acara itu, orang yang dapat uang 10 juta, rata-rata menangis luar
biasa, tersungkur dan bahkan pingsan, saking shock-nya dia, gembira, bahagia, euforia untuk apa yang dia dapat. Saya
terus mikir begini: “dia belum pernah sih lihat 10 juta, gak pernah memiliki 10
juta, maka dapat 10 juta buat dia itu shocking luar biasa, kegembiraan
melampaui yang dia pernah rasakan, sampai dia tersungkur, berterima kasih, berdoa
kepada Tuhan, setelah itu berapa lama, ditunggu, dibangunin, baru dia disuruh
belanja. Saya pikir begini, kalau minggu depan saya antarin lagi 10 juta, apakah
dia akan memberi reaksi yang sama? Tersungkur, menangis, pingsan. Berkurang gak
reaksi/ euforianya? Berkurang, dia bangga, nangis, berterima kasih, tapi udah gak
pakai sungkur-sungkuran. Minggu depan diberi lagi 10 juta, berkurang apalagi efourianya?
Sekarang mungkin hanya ucapkan terima kasih, pak, sungguh-sungguh terima kasih
–udah gak pakai nangis. Minggu ke minggu, tiap minggu diantar, sepanjang tahun,
kira-kira apa yang terjadi? Awalnya mungkin rasa senang, tapi kali kedua, kali
ketiga, kali kesepuluh, tidak ada rasa senang, berubah menjadi rasa takut:
“gimana kalau gak dapat 10? dapat 9 aja rasanya udah sakit ini”. Dia mulai
kehilangan rasa senangnya, malah kalau dulu nangis tersungkur pertama kali saya
kasi, sekarang kalau saya lupa kasih, “Sialan lu, kok lupa? Waduh, gua gak dapat”.
Pertanyaannya begini, untuk buat dia tersungkur lagi, menangis lagi, euforia lagi? Saya
tahu caranya: saya harus naikkan dari 10 menjadi 100 juta. Ya, naikin dosisnya.
Kalau tadi 10 juta:
1 hari dia pingsan, kalau 100 juta: 5 hari dia pingsan. Tapi
kan gini ya, kalau 100 juta mula-mula 5 hari dia pingsan, minggu kedua dia
pingsan 4 hari, minggu ketiga dia
pingsan 3 hari, lama-lama gak pakai pingsan. Saya antarin lagi 100 juta, dia
tidur. Akhirnya, dia bosan. Lalu naikkan jadi 1 M, oh euforia lagi, tapi coba
terus ulangi, mati lagi yang dia rasakan. Jadi kita tanya: “elu mesti dikasi
berapa sih biar jadi senang terus?”. Jawabannya apa? Dia harus dikasih jumlah
yang unlimited. Selama limited, dia akan bilang bosan, tambah. Teman
yang mencoba narkoba kan begitu, suntikan/ isapan yang pertama memang enak,
tapi kalau isapan selanjutnya tidak tambah dosis, tidak enak. Mesti nambah, karena
itu limited. Kita harus nambah-nambah terus, sampai kapan? Sebetulnya yang kau
kejar apa sih? Yang kita kejar sebenarnya adalah yang tidak terbatas. Lubang itu sebesar Allah dan hanya dapat diisi
oleh Allah itu sendiri, yang tidak terbatas. Selama kita cari dari tempat,
barang dan orang yang terbatas, saudara hanya akan mengulang. Di Alkitab ada
yang namanya Salomo, dia mencari dari ilmu, bosan, dia cari dari harta, bosan,
salah satu juga yang dia coba adalah dari perempuan. Cobain satu, enak. Dua
minggu kemudian dia bosan. Kemudian dia pikir, coba kalau dua mungkin lebih
enak, dia coba dua, 2 minggu dia bosan. Coba deh kalau 3, pasti saya puas, akhirnya
jadi 100, namun 2 minggu dia bosan, kemudian tanya, ada tidak yang baru? Dikasih
yang baru jadi 101, 102, hingga membeo, ngomongnya masih sama, ada gak yang
baru? 200, 201, 300, 400, 500, 501, 502, lalu ngomongnya masih sama “Ada gak
yang baru”, 700, 800, ngomongnya masih sama “Ada gak yang baru”, 900. Akhirnya
menteri mungkin bilang: “udah
habis, pak. Adanya juga masih yang kecil-kecil. Mau nunggu? Atau kita indent?” Pertanyaannya,
kapan Salomo akan berkata, “akhirnya tidak bosan lagi aku. Sudah kutemukan”.
Saya percaya Salomo sampai menghabiskan seluruh wanita yang ada di muka bumi,
dia akan berkata setelah 2-3 minggu “Ada gak yang baru”. Kenapa? Karena
terbatas, padahal yang dicari manusia adalah yang tidak terbatas. Itu sebabnya,
makin manusia mencari yang tidak terbatas untuk memenuhi lubang-lubang yang
tidak terbatas, dia akan keruk-keruk terus, 10 juta jadi kurang, minta 100 jt,
200 jt dst. Tuhan berikan seorang laki-laki untuk seorang wanita. Salomo punya
1000 wanita, jadi 1000 laki-laki kan tidak punya stock? Akhirnya orang lain
yang jadi korban. Yang ini punya 800 M, yang lain punya 10 rb pun susah sehari.
Itu uang negara diambilin sama mereka. Mengapa orang sampai milyaran atau
triliunan diambil seorang diri, korupsi di negara kita? Atau seperti Khadafi yang
punya 350 Miliar dolar, lalu kita tanya, 350 miliar dolar buat apaaan itu?
Makan emas 1 bakul per hari? Bingung kita. Makan, minum, pakaian tidak habis.
Saya tanya, 350 miliar itu untuk kebutuhan jiwa atau fisik? Kalau untuk
kebutuhan fisik, 1 M dolar juga kita bingung menggunakannya. Makan, minum,
pakaian kita juga begitu-begitu juga kan? Kalau duit banyak, tidak mungkin juga kita pakai pakaian 10, gerah man! Apa mau pakai baju
emas, kuat jalannya? Belum lagi keamanannya, sekali lu jalan, kepalamu hilang.
Jadi buat apa 350 M dolar? Pertanyaan kita sebenarnya, ini untuk kebutuhan jiwa
atau kebutuhan makan, minum, rumah? Jiwa! Begitu dia pakai 350 M untuk jiwa,
cukup tidak? Tidak cukup. Maka, kalau ditanya, apakah mau ditambah 1 M lagi, pastilah
dia mau, kalau bisa seluruh harta di dunia. Itu untuk jiwa. Salomo punya 1000
wanita apakah untuk kebutuhan seks, atau kebutuhan jiwa? Kebutuhan jiwa. Maka,
jangan heran kalau lihat orang, rumah bagus, istri cantik, anak bagus, namun
masih merasa kosong. Karena mereka mencoba menggunakan hal yang terbatas untuk
mengisi kebutuhan yang tidak terbatas. Itu sebabnya, walau kita pintar, kaya,
selama kita hidup memakai segala sesuatu itu menjawab kebutuhan jiwa kita, anda
dan saya selamanya tidak pernah dapat menjadi berkat. Karena kita dekatin
apapun dalam sikap untuk memperalat segala sesuatu. Itu sebabnya, kalau kita
perhatikan perjanjian baru, ketika Yesus diberikan, kita bertanya, “ini buat
apaan? Untuk apa Yesus diberikan?” Kalau jiwa kita dapat dipenuhi oleh duit
yang banyak, saya rasa kita akan berkata, “Tuhan jangan kirimi Yesus, kirimkan
duit aja cukup”. Kalau memang jiwa kita bisa dipenuhi, dipuaskan, diberi rasa
aman, dicintai, aku merasa berharga, dikasihi, kalau itu lewat ilmu, maka lebih
baik Allah mengirim ilmuwan bagi kita. Dan, kalau memang jiwa kita bisa dipuaskan
dengan pleasure, dengan kenikmatan-kenikmatan,
melalui mata, telinga, dan sebagainya, maka Allah lebih baik mengirimkan
entertainer. Tapi yang heran, dia mengirimkan seorang Yesus bagi kita. Untuk
apa? Dia mengirimkan Dirinya sendiri bagi kita. Allah datang menjadi manusia.
Untuk apa? Jawabnya karena manusia memiliki lubang-lubang yang tidak terbatas dan
hanya bisa dijawab oleh Dia yang tidak terbatas. Makanya Natal adalah sebuah
hadiah dari Allah. Dan hadiah natal itu isinya adalah diri Allah sendiri.
Perjanjian lama dimulai dengan Allah mencipta dunia ini, makanan, pohon,
bintantang, tumbuhan taman Eden, Hawa, semua diciptakan, bagi manusia. Allah
menghadiahkan semua yang Dia ciptakan bagi manusia, tetapi di perjanjian baru,
Allah tidak menghadiahkan ciptaan, tapi Dirinya, Pencipta, bagi kita. Sangat
berbeda. Mengapa? Karena hanya ada satu cara bagi kita untuk fulfill, merasa dikasihi begitu rupa,
merasa dihargai, itu hanya karena melihat Dia memberi Diri-Nya untuk saya.
Saya tutup dengan 2 pertanyaan. Kalau
anda melihat seseorang begitu mulia, maka dari apa Saudara menilai dia? Mengapa
orang ini begitu perlu dihormati? Mengapa orang ini begitu mulia? Saya kasi pilihan
jawaban: (1) Bagi siapa orang ini berani memberikan hidupnya, (2) siapa yang
berani/ rela mengorbankan hidupnya bagi orang ini. Jawabannya adalah (2). Kalau
kita katakan dia rela mati untuk istrinya, emang itu agung? Dia rela mati bagi istri orang,
lebih tidak agung lagi. Kita akan ukur dari siapa
yang rela mati untuk dirinya. Saya sering bertanya begini, kalau saya adalah seorang
bos, apakah saya akan rela mati bagi pegawai seperti saya atau model saya? Kalau
anda seorang guru, apakah anda rela mencintai murid yang model anda. Atau kalau
anda murid, apakah anda rela diajar oleh guru yang seperti anda. Kalau anda
anak, apakah anda mau punya orang tua model anda? Coba kalau anda jadi bapak
atau ibu, apakah mau punya anak model anda atau sebaliknya. Sering ketika kita jadi
anak, kalau punya orang tua seperti kita begini, kita aja tidak mau. Ketika
kita berpikir kebesaran seseorang diukur dari siapa yang mau mati untuk dirinya,
orang akan lihat ini orang besar. Itulah yang menakjubkan. Allah datang bagi kita, bahkan rela mati bagi kita. Itu kalau
dipikrkan, sangat-sangat menakjubkan. Ketika kita sadar bahwa kita hanya debu
dan tanyalah apakah saya rela mati untuk debu ini? Saya hargai debu ini dengan nyawa
saya. Orang bisa mati demi uang, demi anak, demi istri, tidak ada orang mati
demi debu. Tapi kita harus sadar, bahwa kata Human berasal dari bahasa Latin yaitu Humus yang artinya adalah debu, tanah. Yesus datang memberi diri-Nya
sehingga saya sadar bahwa tidak ada orang yang menghargai saya lebih dari Tuhan
Yesus. Dan ketika Dia mati bagi saya, saya menjadi sadar Dia memberi diri-Nya,
berapa Dia
menghargai saya, betapa Dia mencintai saya, dan ketika Dia datang dikatakan
Imanuel, Allah beserta saya. Berapa kali dalam Alkitab Allah berkata “Jangan
takut”? Allah berkata demikian di dalam
Alkitab dari Kejadian hingga Wahyu, sehingga Dia mau mengatakan rasa amanmu
datang dari Saya, rasa terlindungmu datang dari Saya. Berapa kali? 365 kali.
Setiap hari Tuhan mengatakan jangan takut, cukup untuk satu tahun. Sungguh
kalau Saudara mendalami benar, banya orang berpikir “elu jangan terlalu serius
ama Tuhan ntar rugi”. Yang terjadi justru sebaliknya, kita ini kurang serius.
Semakin mendalami, semakin kita menemukan apa yang kita cari ada di dalam diri-Nya.
Persis kita seperti anak hilang, gak mau sama bapanya, semua dia cari di luar
bapanya. Akhirnya dia sadar, yang gua cari, semua yang dibutuhkan ada di dalam
bapa gua, lalu dia pulang. Anak saya baru pulang dari studinya selesai, mencari
Tuhan dan dia bilang “Kalau memang Tuhan ada, dan Tuhan seperti yang dikatakan
Alkitab, biar Dia cari saya dan temui saya”. Mamanya selalu bilang, “bagaimanapun
Engkau cari apapun yang kamu cari, suatu hari kamu akan tahu yang kamu cari
hanya ada di dalam Tuhan”.
Read More..