Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

BAGIAN 3: TEGANGAN YANG SEHAT

Bab 18 – Prinsip-prinsip yang Memberi Arahan

Apakah yang kita lakukan setiap beribadah dilakukan karena hal-hal tersebut alkitabiah atau karena preferensi semata-mata, atau karena tata cara itulah yang sudah sejak dulu turun temurun dilakukan? Apakah ada tata cara tertentu yang normal dan alkitabiah yang harus dilakukan?

Arahan dari masa silam
Pada abad ke-16 dan ke-17, kebaktian jemaat menjadi tema yang ramai diperbincangkan ketika kaum Protestan berusaha mereformasi praktik liturgi yang tidak alkitabiah. John Calvin memunculkan apa yang kemudian dikenal sebagai prinsip regulatif ibadah, suatu bentuk keyakinan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam kebaktian umum gereja harus didasari perintah yang jelas dari Alkitab atau terimplikasi di dalam Alkitab. Prinsip lainnya dipraktikkan oleh Marthin Luther dan diadopsi oleh kaum Lutheran dan Metodis. Prinsip normatif memegang keyakinan bahwa apapun yang tidak dilarang dalam Alkitab, itu diperbolehkan. Pada abad-abad selanjutnya, timbullah denominasi baru dan konflik pun terus bergulir hingga masa kini.
Mengapa sulit sekali untuk menentukan, Tuhan ingin kita melakukan apa ketika berkumpul bersama? Ada beberapa sebab, seperti:
Pertama, meski setiap generasi dan setiap gereja bertanggung jawab mempertimbangkan apakah praktik-praktiknya sesuai dengan firman Tuhan, Tuhan memang tidak memberi rincian yang spesifik dalam hal ini seperti yang dikehendaki semua orang. Di dalam Alkitab tidak tertera tata cara ibadah yang dapat diterapkan pada segala budaya dan zaman.
Kedua, kita cenderung membaca Alkitab dengan cara/ aplikasi yang kita sukai sendiri. Kelompok yang satu mendasarkan ibadahnya pada ayat ini, yang lain pada ayat yang berbeda.
Ketiga, sebagian orang Kristen berpikir bahwa Tuhan tidak berkata apa-apa tentang bagaimana kita harus beribadah. Mereka berpikir bahwa kita dapat beribadah kepada Tuhan dengan cara yang bagaimana pun sesuai dengan kemauan kita. Paham ini mengutamakan pikiran dan ekspresi pribadi. Padahal Tuhan sudah memberi kita beberapa contoh dan perintah yang jelas-jelas menyatakan apa yang Ia ingin kita lakukan saat kita berkumpul bersama (Kis2:46-47; 1Tim2:1-12; 2Tim4:2; Kol3:16; 1Kor14:29; 11:17-34).
Tuhan memang tidak memberi petunjuk tentang segalanya, tetapi yang pasti, Ia tidak bungkam tentang hal tersebut.

Tiga prinsip
Berdasarkan Alkitab dan dengan menghormati para pendahulu kita, 3 prinsip berikut inilah yang kita pegang ketika menyusun acara ibadah:
1. Melakukan apa yang jelas-jelas diperintahkan Tuhan
2. Tidak melakukan apa yang jelas-jelas dilarang Tuhan
3. Menggunakan hikmat alkitabiah untuk hal-hal lainnya.

Apa yang dapat kita pelajari dari orang lain?
Kita dapat berdiskusi dengan orang lain yang tata cara ibadahnya berbeda. Titik tolaknya, sepakatlah tentang hal-hal yang paling penting. Alkitab adalah standar untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan dan doktrin. Allah sajalah yang berwenang menentukan bagaimana kita memanggil Dia, dan bagaimana kita berhubungan dengan-Nya. Yesus adalah satu-satunya Juruselamat; Dia mati dan bangkit bagi setiap orang yang bertobat dan beriman pada karya penebusan yang dilakukan-Nya di kayu salib, dan bahwa menyembah Allah tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kuasa Roh Kudus –kuasa yang memampukan kita menyembah Dia. Semuanya itu adalah kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat.

Tegangan yang sehat
Ada beberapa aspek ibadah di mana kita mempunyai perbedaan pandangan atau perbedaan praktik. Daripada mendiskusikannya berkepanjangan, marilah menimba pelajaran dari apa yang dimiliki pihak lain, yang tidak kita miliki. Inilah yang disebut tegangan yang sehat sehubungan dengan tata cara ibadah. Allen Ross berkata: “Tidak beralasan bagi sebuah gereja untuk mengubah segala sesuatu yang selama ini mereka lakukan; tetapi sangat beralasan bagi seluruh jemaat untuk mengevaluasi segala sesuatu yang mereka lakukan guna melihat bagaimana mereka dapat melakukan semuanya itu dengan lebih baik”.


Bab 19 – Transenden dan Imanen

Alasan sikap respek kita
Transenden berarti Allah independen dan superior atas ciptaan-Nya. Ketika kita menyembah Allah, kita harus menyadari bahwa Dia bukan seperti kita. Dia Raja yang berdaulat penuh, agung dan mulia, adil, suci.
Respons yang pantas terhadap hakikat Allah yang transenden adalah: respek dan hormat kepada-Nya. (Kel20:18; Yes6:5; Why1:7; Ibr12;28-29).
Terkadang liturgi yang formal dapat membantu kita beribadah dengan cara seperti itu; setiap kata sudah dipikirkan baik-baik, diucapkan dengan penuh kesungguhan, dan ditujukan untuk menarik perhatian jemaat pada keagungan dan hakikat Allah yang transenden. Orang-orang yang menghampiri Allah dalam ibadah dengan cara yang santai, tidak menyelami kebenaran itu.

Dekat dan lebih dekat lagi
Namun Allah tidak hanya transenden, Ia juga imanen. Artinya: Ia dekat dengan kita. Ia tidak mengisolasi diri dari ciptaan-Nya. Allah tidak hanya berada bersama kita –Ia diam di dalam kita (Kis17:28; 1Kor6:19). Allah yang transenden mengambil tempat untuk tinggal di dalam umat-Nya bagi kemuliaan-Nya. Kebenaran ini menjadi sumber ketakjuban, sumber rasa syukur dan penghiburan. Allah itu imanen, Ia seperti Sahabat, Gembala dan Juruselamat.

Menjaga tegangan yang sehat
Ada beberapa cara untuk menjaga gar hakikat Allah yang transenden dan imanen ini tetap berada pada tegangan yang sehat. Salah satunya melalui tema ibadah yang berbeda-beda, membahas pada kebesaran Allah dan kedekatan-Nya. Namun cara terbaik untuk menjaga tegangan yang sehat ini ialah dengan terus berfokus pada Injil. Kekudusan dan keadilan Allah yang transenden bertemu dalam pengorbanan diri Anak Allah. Kita membantu jemaat mengagumi hal ini.

Bab 20 – Kepala dan Hati

Sebuah gereja mungkin saja mengalami kesulitan untuk menghubungkan pengetahuan yang ada di kepala dengan gelora semangat yang ada di hati. Sesungguhnya keduanya harus saling berhubungan dan melengkapi. Keduanya sama pentingnya dalam ibadah yang alkitabiah.

Menggunakan kepala
Setiap kali memimpin jemaat beribadah, kita tidak hanya memimpin jemaat menyanyikan lagu. Kita sedang memimpin jemaat dalam peperangan menjunjung kebenaran. Itulah sebabnya kita perlu menyembah Tuhan dengan pikiran kita juga. Tuhan mau kita sedapat-dapatnya menggunakan daya pikir kita merenungkan kebesaran dan keajaiban perbuatan-perbuatan-Nya. Beberapa lagu perlu diulang untuk meresapi artinya, atau cara pengungkapan dan penyajiannya perlu diperbarui, atau kita perlu menjelaskan arti kata-kata tertentu, istilah alkitabiah, dan beberapa kata yang belum benar-benar dipahami sekalipun sering didengar. Memimpin ibadah dengan cara yang menjadikan Tuhan terasa menjemukan adalah dosa. Kreativitas kita menolong jemaat memahami karakter dan perbuatan Allah dengan lebih jelas lagi.
Memang ada bahayanya, intelektualitas itu sendiri dapat menjadi tujuan akhir kita. Kita dapat lebih terkesan oleh penjabaran doktrin daripada oleh Yesus. Akhirnya kita memimpin jemaat yang teologinya baik, namun mati emosinya. Melalui kombinasi ini, Allah tidak dimuliakan.

Menggunakan hati
Banyak jemaat sudah terbiasa menjalani ibadah yang tidak responsif, tidak menyentuh hati, tidak mengubahkan. Kita harus memimpin jemaat menyembah Tuhan dengan bergairah. Gairah yang hendak kita bangkitkan adalah sesuatu yang lebih dari sekadar emosi yang cepat berlalu, yang dangkal, atau yang ditimbulkan oleh diri sendiri. Gairah dalam Tuhan bersifat mendalam dan langgeng. Ini merupakan hasil dari berfokus pada apa yang sudah dilakukan Allah dan pada siapa Allah itu sendiri. Gambaran yang jelas tentang Allah yang hidup, hakikat-Nya, pengenalan kita akan kedaulatan-Nya, merenungkan harga yang sudah dibayar Juruselamat, akan menggugah hati kita, membuat kita takjub, merasakan damai, dan membuat kita terperangah.

Mewaspadai emosi agar terkendali
Adalah sesuatu yang mungkin bahwa perasaan dan pengalaman menjadi tujuan kita semata-mata, bukan Allah itu sendiri. Kita datang beribadah untuk mendapatkan perasaan enak, tanpa mempedulikan apa yang menghasilkan perasaan itu atau bagaimana kita mengekspresikannya.
Kita memerlukan lagu-lagu yang membuat kita berpikir secara mendalam tentang Tuhan dan yang membantu kita memberi respons dengan sepenuh hati. Pemimpin ibadah mengambil tanggung jawab atas apa yang dinyanyikan jemaat. Kita perlu dengan bijak membimbing jemaat untuk memunculkan perasaan kuat yang didasari kebenaran firman Tuhan, dan hal ini akan menghasilkan buah yang baik. Kebenaran alkitabiah dan perasaan/ emosi yang mendalam mempunyai tempatnya masing-masing ketika kita menyembah Tuhan; dan kedua unsur itu perlu berjalan seiring.

Bab 21 – Internal dan Eksternal

Latar belakang seseorang bisa membuatnya sangat ekspresif sewaktu memuji Tuhan. Kita tidak akan mengetahui apakah seseorang sedang benar-benar menyembah Tuhan kalau kita hanya mengamati penampilan luarnya. Kita perlu mengetahui keadaan di dalam dirinya, yaitu hatinya. (band. 1Sam16:7; Mat15:8-9; Ams4:23). Kata “hati” dalam firman Tuhan mencakup segala sesuatu dari apa yang kita pikirkan, rasakan, hingga apa yang kita pilih. Itulah sebabnya tidak cukup kalau jemaat hanya hadir dalam ibadah. Kita perlu memperhatikan apa yang sedang terjadi dalam alam kehendak, pikiran dan perasaan mereka.
Beribadah dari dalam hati, itu paling penting. Tapi, apa yang kita lakukan/ ekspresikan dengan tubuh kita selagi beribadah bukan berarti sesuatu yang tidak penting. Kita perlu menyatakan apa yang ada di hati kita dengan cara yang konkrit.

Memimpin dengan cara dan ekspresi yang menghormati Tuhan
Arahkan perhatian jemaat kepada Allah dan Injil
Sikap ekspresif dalam ibadah bersama akan muncul saat kita dengan jelas menatap dan mengenal Siapa yang kita sembah, memahami keagungan-Nya dan mengerti kasih karunia Juruselamat.
• Informasikan ekspresi fisik yang pantas dan batas-batasnya
Berbagai gerakan fisik dapat memuliakan Allah, termasuk bertepuk tangan, menyanyi, sujud menyembah, berlutut, mengangkat tangan, bersorak sorai, memainkan alat musik, menari, dan berdiri dengan sikap takjub (Mzm47:2,6; Kel12:27; Mzm95:6; 134:2; 33:1; 150:3-4; 33:8). Ekspresi lahiriah dalam ibadah dapat mencerminkan banyak hal, tetapi tidak segalanya.
• Bahaslah rintangan ekspresi fisik dalam ibadah
Apa yang menahan jemaat berekspresi? Mungkin ada jemaat yang takut pada apa yang dipikirkan orang lain, mungkin konsep mereka pada ibadah yang “hormat dan khidmat”, atau karena takut mengganggu konsentrasi orang lain yang sedang fokus pada Kristus.
• Ajukan kepedulian terhadap orang lain
Ekspresi fisik ada batasnya. Prioritas utama kita ketika beribadah bersama bukan soal ekspresi pribadi, melainkan bagaimana kita juga dapat melayani orang lain (1Kor14:12; 13:1-8). Jemaat akan belajar dan meneladani apa yang pemimpinnya percontohkan. Dalm berekspresi dan memuji Tuhan, jemaat jarang melebihi para pemimpinnya. Kita harus membantu jemaat memahami bahwa Allah pantas menerima ekspresi kasih kita yang mendalam, kuat, lagi murni.

Bab 22- Vertikal dan Horizontal

Elemen vertikal dari ibadah
Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan karena Ia mengasihi kita. Bukan supaya kita terus menerus fokus pada diri sendiri, tetapi supaya kita memuji kasih dan kemuliaan-Nya (Ef1:3-6). Ketika kita menyembah Allah, kita ikut melakukan aktivitas yang sudah dimulai sejak kekekalan dan yang akan berlanjut selamanya.
Ibadah adalah tentang Allah dan bagi Allah. Kita keliru kalau mengira ibadah yang berkenan itu bergantung pada upaya, ketulusan atau persembahan kita. Tuhan menghendaki kita menyembah Dia bukan karena ada kekurangan pada diri-Nya, tetapi karena ada kekurangan pada diri kita. Kitalah yang perlu menyembah Allah, dan karena kesempurnaan moral-Nya, Allah membuat diri-Nya satu-satunya yang pantas disembah.
Karena semua itulah, yang disebut ibadah yang alkitabiah adalah ibadah yang berfokus pada Allah (Allah jelas terlihat), berpusat pada Allah (Allah jelas menjadi prioritas), dan mengagungkan Allah (Allah jelas dihormati).

Elemen horizontal dari ibadah
Ketika kita sedang berkumpul bersama, kita tidak beribadah sendiri-sendiri, seakan-akan terlepas satu sama lain (Ibr10:24-25; 1Kor14:26; Ef5:19; Kol3:16). Persekutuan ini saling membangun. Kita bisa mengaplikasikannya dengan bersama belajar kebenaran firman Tuhan, mengambil waktu secara khusus mendoakan jemaat dalam pergumulan yang sedang dihadapi, memberi kesempatan bagi jemaat untuk bersaksi, memberi apresiasi kepada jemaat.
Namun, hati-hati kalau pertemuan ibadah menjadi sesuatu yang hanya berpusat pada apa yang kita lakukan satu sama lain, memenuhi kebutuhan orang-orang, dan memastikan semua orang senang. Arahkanlah perhatian orang-orang pada anugerah Allah, supaya Allahlah yang disembah, dan umat-Nya mengalami pertumbuhan rohani bagi kemulian-Nya.

Bab 23 – Yang Direncanakan dan yang Spontan

Adalah bijak untuk membiasakan diri membuat rencana detail tentang ibadah yang akan kita lakukan. Petunjuk yang diberikan Roh Kudus seringkali datang sebelum pertemuan ibadah dimulai.

Apa yang tidak boleh dilakukan dengan adanya perencanaan
Perencanaan tidak boleh mengambil tempat kebergantungan kepada Roh Kudus. Tetaplah berdoa.
Perencanaan tidak boleh menggantikan kebutuhan kita mendengarkan Roh Kudus saat ibadah sedang berlangsung. Kita tetap mengantisipasi bahwa Tuhan mungkin saja memberi petunjuk lainnya ketika ibadah sedang berlangsung
Perencanaan juga tidak dapat menjamin segalanya akan berjalan dengan baik dan benar.

Apa yang boleh dilakukan dengan adanya perencanaan
Membuat rencana dapat menyadarkan kita bahwa kita betul-betul memerlukan Tuhan sebelum mengadakan dan memulai ibadah. Jemaat datang dengan berbagai masalah. Tapi, kita mempunyai firman Tuhan untuk disampaikan, lagu yang akan dinyanyikan, waktu yang terbatas untuk membantu jemaat melihat Tuhan lebih besar daripada masalah mereka, bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat yang luar biasa.
Membuat rencana dapat menuntun kita untuk memperjelas tujuan yang akan kita capai dan bagaimana mencapainya. Membuat rencana membantu para pelayan untuk menyiapkan kontribusinya masing-masing dan secara tim, menggunakan gaya musik yang berbeda, memperkaya keragaman, dan menggunakan firman Tuhan dengan lebih konsisten selagi menyanyi bersama.
Dalam perencanaan, kita juga dapat mempersiapkan orang-orang yang hendak bersaksi. Kesaksian tertulis masih dapat disempurnakan, menjadi lebih jelas dan lebih mantap. Hal ini juga dapat meredakan kecemasan, fokus pada tema, dan lebih mungkin menepati waktu.

Manfaat spontanitas
Spontanitas memberi kita kemerdekaan untuk merespons kebutuhan yang ada saat itu juga, dan merespons pimpinan Roh Kudus yang aktif, selagi kita memimpin.
Beberapa hal yang perlu diingat untuk bertumbuh dalam spontanitas:
Jangan merencanakan terlalu banyak hal untuk dilakukan
• Latihlah spontanitas musikal anda sendirian
• Latihlah spontanitas dengan tim anda

Roh Kudus dapat memakai kita dengan cara yang kuat ketika kita memainkan lagu yang sudah kita kuasai lewat latihan berjam-jam, berbulan-bulan. Tetapi kemampuan untuk bermain musik secara spontan memungkinkan kita menanggapi, kapan pun Roh Kudus memberi arahan kepada kita.

Bab 24 – Yang Dari Zaman Dulu dan yang Relevan

Menimba manfaat dari zaman dulu
Himne-himne masa silam yang kita nyanyikan pada zaman sekarang sudah teruji dari abad ke abad. Teologinya mantap, syair yang teramat indah, dan kasih kepada Tuhan yang teramat sangat dalam. Bentuk liturgi masa lalu juga memberi banyak manfaat. Liturgi yang diulang-ulang, yang didasarkan pada Alkitab dapat membantu jemaat ingat akan kisah penebusan setiap kali mereka berhimpun. Sepanjang sejarah, liturgi sudah membantu menjaga asupan teologis jemaat dan melindungi mereka dari bahaya doktrin sesat yang gencar menyerang setiap generasi. Liturgi yang baik dapat pula menjaga jemaat sehingga mereka tidak menjadi sama dengan budaya yang mencampur baur iman.
Terkait tegangan yang sehat ini, memang selalu ada keburukannya kalau kita terlalu berfokus pada satu tiang saja. Pelaksanaan tradisi religius yang terlalu berlebihan akan melahirkan ortodoksi yang mati.

Pentingnya relevansi
Kita hendak memberitakan Injil yang tidak berubah itu dengan cara yang dapat dimengerti oleh budaya kita sekarang –cara yang memudahkan orang-orang untuk melihat siapa Yesus Kristus dan bagaimana Dia sudah mengubahkan hidup kita.
Ada beberapa hal yang bisa kita aplikasikan terkait relevansi:
Hendaknya kita tidak menggunakan bait-bait himne yang syairnya tidak jelas. Apakah lirik yang kita nyanyikan terdengar bagai bahasa asing di telinga jemaat?
Kita bisa menggunakan visual/ teknologi yang relevan.
Yang penting, setiap gereja perlu memastikan bahwa kisah nyata tentang penebusan yang dilakukan Allah dapat dimengerti dengan mudah dan dialami oleh orang-orang yang hendak dijangkau dengan Injil, sesuai dengan daerahnya, cirinya, dan kondisinya.

Bahayanya mengejar relevansi
Media, perkembangan teknologi, dapat berdampak buruk, bahkan mempersuram pesan yang sedang disampaikan. Menggunakan tampilan video secara berlebihan dapat mengurangi dampak firman Tuhan dan memancing keinginan untuk lebih banyak lagi melihat tampilan visual.
Ketika kita sedang mengevaluasi cara-cara untuk menjadi relevan, kita perlu berfokus pada basis teologi bagi tindakan kita (Kebenaran alkitabiah apa yang hendak kita komunikasikan dengan lebih jelas melalui perubahan ini?). Kita juga perlu cermat memeriksa motif-motif kita (Apakah kita cuma ingin dipandang paling modern?). Kita juga perlu realistis dalam mengantisipasi akibatnya (Apa yang perlu kita hentikan supaya kita dapat mulai melakukan suatu hal?)

Mana yang perlu didahulukan
Budaya berubah, gaya dan bentuk berubah, tradisi berubah, waktu berubah. Allah tetap sama. Melalui kepemimpinan yang bijak dan keteladanan yang terus menerus kita berikan, marilah melatih jemaat menimba manfaat dari “warisan” generasi masa silam, sekaligus berupaya terus menyuarakan Injil yang kekal dengan cara yang dapat dipahami oleh budaya kita.

Bab 25 – Terampil dan Tulus

Semua keterampilan bermain musik di seluruh dunia tidak dapat dijadikan pengganti hati yang dengan setulusnya menyembah Allah. Tetapi, gereja yang meremehkan pentingnya keterampilan akan cenderung menjadi sentimental belaka, lamban, menjurus ke sikap malas, dan menyombongkan ketulusannya. Allah menghendaki kita mengejar keduanya –keahlian dan hati.

Dapatkah kecakapan menjadi sesuatu yang berlebihan?
Ketika kita beribadah kepada Allah dengan cakap, kita mempersembahkan apa yang terbaik (Kel23:19a; Bil18:29-30). Namun bila kecakapan dan excellence diutamakan secara ekstrim, hal itu dapat menjurus ke arah arogansi, formalisme, dan ibadah yang mengedepankan seni semata-mata. Dalam ibadah bersama, excellence mempunyai tujuan memfokuskan perhatian jemaat pada atribut dan perbuatan Allah yang luar biasa. Kita bermain musik atau memimpin pujian sebaik mungkin supaya kita dapat melayani orang lain dengan lebih efektif, membangun jemaat, dan ini kita lakukan bagi kemuliaan Allah, tidak semata-mata untuk membangun standar tertentu. Standar yang paling minim ialah memainkan musik/ memimpin pujian dengan cukup baik sehinnga tidak mengganggu konsentrasi jemaat yang sedang kita layani.

Memimpin atau menyembah Tuhan –Apakah ini pertanyaan anda?
Kita bisa secara efektif memimpin jemaat dalam ibadah, bersamaan dengan itu menyembah Tuhan. Semakin kita cakap memimpin, semakin mudah bagi kita untuk menyembah Tuhan (tanpa dipusingkan lagi dengan hal-hal teknis) melalui lagu-lagu yang sedang dinyanyikan, dan jemaat akan melihat serta merayakan supremasi Allah.

Kualitas atau kuantitas?
Dengan berkembangnya persekutuan, jumlah orang yang ingin melayani pun akan semakin bertambah. Ada lebih terampil, ada yang lebih tulus, ada yang terampil dan tulus. Yang pertama-tama perlu dilakukan adalah memohon Tuhan memberi kita hikmat dan kasih karunia, untuk menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat, sesuai karunianya (Rom12:3-8). Tanggung jawab kita yang pertama bukanlah untuk membuat seseorang senang, melainkan melayani jemaat dengan karunia-karunia yang sudah Allah berikan di dalam persekutuan, untuk membangun jemaat, bukan memenuhi aspirasi beberapa anggotanya.
Seseorang yang rindu melayani belum tentu mempunyai bakat di bidang di mana ia ingin melayani. Baik sekali bila anda berkumpul dengan tim anda untuk menjelaskan syarat-syarat keanggotaan. Paling sedikit, syarat itu harus mencakup kesalehan, kecakapan musikal, dan kemampuan untuk berekspresi secara alamiah. Memang ini bukan pekerjaan mudah. Keanggotaan tim musik pun bisa berganti seiring berkembangnya bakat jemaat. Menjadi anggota tim musik merupakan kesempatan untuk melayani bukan suatu hak untuk dipertahankan. Kita dipanggil untuk mengembangkan bakat yang Tuhan berikan, bukan untuk mengungguli orang lain. Kita bisa saja menyatukan para musisi yang kurang berbakat dengan yang lebih berbakat untuk jadwal tertentu, bahkan mendorong para musisi terbaik untuk berkumpul dengan yang kurang berbakat di luar jadwal latihan, untuk saling belajar.
Hendaknya kita tidak mengkompromikan keterampilan ataupun ketulusan dalam ibadah.

Bab 26 – Bagi Jemaat dan Orang yang Belum Percaya

Memahami identitas komunitas penyembah
Prioritas kita yang utama dalam ibadah ialah menguatkan jemaat. Allah tidak menghendaki jemaat yang kita pimpin setiap ibadah tetap tidak dewasa alias kerdil. Ia menghendaki mereka dalam segala hal bertumbuh dalm Kristus. Pasalnya, kedewasaan itu dapat terhambat kalau kita memusatkan perhatian utama pada orang-orang baru, atau pada orang-orang yang belum percaya.
Pertumbuhan gereja berarti bertumbuh dalam pemahamannya akan Injil, bertumbuh dalam kesalehannya, bertumbuh dalam keikutsertaannya melayani, bertumbuh dalam kerinduannya emnjangkau orang-orang terhilang. Jadi, bukan hanya bertumbuh secara kuantitas. Pertumbuhan seperti itu harus lebih diutamakan daripada mengadakan acara ibadah yang maksudnya hanya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang. Dampaknya terhadap dunia pun akan lebih besar.

Memperhatikan orang-orang yang belum percaya
Apa yang dirasakan orang-orang yang belum percaya ketika mereka hadir dalam ibadah kita? Apakah mereka bingung oleh “kekristenan” kita? Tidak akan datang lagi karena merasa asing? Merasakan kesombongan rohani pada diri kita? Memang ada bahayanya kalau kita lupa adanya orang-orang yang belum percaya yang hadir di tengah-tengah kita; mereka mudah kebingungan. Apakah itu mengangkat tangan, liturgi formal, tradisi non verbal, kita perlu memandangnya dari kacamata orang-orang yang belum percaya. Kita bisa berbicara dengan lebih sederhana, dan perlu menjelaskan istilah atau kata-kata Kristen yang sudah umum (tanpa menggantinya dengan istilah lain yang merendahkan maknanya).
Banyak gereja/ persekutuan mengadakan survei untuk membuat strategi dan ibadah yang mencerminkan keinginan orang-orang yang belum percaya. Namun masalahnya, orang-orang yang belum percaya tahu apa yang mereka inginkan, tetapi tidak tahu kebutuhannya untuk diperdamaikan dengan Allah. Kebutuhan itu harusnya dapat disadari dalam ibadah yang jemaatnya mengagungkan Kristus –dan yang mempedulikan siapa yang hadir bersama mereka.
Ada beberapa hal positif yang dapat dilihat orang-orang yang belum percaya dalam ibadah kita:
Semangat yang tulus
Ketika kita beribadah, orang-orang yang belum percaya harusnya melihat kita yang terkagum-kagum oleh kebaikan dan rahmat Allah. Bukan karena direkayasa, tetapi karena anugerah Allah saja yang sangat dalam mempengaruhi kita. Kita berkumpul tidak hanya untuk berbicara tentang Allah; kita berjumpa dengan-Nya dan berada di hadirat-Nya.
Kasih
Kita menyambut dan menjangkau mereka dengan baik. Misalnya dengan menyapa mereka, meminta mereka berdiri sejenak, memberikan ucapan terima kasih, tepuk tangan, memberi kesempatan memperkenalkan diri, mengobrol atau makan bersama setelahnya. Kita ingin “mencengangkan” mereka dengan kasih kita.
Bukan hanya kasih yang ditujukan untuk orang-orang yang belum percaya, tetapi kita juga harus menunjukkan kasih di antara para anggota gereja/ persekutuan (Yoh17:21). Kalau kita memberi dorongan semangat kepada jemaat untuk saling melayani, kita tidak hanya sedang menggenapi ibadah yang alkitabiah, tetapi orang-orang yang belum percaya pun akan melihatnya, lalu menjadi tertarik untuk mendekat pada Sang Juruselamat.
Injil
Tidak ada cara yang lebih baik untuk melayani orang-orang yang belum percaya selain membantu mereka mendengar, mengerti, dan mengalami kisah terbesar tentang penebusan yang dari Allah di dalam Yesus Kristus. Untuk itu kita harus memberitakan dan menjelaskan Injil.
D.A.Carson menulis: “Kalau jemaat dibangun dengan pesona dan personalitas yang memukau saja...tetapi tidak ada pemberitaan terus menerus yang penuh semangat tentang ‘Yesus Kristus yang disalibkan’, maka yang akan bergabung dengan kita hanyalah orang-orang yang hanya menjadi penganut saja, bukan petobat-petobat sungguhan”.

Bab 27 – Yang Khusus dan yang Sehari-hari

Beribadah kepada Tuhan dengan seluruh kehidupan
Meski ada beberapa kata bahasa Yunani dalam PB yang diterjemahkan menjadi “penyembahan”, tidak ada satu pun yang mengandung arti “menyanyi”. Kebanyakan dari kata bahasa Ibrani (PL) yang diterjemahkan penyembahan (ibadah) mengacu pada gerakan, sikap, dan perbuatan yang dapat terjadi kapan saja, dengan atau tanpa menyanyi. Jadi apa artinya beribadah kepada Tuhan (menyembah Tuhan) sepanjang waktu? Artinya melakukan segala sesuatu untuk menarik perhatian orang-orang terhadap kebesaran dan kebaikan Tuhan, melakukan apa yang Tuhan perintahkan, tidak melakukan apa yang dilarang oleh-Nya (band.Rom12:1; 1Kor10:31).

Beribadah dengan jemaat yang berkumpul bersama
Jadi, kalau kita beribadah kepada Tuhan sepanjang hari dan setiap hari, seberapa pentingkah kita berkumpul sebagai jemaat untuk beribadah bersama? Sangat penting!
Orang-orang Kristen abad pertama hampir selalu terlihat sedang beribadah bersama, menginjil, berdoa, menyanyi dan menempuh kehidupan ini bersama-sama. Di PL juga, yang disoroti adalah umat Allah, bukan individu secara perseorangan.
Ada beberapa sebab mengapa kita berkumpul setiap minggu sebagai jemaat:
Kita memerlukan dorongan semangat dan dukungan
Memang benar, kita dapat mempelajari Alkitab, membaca buku-buku Kristen, menyanyikan lagu-lagu rohani, berdoa, dengan Tuhan secara pribadi di rumah masing-masing. Itu harus kita lakukan. Tetapi kita mudah terperdaya oleh hati kita sendiri yang sudah tercemar dosa. Seseorang tidak mungkin dapat bertumbuh dalam kesalehannya dan sepenuhnya mengalami kasih karunia kalau mereka hidup terpisah dari jemaat.
Allah lebih dimuliakan
Kemuliaan Allah memang tidak pernah bertambah ataupun berkurang. Namun seperti Donald Whitney menjelaskan: “Ketika sebuah tim sepakbola menang dalam pertandingan, kemuliaan yang diterimanya akan lebih besar bila pertandingan itu disiarkan di seluruh negeri, di hadapan jutaan pemirsa, daripada kalau pertandingan hanya ditonton oleh anda seorang diri lewat saluran TV closed-circuit... Kemuliaan di hadapan publik membawa kemuliaan yang lebih besar daripada kemuliaan di hadapan satu orang. Demikian juga, Allah mendapat lebih banyak kemuliaan ketika anda beribadah kepada-Nya bersama jemaat daripada seorang diri”. Namun sekali lagi, ibadah bersama tidak dapat menggantikan pengabdian pribadi yang memuliakan Tuhan. Tanpa dibarengi perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara pribadi, ibadah bersama hanya akan menjadi sesuatu yang dangkal dan munafik. Tapi kalau kita berkumpul bersama untuk memasyhurkan besarnya kebajikan Tuhan (Mzm145:7), lebih banyak orang akan melihat bahwa Allah pantas dipuji.
Kita menerima pengajaran dan bimbingan dari pendeta –gembala sidang
Pendeta mengemban tanggung jawab untuk memimpin, membimbing, menjaga dan memberi makanan rohani kepada umat Allah (1Pet5:2; Kis20:28).
Kita diingatkan bahwa kita sudah dipisahkan dari dunia dan dipersatukan bersama-sama dengan Allah
Berkumpul bersama merupakan wujud nyata dari keadaan kita yang berbeda dari dunia, tanda kesatuan kita dalam Injil yang telah memperdamaikan kita satu sama lain, yang memampukan kita saling mengasihi dan mengampuni.

Menyatukan yang khusus dan yang sehari-hari
Sesudah menyanyikan lagu-lagu dalam ibadah, berdoalah agar kebenaran yang sudah dilantunkan dalam lagu-lagu (dan juga pemberitaan firman) akan nyata dalam kehidupan jemaat sehari-hari.
Hari Minggu bisa menjadi titik puncak dari satu pekan, tetapi setiap hari sepanjang satu pekan kita dapat menempuh kehidupan yang beribadah, menyembah Tuhan dalam relasi dan pekerjaan sehari-hari; kita menjadi jemaat yang sedang beribadah meski tidak sedang berkumpul di satu tempat. Tetapi kita perlu dikuatkan, diberi dorongan semangat oleh firman Tuhan, dan dukungan saudara seiman; kita menjadi jemaat yang beribadah dan berkumpul di satu tempat.
Secara individu dan bersama-sama, kita menyadari tujuan kita diciptakan: mengagungkan kebesaran Allah dalam Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus.

0 komentar:

Posting Komentar

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo