Sore itu, gerimis, di kereta api Depok… Teringatku pada hatimu. Kiranya Tuhan menganugerahkan cinta yang besar kepadaku; jauh lebih besar daripada kelemahanmu.. sehingga bila kelemahanmu tampak olehku, aku masih sanggup mencintaimu, bahkan belajar mencintai kekuranganmu.. Ehm... Aku pun banyak kelemahan, bahkan tak mungkin setia tanpa dirimu, tapi.. tapi.. aku ingin selalu mencintaimu sampai masa yang tak kutahu.. Waktu akan berlalu, kecantikan pun akan berlalu, doaku semoga bisa mencintaimu selalu.. Kasihmu, Kawas. yang –udah gendut –gak wangi –rambutnya gak bersinar –gak pake baju bodyfit –gaya kebapakan –kadang kumisan –pokoknya gak gaul kayak cowok2 di XXI theater.
Malam ini saya akan berangkat ke Rembang, Jawa Tengah. Saya tidak sendiri, tapi bersama dengan teman-teman yang lain, satu angkatan, satu kampus, satu persekutuan, satu mobil carteran [khusus 3 hari ke depan] :) Beberapa dari kami yang di sekitar Jakarta, masih tergabung dalam satu KTB, dan beberapa teman yang lain, rela datang jauh-jauh dari Sulawesi demi satu perhelatan ini: pernikahan sahabat kami: Kristyanu Widyanto (Anu) dengan kekasihnya Eliani Angga Safitri (Angga). Dua-duanya teman terbaik kami, dan akhirnya mereka berdualah yang perdana dari kami untuk berani melangkah ke babak baru hidup ini: berkeluarga, menikah, berumah tangga, membentuk satu ikatan yang kudus, menjalani mandat dari Tuhan: menyatukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, beranak cucu dan bertambah banyak.
Saya pribadi punya pengalaman sendiri dengan dua teman terbaik saya ini: Anu dan Angga.
Anu, partner pertama saya sebagai gitaris di PMK STAN, di retreat pula lagi, masih mahasiswa baru. Kami berkenalan. Saya berulang kali menanyakan namanya untuk mengingat dan memastikan: Kristyanu. Siapa? Kristyanu. Panggilannya? Anu. Siapa? Anu. Hahaha... Bagi saya nama ini aneh, tapi unik. Gantian dia melakukan hal yang sama pada saya. Nama lu siapa? Kawas. Siapa? Kawas. K.A.W.A.S. Kok aneh? Tanyanya... hahaha... Itulah awal perkenalan kami, nama kami sama-sama berawal dari huruf K, dan saling merasa aneh. Orang ini hatinya rendah (rendah hati), tapi skillnya tinggi. Permainan gitarnya keren, dan saya tahu bahwa ke depan dia akan jadi pemusik yang kelasnya bukan kampus lagi (terbukti sekarang). Kerendahan hatinya nampak sejak pertemuan kami pertama itu, ketika selesai latihan, dia menawarkan tumpangan untuk mengantarkan saya pulang ke kos, naik motornya (yang lambat laun terkenal sebagai motor berisik seantero STAN..haha), bahkan setelah mengantar, dia menanyakan lagi: besok latihan mau gw jemput gak? Itulah Anu, sekali menolong, pasti menawarkan pertolongan selanjutnya; sampai kita yang minta tolong jadi gak enak hati, walau kepingin :) Sampai di Makrab tingkat 1, saat dia membawahi bidang musik, saya ditunjuknya sebagai gitaris, bersama pemusik yang lain (awal terbentuknya KAyaBE). Anu punya andil.
Beda lagi perkenalan pertama saya dengan Angga. Waktu masih tingkat satu, di kelas agama, cowok-cowok bangku belakang pada bicarain: ada anak -pajak -cewek -cantik, puteri Jawa Tengah (alamak...), udah sempat kuliah sebentar di UI, tapi pindah ke STAN. Saya pura-pura diam, tapi mendengarkan. Pura-pura tak tahu, tapi penasaran. Hahaha... Ternyata itu orangnya... Dan teman dekatnya ternyata satu kelas dengan saya. Dari situ kenalan, dan cuma say ‘Hi...’. Sehabis UTS agama, melihat nilai yang diselipkan di buku absen, saya ternyata nilai tertinggi. Bangga sedikit (gagal di akuntansi, tapi tidak di agama...hehe). Eh, ternyata ada satu orang lagi yang nilainya sama: ya.. si Angga itu. Hari demi hari makin sering komunikasi dan sering ketemu di Komisi Pemuda, juga PMK, tapi tidak terlalu akrab, walau banyak pria yang tergila padanya :)
Saya akui, satu masa yang membuat saya sangat akrab dengan Anu dan Angga, ketika tingkat 3, ketika saya, dalam anugerah Tuhan, menjadi Ketua Umum PMK STAN, Angga menjadi Sekretaris, dan Anu Kabid Perlengkapan dan Olahraga. Di masa ini juga kami membentuk satu kelompok belajar (Angga dan beberapa teman lain), supaya bisa jadi kesaksian dalam studi dan pelayanan. Wah... di sinilah saya sadar, bahwa mereka telah menjadi sahabat saya. Masa-masa bergumul sebagai pengurus, rapat sampai malam, tertawa (seringkali karena Angga), sedih, sharing, dan Angga yang paling sering nangis, bahkan sampai ketika Ujian Komprehensif-nya si Angga, malamnya, kami semua BPH harus berkumpul di kosnya Angga, karena dia tak berhenti menangis. Kenapa? Karena salah jawab dikit doang waktu ujian lisan, dan ada beberapa bagian tugas akhirnya yang harus direvisi. Ya ampun... ini orang... udah IP tiap semester tak pernah di bawah 3,5, karya tulisnya lebih tebal dua kali daripada punya saya -dan duluan selesai, masih aja nangis semalaman karena nila setitik. (Bayangkan, waktu wisuda, dia peringkat 5, tak perlu nunggu lama untuk mendengar namanya dipanggil. Saya? Mungkin beda 2 jam dari namanya Angga dipanggil, baru nama saya. Sampai Bapak saya nelepon: kok lama kali namamu dipanggil? Hahaha). Tapi malam itu, kami berkumpul di kosnya Angga. Kami ingin menghibur dia, tapi tak tau caranya. Kami suruh dia cerita tapi terbata-bata. Kami bercanda, akhirnya dia tertawa, tapi sambil menangis,mulut tertawa, air mata terus mengalir. Akhirnya kami hanya duduk bersama, lama terdiam, dan itu jauh lebih baik. Bahkan...setelah semua membaik...tak ada yang mau pulang; kami disana sampai larut malam...dan malah bicarain jodoh. Hahahaha... Disitu kami tau, si Angga baru jadian sama si Anu. Hihihi...dan nama Anu terukir manis di kata pengantar tugas akhirnya Angga :) Setiap kali Anu lewat, motor yang berisik bagaikan nyanyian merdu bagi telinga Angga. Hahaha... suatu kado manis bagi doa dan penantian panjang seorang Anu, apalagi di penghujung studi, dan sekarang Tuhan persatukan mereka bekerja di Jakarta.
Saya semakin akrab. Juga dengan Anu, di dalam pelayanan bersama (kalau boleh memilih, setiap saya pemimpin pujian, saya akan pilih Anu sebagai gitaris. Di STAN, di IKJ, di PMKJS2, dsb), di dalam olahraga, dan dalam banyak kebersamaan lainnya. Pelayanannya semakin berkembang seiring kerendahan hatinya. Di dalam KTB kami, dan kesempatan-kesempatan bersama lainnya, persahabatan ini semakin terjaga. Dan tak terasa, besok mereka berdua, akan dipersatukan Tuhan dalam pernikahan kudus, membentuk satu keluarga baru, sampai maut memisahkan.
Tepat seminggu yang lalu, demi pelayanan di UI, saya numpang nginap di rumah yang sudah dibeli Anu di Depok. Seperti biasa, Anu dengan kerendahan hatinya menawarkan: mau ini? mau itu? Mau gw buatin ini? Mau pake itu? Dst. Tapi yang tak terlupakan... untuk pelayanan besok di UI, saya ketinggalan sepatu!!! Dan dengan ragu saya bertanya: Nu, ada sepatu? Tapi tanpa ragu Anu menjawab: Ada tuh, masih di dalam kotak. Terus, saya dekati, pegang dan bertanya: Kok masih baru banget Nu? Iya, gw siapin untuk pernikahan gw. Alamaaaakjaaaang................ Sepatu yang udah disiapkan jauh-jauh hari, rela gak dipake-pake demi hari sakral itu, ternyata saya yang pakai pertama kali... Aduh, perasaan tak enak dari lubuk hati saya yang paling dalam. Tapi tak ada pilihan lain. Saya tak mungkin jadi Pembicara yang tak pakai sepatu. Coba dulu...kata Anu. Ternyata memang tak muat. Dia tak habis cara. Coba pakai kaos kaki ini, biar gak terlalu kesat. Akhirnya kaos kakipun ikut dipinjamkan, dan besoknya saya pelayanan dengan kaos kaki dan sepatu baru dari calon pengantin yang seminggu lagi akan menikah :)
Selamat menempuh hidup baru, sahabat saya: Anu dan Angga. Cinta kalian jadi berkat bagi banyak orang. Bukan kuantitas nya, tapi kualitas dan kontinuitasnya. Menjadi suami yang mengasihi dan melindungi isteri; menjadi isteri yang mengasihi dan menghormati suami. Tuhan menganugerahkan kasih, damai, sukacita, kekuatan dalam rumah tangga kalian, untuk mengarungi lautan dengan bahtera keluarga kalian. Entah pelangi yang kalian lewati, atau badai yang akan berlalu, jangan tinggalkan bahtera, jalanilah bersama, bersama dengan Tuhan.
Anu dan Angga tetap bersahabat. Selama menjadi kekasih, merekapun bersahabat. Setelah menjadi suami istri, ayah ibu, kakek nenek, mereka pun tetap bersahabat. Karena cinta sebagai sahabat itu, seringkali mengasihi tanpa pamrih; seperti Yesus yang jadi Sahabat bagi kita –berkorban demi yang dikasihi. Love is giving…
Hei, di pernikahan kalian, kami akan menyanyikan lagu “Love will be our home”. Cinta yang menjadi rumah kita (kalian); tempat bersatu hati, berbagi, bersatu dalam perbedaan, ada tawa, senyuman, mimpi, nyanyian, detupan jantung, kata-kata yang membangun, janji, ikatan yang tak terputuskan, di sana ada cinta… dan Cinta itulah yang jadi rumah kita…
Tuhan besertamu, sahabat…
Love Will Be Our Home
If home is really where the heart is
Then home must be a place we all can share
for even with our differences our hearts are much the same
for where love is we come together there.
Wherever there is laughter ringing
Someone smiling, someone dreaming
We can live together there
Love will be our home.
Wherever there are children singing
Where a tender heart is beating
We can live together there
cause Love will be our home
With love our hearts can be a family
And hope can bring this family face to face
And though we may be far apart our hearts can be as one
When love brings us together in one place.
Wherever there is laughter ringing
Someone smiling, someone dreaming
We can live together there
Love will be our home.
Where there are words of kindness spoken
Where a vow is never broken
We can live together there
cause Love will be our home
Love will, love will be our home
Love will, love will be our home
Love will, love will be our home
Love will, love will be our home