STRATEGI
HIDUP KRISTEN
Kawas Rolant Tarigan
Mengapa tema strategi hidup Kristen menjadi
sangat penting?
1.
Banyak
orang Kristen hanya berhenti sampai perumusan visi dan misi hidup, namun melupakan strategi. Akhirnya banyak mimpi yang tak tergapai, hidup berjalan
tidak efektif, banyak hal tertunda, dan waktu terlewat begitu saja. Inilah
salah satu cara kerja iblis yang halus, membuai kita terlena, tak terasa
semakin tua, dan kita belum melakukan apa-apa yang begitu berarti selama hidup.
Dunia menawarkan berbagai alternatif strategi hidup, tapi belum tentu
kristiani.
2. Jangan terjebak pada 2 ekstrim. Ekstrim yang pertama adalah
orang-orang yang terjebak dalam ’pimpinan Roh’. Jadi apa yang mereka lakukan
tergantung kepada ‘Roh’, tanpa ada
satu penataan dalam hidupnya. Ekstrim yang kedua adalah orang yang sebegitu menata hidupnya sampai-sampai
Allah terlupakan atau terabaikan. Kita harus berada dalam
tegangan yang harmonis: bagaimana di dalam pimpinan Roh, kita menata hidup
dengan penuh tanggung jawab.
3. Hidup hanya sekali, sesudah itu akan mati, dan kita tidak tahu kapan itu
terjadi. Jadi kita harus hidup secara maksimal dan penuh arti, bukan diukur dari kesementaraan (harta, jabatan, ketenaran), melainkan dari
kekekalan (dampak hidup
kita bagi Allah untuk sesama/ menghasilkan Kerajaan Allah di dunia ini). Memaksimalkan hidup kita bagi Allah hanya mungkin
dicapai dengan hidup terencana: efisien dan efektif. Efisien berbicara tentang
penghematan tenaga, waktu, dan dana, (do the things right); sedangkan efektif berbicara soal hasil, dampak, dan kemaksimalan
di dalam hidup kita, (do the
right things).
Ayat penuntun
1.
Ef 5:15-17 - Akribos
“Be very careful, then, how you
live--not as unwise but as wise, making the most of every opportunity, because
the days are evil. Therefore do not be foolish, but understand what the Lord's
will is.” (NIV)
Tentang penjelasan bagian ini, Sen
Sendjaya menguraikannya dengan sangat baik dalam bukunya Jadilah Pemimpin demi
Kristus:
Kata asli
yang dipakai untuk “perhatikan dengan seksama”: adalah AKRIBOS. Kata ini berarti exactness,
precision, accuracy. Sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang ilmuwan yang
sedang menganalisa suatu zat di bawah
mikroskop dengan sangat teliti dan menyeluruh. Hidup akribos adalah hidup yang tidak sembarangan, selalu sepadan dengan
standar, dengan sebuah idealisme. Dalam PB, kata ini dipakai minimal 4 kali:
Mat 2:8 (akribos seperti seorang detektif),
Luk 1:3 (akribos seperti seorang jurnalis),
Kis 18:25 (akribos seperti seorang guru),
1 Tes 5:2 (akribos seperti seorang murid).
Ada 1 benang merah, akribos yaitu
ketelitian dan akurasi yang begitu tinggi yang mampu dipertanggungjawabkan.
Dalam Ef
5:15, kata Akribos ini tidak
menggambarkan sebuah profesi, melainkan gaya hidup. Gaya hidup yang selalu siap
siaga, mawas diri, tidak lengah. Efesus adalah kota metropolitan yang paling
besar dan paling sibuk di Asia Kecil pada waktu surat ini ditulis (sekarang
bagian dari Turki). Bukan hanya itu, Efesus adalah kota pusat penyembahan
berhala dengan kuil Dewi Artemis yang sangat tersohor sehingga semua orang
datang berduyun-duyun pergi menyembahnya. Sebagaimana kota metropolitan pada
hari ini, segala macam dosa ada di Efesus. Kepada jemaat ini Paulus berkata:
“Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup!”. Betapa peringatan ini
berlaku bagi kita yang hidup di zaman sekarang.
Anda dan saya akan disebut orang bebal
bila kita hidup terus menerus ditipu dan dikalahkan oleh dunia, oleh hawa nafsu
daging, dan oleh setan. Ketiga musuh utama orang Kristen ini
disinggung Paulus di awal surat ini (2:1-3). Hidupmu jangan lengah, sebab jika
engkau lengah, engkau akan kembali kepada hidupmu yang lama, manusia lama yang
selalu berkanjang dalam dosa, sama seperti orang yang belum mengenal Allah.
NIV
Study Bible Notes memperlihatkan bagaimana Paulus menggunakan penegasan antonim di bagian ayat ini: unwise . . . wise. Having emphasized the contrast between light and darkness (8-14), Paul now turns to the contrast between wisdom and
foolishness. foolish . . . understand. The
contrast continues. "Foolish" here is a
stronger word than "unwise". The foolish person not only misses opportunities to make wise use of
time; he has a more fundamental problem: He does not understand what are God's
purposes for mankind and for Christians.
2.
2 Tim 4:1 - Coram Deo
“Di hadapan Allah dan
Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan
dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya”
Di akhir masa hidupnya, di penjara yang suram
dan terbelenggu, Rasul Paulus masih saja dengan iman yang berkobar menuliskan
surat terakhir/ surat regenerasi ini untuk meneguhkan Timotius. Paulus memandang
hidup sebagai sebuah
pertandingan iman, yang sebentar lagi akan ia akhiri dengan
baik, dan memasuki tahap (baca: keberangkatan; NIV: departure) yang baru. Mengawali dan mengakhiri perikop ini (ay.1
dan 8), Paulus menekankan bahwa Kristus adalah Hakim yang akan mengevaluasi
seluruh hidup kita. Allah melihat seluruh detail
hidup kita, tidak ada yang tersembunyi. Inilah yang disebut Coram Deo: hidup di hadapan Tuhan. R. C.
Sproul menyatakan “The big idea of the
Christian life is coram Deo. Coram Deo captures the essence of the
Christian life.” Lebih lanjut dia menjelaskan: “This phrase literally refers to something that takes place in the
presence of, or before the face of, God. To live coram Deo is to live
one’s entire life in the presence of God, under the authority of God, to the
glory of God. To live in the presence of God is to understand that
whatever we are doing and wherever we are doing it, we are acting under the
gaze of God. It involves recognizing that there is no higher goal than offering
honor to God. Our lives are to be living sacrifices, oblations offered in a
spirit of adoration and gratitude”.
Pdt. Liem Kok
Han dalam satu khotbahnya berkata: Coram
Deo, kita harus senantiasa menyadari bahwa kita sedang hidup dalam hadirat
Tuhan. Semakin kita mengenal Tuhan maka semakin tidak menegakkan
diri atau menonjolkan diri. Pengenalan kita akan Tuhan sangat mempengaruhi
hidup ibadah, hidup kesalehan dan hidup aktivitas rohani kita. Coram Deo adalah istilah besar, kita
sedang hidup dalam hadirat Tuhan, Allah yang Mahahadir dan yang Mahatahu. Saat
hidup dalam dunia ini, kita harus menyadari bahwa hidup kita sedang dilihat
Tuhan. Apapun yang sedang kita kerjakan kita harus sungguh menyadari bahwa kita
sedang melakukannya di hadirat Tuhan, Pemilik alam semesta ini... Coram Deo berarti kita mau hidup saleh.
Orang saleh adalah orang yang hidup dalam hadirat Tuhan yang menyadari bahwa
seluruh tindakannya adalah respons kepada Tuhan. Tuhan yang berdaulat atas
hidupnya dan apa yang dilakukannya adalah hanya untuk menyenangkan Tuhan.
3.
Mat 6:33 – Focus on God
“Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu”.
Kalau ditanya satu ayat ringkas yang
menyatakan 1 fokus hidup manusia, ayat inilah jawabannya. Tujuan, prioritas,
yang paling ultima dan satu-satunya dalam hidup manusia hanyalah Allah. Selama
hidup, tak perlu cari berkat-Nya, tetapi single-minded carilah
Allah – Sang Pemberi berkat, maka tidak ada lagi kekuatiran dalam hidup. (ay.
25 Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum,
dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.
Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting
dari pada pakaian?).
Sen Sendjaya
kembali menjelaskan dengan sangat baik tentang konsentrasi hidup yang
hanya berfokus kepada Allah: Terlalu banyak pemimpin Kristen
yang tidak efektif menjalankan perannya
bukan karena kurang terampil, kurang pengalaman, atau kurang training; namun karena mereka terlalu
banyak memiliki fokus hidup. Perhatian dan energi mereka dikuras di berbagai
area hidup. Menjadi orang tua di rumah,
menjadi pemimpin perusahaan A, manajer B, direktur perusahaan C dan D,
konsultan perusahaan E, dosen universitas F, majelis gereja G, ketua panita H,
pengurus organisasi I, dan seterusnya.
Mau tidak mau, setiap pemimpin harus berhadapan dengan sebuah pertanyaan
sulit saat ia ingin hidup efektif bagi Kristus. Apakah satu hal yang anda dapat lakukan, yang saat ini tidak anda
lakukan, yang jika dilakukan konsisten, akan menimbulkan perubahan positif
besar dalam hidup anda dan orang lain? Inilah konsentrasi. Memang tidak
mudah untuk fokus, perlu pengorbanan. Perlu belajar berkata “tidak” pada
hal-hal yang baik, untuk dapat berkata “ya” pada satu hal yang terbaik. Good is the enemy of the best. Setiap
orang yang Tuhan bangkitkan dalam sejarah dunia menginvestasikan hidup mereka
dalam satu hal (bukan dua atau tiga
hal).
Itu berarti kita dituntut membuat prioritas hidup yang tepat.
Masalahnya, seringkali prioritas kita disusun seperti
berikut: (1)
Allah, (2) keluarga, (3) pekerjaan, (4) pelayanan. Akibatnya kita merasa
tertarik ke berbagai area di mana tidak ada Tuhan dalam perencanaan dan
keputusan kita. Prioritas yang lebih biblikal adalah (1) Allah, (2) Allah dalam
keluarga, pekerjaan, pelayanan, dan seterusnya. Dengan kata lain, kita hanya
memiliki satu fokus yaitu Allah.
Saat kita memandang Allah, segala dimensi lain dalam kehidupan ada pada
perspektif yang benar. Dan kita menjadi seorang yang holistik: Kristus
benar-benar menjadi Pemilik/ Tuan (Kurios)
atas hidup kita (tidak lagi mendikotomikan antara sekuler dan rohani).
Kita tidak
perlu menjadi seorang “full timer”
untuk dapat dikhususkan bagi Allah, karena Allah memakai setiap individu yang
Ia panggil dalam berbagai peran dan profesi. Namun kita perlu berhenti
bermain-main dengan hidup. Kita perlu berhenti hidup sembarangan, hidup untuk
hal-hal remeh. Kita perlu serius berpikir apakah kita numpang lewat dalam hidup
ini (lahir-dewasa-menikah-mati), atau ingin menjadi orang yang –jika anda
rindu dipakai menjadi pemimpin yang langgeng dan berdampak penting, berilah
dirimu dikhususkan (consecrated) dan
difokuskan (concentrated) pada Allah.
4. Mrk 1:35-39 - Relationship with God
"Marilah kita pergi ke tempat lain, ke
kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena
untuk itu Aku telah datang."
Ketika orang
banyak mencari Yesus, dengan segala permasalahannya,
dengan segala perjuangan, ternyata secara mengejutkan dan sepertinya kejam,
Yesus tidak melayani mereka dan meninggalkan mereka. Mengapa? Karena Yesus tahu visi dan tujuan
utama kedatangan-Nya adalah memberitakan Injil, bukan yang lain. Darimana Yesus
mendapat kepekaan yang sangat tinggi untuk tetap fokus
pada tujuan
utama-Nya itu? Ay.35 menjelaskan, “Pagi-pagi
benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat
yang sunyi dan berdoa di sana”. Disiplin menjaga
relasi yang intim dengan Allah adalah kunci agar kita tidak ter-distraksi
dengan hal-hal yang bukan utama. Sisihkan (bukan sisakan) waktu untuk melakukan
disiplin rohani: saat teduh, berdoa, merenungkan firman Tuhan. Dengan disiplin inilah kita semakin peka mengambil keputusan, mana yang
harus kita kerjakan karena “Tuhan suruh”, mana yang kita tolak. Terlalu
sibuk, justru harus berdoa. Kita sangat mudah untuk jalan mengikuti kemana
kesibukan membawa kita. Kelelahan membuat tujuan kita tidak jelas. Kalau kita
terus terjebak mengerjakan hal-hal urgent,
apakah kondisi urgent akan berhenti?
TIDAK! Hal itu akan selalu ada. Ketika kita mencoba melakukan segala sesuatu, sebenarnya kita sedang tidak melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Banyak
permasalahan terjadi dalam hidup dan pelayanan karena kita sering mengatakan “ya” dan “tidak” secara terbalik. Hidup Kristen adalah hidup yang dipimpin,
diarahkan, diserahkan, dibentuk oleh firman Allah dalam kehidupan keseharian
kita. Firman Allah adalah bijaksana hidup yang membuat kita hidup bijaksana.
Tanpa berefleksi dengan firman, hidup akan
mudah kita jalani dengan sembarangan.
Kalau ada
yang suka bilang gini: “saya sudah berpengalaman 10 tahun di bidang
pendidikan”, kita mungkin jangan keburu kagum dulu. Karena tanpa refleksi, bisa
jadi pengalaman 10 tahun itu cuma pengalaman 1 tahun yang diulang 9 kali! Jadi
kesalahan yang sama tetap dilakukan dengan hasil yang itu-itu saja.
Time
is Life
Paham kapitalisme yang mengatakan Time is money sangat tidak alkitabiah.
Paling tidak karena dua alasan:
pertama, waktu tidak setara dan tidak bisa ditukar dengan uang; kedua: betapa
malangnya kita kalau setiap detik dalam hidup ini tolok ukur hasilnya adalah uang. Alkitab
mengajarkan Time is Life. Hidup kita
dibatasi waktu, dan di waktu yang sementara inilah kita melakukan hal-hal yang
bernilai kekal selama kita hidup di dunia.
Bicara
tentang waktu, saya setuju dengan pernyataan bahwa “manajemen waktu” sebenarnya
suatu terminologi yang membingungkan, karena kita tidak mungkin mengelola –seperti
menunda, menghentikan, menyimpan, atau menghilangkan– waktu. Kita tidak bisa mengubah apapun terhadap waktu. Yang
kita bisa lakukan adalah mengelola diri kita agar dengan waktu yang diberikan,
kita mampu menjalani apa yang seharusnya (Pengkh. 3).
Saya masih ingat, mama saya seringkali
berkata: Kita
yang mengatur waktu, bukan waktu yang mengatur
kita. Walau kalimat itu sering diucapkan mama sambil marah ketika kami dulu
sering lupa waktu (bermain, nonton, telat makan/ pulang), tapi kalimat itu
sangat melekat. Kita yang harus mengatur diri kita, karena waktu
akan terus berjalan, tidak akan kembali, apapun yang terjadi.
Kita lebih sering berkata: “andai saja aku bisa
mengatur waktu dengan lebih baik...”, tapi jarang: “andai
saja aku bisa mengatur diriku dengan lebih baik...”.
Semua orang sama-sama diberikan 24 jam sehari, 7 hari dalam
seminggu. Kenapa ada orang yang bisa berbuat banyak, sedangkan yang lain tidak
berbuat apa-apa? Bukan waktu yang kurang
banyak, tapi kita yang kurang bijak. Kita mengatakan waktu kurang banyak, untuk
menutupi ketidakmampuan kita mengatur waktu.
Alkitab menegaskan agar kita bijaksana
menggunakan waktu yang ada untuk bekerja dan berkarya (Yoh 9:4; Mzm 90:12). Dalam hal ini, Allah menentang dua
hal, yaitu: kemalasan dan workaholic (gila kerja). Harus kita akui, orang sibuklah
yang mempunyai waktu. Mereka selalu mengatur waktunya secara sistematis,
sehingga selalu ada waktu untuk kepentingan orang lain (pelayanan, pekerjaan
Allah). Sedangkan orang malas akan terus menunda-nunda dan menghabiskan waktu
dengan kemalasannya (Ams 6:6-10). Saya melihat kenyataan ini, pelayan/ mahasiswa/
alumni yang sering menolak pelayanan sehingga jadwalnya banyak kosong, malah
akan kosong terus. Sedangkan mereka yang mengatur kepadatan jadwalnya
sedemikian rupa, bisa mengelola dan melaksanakan pelayanannya dengan efektif.
Memang gampang sekali mencari alasan untuk menunda
sesuatu, dan sebaliknya susah mencari alasan untuk berbuat sesuatu. Sekalipun
kita katakan waktu itu berharga, tidak ada hal yang lebih gampang
kita boroskan tanpa pikir panjang selain waktu. Bahkan saya pernah melihat
status seorang teman di facebook: “I’m
expert in wasting time.. hahaha”.
Hati-hati dengan jebakan hal-hal kecil. Seringkali waktu
terhilang saat kita melakukan hal-hal yang tidak produktif di sela-sela waktu
senggang kita. Saat kita tidak berhati-hati dengan hal-hal kecil yang kita
lakukan sehari-hari, yang menjadi taruhannya adalah karakter kita. Yang
membentuk karakter kita bukan 10 keputusan besar yang kita ambil dalam seluruh
hidup kita sejauh ini, tetapi 10.000 keputusan-keputusan kecil yang setiap hari
kita ambil. Perhatikan apa yang kita katakan, pikirkan, perbuat dalam
keseharian hidup kita.
Untuk membagi banyaknya kegiatan dalam skala
prioritas, kuadran berikut ini bisa digunakan:
I.
PENTING –MENDESAK
|
II.
PENTING –
TIDAK
MENDESAK
|
Necessity
·
Deadline
·
Masalah yang menekan
·
Rapat
|
Effectiveness
·
Persiapan
·
Pencegahan
·
Perencanaan
·
Membangun hubungan
·
Rekreasi
|
III.
TIDAK PENTING – MENDESAK
|
IV.
TIDAK PENTING – TIDAK
MENDESAK
|
Deception
·
Interupsi yang tak perlu
·
Laporan yang tak perlu
·
Rapat, telepon, email yang tak penting
·
Masalah-masalah kecil orang lain
|
Waste
·
Hal-hal remeh
·
Telepon, surat, email yang tidak relevan.
·
Aktivitas “pelarian”
·
TV, internet, relaksasi berlebihan
|
Kita harus berlatih untuk menggeser hal-hal yang akan
kita kerjakan ke kuadran II: penting – tidak mendesak, agar pekerjaan itu bisa
diselesaikan dengan baik, meminimalisir dikerjakan dengan buru-buru, atau tidak
dikerjakan sama sekali.
Saran
praktis:
1.
Utamakan HPDT (hubungan
pribadi dengan Tuhan). Allah menganugerahkan means of grace sebagai sarana
pertumbuhan kita: saat teduh, jam doa, pembacaan/ penggalian Alkitab, komunitas/
persekutuan, pelayanan. Disiplinlah,
jangan gantungkan kerohanianmu hanya di hari minggu.
Ingat, kita Christ direction, bukan outer direction.
2.
Milikilah perencanaan
yang baik. Fail to plan,
plan to fail. Cari cara yang cocok
untuk membantu kita disiplin. Ada banyak cara, tapi belum tentu cocok bagi
setiap orang. Beberapa
cara di antaranya:
·
Pakai agenda (bisa berupa buku atau smartphone). Masukkan semua jadwal ke
dalam tanggal yang telah ditetapkan, dan durasi (jam mulai – jam berakhir).
·
Libatkan orang lain.
Kita bisa sharing jadwal ke sahabat,
kekasih, teman, rekan pelayanan, orang tua, sehingga ada waktu-waktu saling
mengingatkan (reminder) kalau ada jadwal kosong atau berbenturan, kegiatan yang sudah dekat, atau yang
masih perlu persiapan.
·
Membuat to do list harian/ mingguan/ bulanan. Daftar ini bisa dibuat detail dengan
menambahkan 5W +
1H di tiap point. Misalnya: hari ini saya harus
mengerjakan apa, dengan siapa saja, jam berapa, dimana, apa yang harus dibawa;
siang ini saya harus beli apa; untuk rapat malam ini siapa yang belum diundang,
bahan yang belum ada, dst.
·
Buatlah daftar peran/
status anda, dan tanggung jawab yang mengikutinya. Misalnya: sebagai anak
Tuhan: HPDT, pelayanan punya waktu khusus; sebagai mahasiswa: jadwal kuliah,
tugas-tugas, belajar kelompok; sebagai anak (apalagi kalau tidak kos): jam
berangkat, jam pulang, acara keluarga; sebagai kekasih: makan bersama. Hal ini
akan membantu kita
mengatur prioritas dan jadwal harian/ mingguan.
·
Buatlah
target 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun (atau satuan waktu lain). Kapan lulus S1/ S2/
S3? Kapan melamar/ pindah kerja? Pelayanan baru? Kapan menikah/ punya anak?
Target ini seharusnya terukur, tapi tidak kaku. Dari daftar target ini, kita
bisa menyusun beberapa perencanaan/ persiapan.
·
Gunakan kuadran skala
prioritas: penting-mendesak, penting-tidak mendesak, tidak penting-mendesak,
tidak penting-tidak mendesak. Usahakan bekerja efektif di kuadran penting-tidak
mendesak.
3.
Lakukan
beberapa hal sederhana tetapi berguna sebagai berikut:
·
Selalu
gunakan jam tangan, atau pastikan ada jam dinding di kamar. Ini akan membantu
kita selalu ingat waktu.
·
Letakkan
setiap barang dengan rapi, pada tempatnya, sehingga tidak perlu menghabiskan
banyak waktu untuk mencari barang-barang ketika dibutuhkan.
·
Sebelum
tidur malam, pikirkan sejenak gambaran kegiatan esok hari, dan doakan.
·
Buatlah catatan atau
tempelan kertas yang bisa memotivasi kita tetap disiplin. Bisa ayat Alkitab,
yang kita taruh di meja belajar, dinding kamar, halaman buku, pembatas buku, post it, atau wallpaper handphone.
4.
Jangan jadi yes-man. Belajar berkata “tidak” untuk
kegiatan-kegiatan yang tidak mendukung tujuan hidup (organisasi, kepanitiaan, acara-acara lain). Too much focus means no focus. Betapa sering kita
melelahkan diri sendiri dengan mengerjakan banyak hal yang (kalau boleh jujur)
hanya kemauan kita sendiri, sebenarnya Tuhan tidak suruh (ingat poin 1 tentang
HPDT). Bagaimana seseorang meminta Allah bertanggung jawab memberinya kekuatan
lebih padahal dia melakukan hal-hal yang bukan diamanatkan Allah? Ingat, yang
terpenting bukanlah seberapa banyak yang kita lakukan, namun seberapa banyak
yang kita selesaikan.
5.
Pendelegasian. Semakin
teraturnya kita menyusun jadwal, akan kita temui ada hal-hal yang tidak bisa
kita kerjakan, atau lebih baik dikerjakan oleh orang lain, apalagi kalau anda
di posisi pemimpin. Delegasikanlah tugas itu kepada orang yang tepat; right man, right place, right time.
6.
Isilah
waktu senggang, idle,
waktu menunggu, dengan hal yang baik/ produktif, atau multitasking. Misalnya
tiduran sambil menghafalkan
firman Tuhan, di angkot sambil membaca buku, menunggu sambil
merenung (bukan melamun), makan siang bersama
teman lama yang ingin ditemui, mengerjakan pekerjaan rumah sambil mendengarkan
musik (jadi tidak perlu ada waktu tambahan khusus lagi untuk satu kegiatan itu). Hati-hati bahaya laten hal-hal
kecil yang menjadi kebiasaan buruk. Ada hobi yang bisa menimbulkan kecanduan
seperti bermain game, menonton film
berseri, gadget, internetan, dll.
7.
Istirahat, refreshing dan olahraga adalah
keharusan, dengan waktu yang
cukup, dan pada
waktu yang tepat. Jangan berlebihan.
8.
Evaluasi. Ini dapat dilakukan harian (saat doa malam, saat
teduh, dsb), atau mingguan (bisa evaluasi bersama sahabat/ rekan pelayanan.
Bila ada hari kosong, bisa sambil liburan). Pertanyaan reflektif ini bisa kita
tanyakan dalam hati: “Why are you doing
what you are doing?”. Melalui evaluasi ini kita dapat melihat hidup yang
kita lewati dan kembali menata hidup yang akan kita jalani. Hidup kembali
diatur apakah kita telah mencapai sasaran, masih on the track atau sudah
lari dari jalur. Jadi ada satu evaluasi untuk perbaikan dan peningkatan,
membangun, menstrukturisasi sehingga kita kembali ke dalam track Allah.
·
Mungkin ada beberapa
penatalayanan yang kita tingkatkan, misalnya: Spiritual
Life (agar
tidak menjadi kering dan hanya mekanis), Keluarga
(kunjungan kasih, rencana menikah), Pekerjaan (jenjang karir, pelatihan), Pelayanan (karunia? bermisi?), Social Relation (menanyakan
kabar, sms, telepon), Olahraga (tanggung jawab terhadap anugerah kesehatan), Rekreasi (bacaan, tontonan,
cuti), Uang (persembahan,
tabungan, belanja)
·
Dari evaluasi yang ada, kita bisa
melakukan analisa S W O T (Strength,
Weakness, Opportunity, Treaten). Kenapa ini berhasil, kenapa
yang ini gagal, masalahnya dimana, apa solusinya, dari S/W/O/T.
·
Baik sekali kalau kita khususkan
waktu di tiap akhir bulan untuk menuliskan jurnal kehidupan di bulan itu. Apa
yang kita alami, apa yang Tuhan telah kerjakan, sehingga kita bisa bersyukur
dan belajar untuk waktu-waktu ke depan. Bisa juga dibagikan melalui media
sosial untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Jika hidup kita di dunia ini
berakhir, kira-kira apa yang akan diingat oleh orang lain tentang kita? Apakah
kita akan mempermuliakan Allah seturut kalimat Yesus: ”Aku telah
mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau
berikan kepadaku untuk melakukannya." (Yoh 17:4) Atau pernyataan
kemenangan iman seperti seruan Paulus: “Aku
telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku
telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang
akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi
bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan
kedatangan-Nya”. (2 Tim 4:7-8). Ini kerinduan kita, hidup yang penuh dan
maksimal, hanya untuk kemuliaan Allah. Soli Deo gloria!
Sumber:
Jadilah
Pemimpin demi Kristus - Sen Sendjaya
Kepemimpinan
Rohani - J. Oswald Sanders
Our
Herritage - Perkantas
Handout dan ringkasan
khotbah dari beberapa situs:
http://mimbarbinaalumni.blogspot.com
http://christianreformedink.wordpress.com
http://www.ligonier.org/
(disampaikan di
Retreat Koordinator XIII; Bandung, Februari 2014)
Read More..