AKU PUNYA SEBUAH IMPIAN
Dr. Isabelo Magalit
(ringkasan artikel "I have a dream" dari buku Our Herritage)
Saya punya sebuah impian.... Saya memimpikan bahwa dari dunia mahasiswa bangsa ini akan muncul secara terus-menerus pria dan wanita yang mengasihi Tuhan Yesus lebih dari apapun dan membenci dosa lebih dari apapun.
Pria dan wanita yang mengenal Allah mereka dan menaruh perhatian pada zaman mereka sehingga dapat melayani Allah yang hidup dalam generasi mereka. Pertama-tama mereka harus mengenal Allah mereka. Mengenal-Nya bukan hanya dengan kepala mereka tetapi juga dalam pengalaman hidup sehari-hari. Tahu dengan yakin bahwa Allah itu hidup dan bahwa Dia adalah Allah yang bertindak. Ia bukanlah berhala yang bisu atau produk sia-sia dari khayalan manusia. Ia adalah satu pribadi yang begitu jelas bekerja dalam hidup mereka sehingga menjadi satu-satunya alasan yang cukup dapat menjelaskan mengapa mereka begitu berbeda dengan semua orang lain di dunia. Mereka berbeda sebab mereka mengenal Allah secara pribadi.
Orang-orang ini bukanlah petapa-petapa yang hidup selamanya di biara untuk merenungkan misteri-misteri Ilahi. Mereka adalah pria dan wanita sejati yang hidup di tengah kenyataan masa kini yang sulit dihadapi: kemiskinan, penderitaan, ketidakadilan. Dalam situasi hidup sehari-hari itulah, bukan dalam atmosfir religius, mereka mengalami realitas kehadiran Kristus dan dapat membagikannya kepada orang lain. Mereka dapat membagikan kabar baik tentang Kristus dalam bentuk yang bermakna bagi orang-orang sezamannya dalam bentuk yang mudah dimengerti.
Mereka mengenal Allah dan menaruh perhatian kepada zamannya, sehingga mereka terus terkait dengan pelayanan pendamaian dua pihak yang bermusuhan: makhluk yang berdosa dan mementingkan diri sendiri di satu pihak dan Allah yang kudus yang mengasihi mereka di pihak yang lain.
Sebagian mereka dalam impian saya akan menjadi pendeta, mengisi mimbar-mimbar Injili terkenal di kota-kota besar. Mereka juga akan ada di tempat-tempat terpencil. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah teologi terbaik dengan pengajar-pengajar terbaik yang setia pada jiwa Injili.
Dari dunia mahasiswa juga akan muncul orang-orang profesional- dokter, insinyur, ahli hukum, pelaku bisnis. Dokter yang mau pergi secara pribadi ke daerah-daerah terpencil, di klinik-klinik misi, dimana tidak ada orang lain yang dipersiapkan untuk pergi. Betapa kita membutuhkan pelaku bisnis Kristen yang menghasilkan banyak uang, namun tidak menghabiskan untuk dirinya sendiri. Saya memimpikan juga bahwa ada orang-orang Krsiten yang akan terjun di dunia perfilman. Pertama-tama mereka harus menghasilkan film-film penginjilan yang berkualitas sehingga dapat diputar di bioskop kelasa atas. Tapi bukan hanya film penginjilan, juga film-film yang akan dapat meningkatkan nilai-nilai kehidupan masyarakat dan bangsa. Kita tidak hanya butuh pembuat film tapi juga jurnalis. Kita memiliki sangat sedikit penulis yang dapat menghasilkan literatur yang dapat membangun kehidupan orang percaya. Mimpi saya mencakup juga lahirnya politisi dan pembaharu sosial yang bertemu membahas Firman Allah, mendiskusikan kebutuhan bangsa dan menyusun rencana untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui aksi sosial dan politik. Orang-orang ini meliputi hakim, gubernur, anggota kongres, industrialis, kepala daerah, dan pekerja sosial. Akhirnya impian saya adalah melihat rumah tangga Kristen yang tidak terhitung banyaknya – sebagai tempat di mana kasih dan keadilan dibungkus dalam darah dan daging dalam kehidupan sehari-hari. Tempat dimana calon-calon warganegara di masa datang dididik, dimana orang-orang Kristen muda dibesarkan dalam iman, sementara tetangga menerima pemberitaan Injil dari orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh memperhatikan mereka.
Pendeta, teolog, profesor, profesional, penulis, politikus, keluarga Kristen – yang kesetiaan tertingginya adalah kepada Kristus dan Injilnya. Dengan orang-orang seperti ini dalam Gereja Tuhan, kita akan mendukung dan mengirim misionaris ke Asia, m2m, ke Afrika, ke Amerika Latin dan bahkan ke dunia barat yang mengalami era pasca kekristenan. Ini adalah suatu visi yang besar.
Milikilah juga impian ini. Ambillah tempat Anda di dalamnya. Berdirilah dan masuk ke dalam barisan, untuk Kristus. Berikan padaNya segala sesuatu yang sudah Anda dapat. Dia layak menerimanya. Biarlah Ia ditinggikan di atas segala sesuatu. Filipi 2:6-11. Amin.
Setelah berapa lama “hibernasi”, akhirnya muncul juga ke permukaan. Huaah,,, puas sekali rasanya. Sebenarnya bukan vakum juga sih, cuma berada “di belakang layar”, menyelesaikan beberapa artikel untuk gerejaku GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), dan beberapa momen yang terjadi beberapa waktu ini, yang menyita waktu dan pikiran… Itulah yang mau aku sharingkan:
1. Di tengah kejenuhan rutinitas dan penantian, akhirnya aku mendapat kesempatan mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II periode I dari 9-18 Juli 2009 di Hotel Griya Medan. Sebagai gerbang awal bagi PNS Depkeu untuk berkarya bagi bangsa ini :), itulah tujuannya dan harapanku juga. Kurang lebih 10 hari yang melelahkan, secara fisik dan mental. Targetnya bukan hanya pengetahuan, tapi justru ditekankan pada pendisiplinan. Diawasi oleh 2 instruktur dari TNI. Tiap subuh bangun, senam pagi, sarapan, apel/ baris berbaris, belajar di kelas, coffee break, ke kelas lagi, makan siang, istirahat, ke kelas lagi, makan malam, belajar, apel malam, istirahat. Kira-kira begitulah, ditutup dengan 2 hari ujian. Semua pria harus botak. Aku teringat kehiduan asrama sewaktu SMA.Tahun ini sebenarnya sudah jauh lebih baik. Tahun-tahun sebelumnya bukan di hotel, tapi barak TNI. Sekali lagi, tujuannya pasti baik, menghasilkan PNS yang teruji secara ilmu dan moral. Tapi jujur saja, ada rasa sedih di hati ini. Masih saja aku melihat ada orang yang “curi-curi pelanggaran”, entah itu merokok, atau tindakan pelanggaran yang lain. Menurutku, biro SDM sudah waktunya memikirkan cara yang lebih efektif untuk pembentukan moral dan mental. Aku pikir gimana cara ya, biar orang-orang yang “berjiwa pemberontak” gitu dikasi pelajaran/ sanksi aja, supaya mereka benar-benar tahu apa arti sebuah konsekuensi dari sebuah pelanggaran. Aku pikir, kalaupun selama diklat ini banyak orang bersandiwara, masakan itupun tidak mau mereka lakukan? Seringkali orang begitu. Dulu ingin sekali masuk STAN, kerja di Depkeu. Setelah dikabulkan Tuhan, malah seperti orang yang tak tahu bersyukur. Aku tidak tahu apakah teman2 pernah berpikir seperti ini: tapi aku pernah berbicara sendiri dalam hati: “Apakah di setiap tempat harus ada ‘sampah’-nya? Mungkin gak sih tercipta suatu kondisi di mana dalam suatu instansi (apapun itu), semua orangnya berkualitas, gak ada sampahnya? [terkhusus para abdi negara: PNS, Polri, TNI]”. Hah… sepertinya semua orang akan berkata gak mungkin. Tapi marilah tunjukkan rasa dan cahaya kita sebagai garam dan terang yang mampu berbeda dan berpengaruh. Saat diklat itu juga sebenarnya pengen aku jadikan sebagai momen untuk melihat pertumbuhan teman2 alumni PMK yang sudah lama tidak ketemu. Apakah mereka masih setia pada persekutuan, khususnya HPDT di tengah banyak kesibukan (khususnya saat diklat ini)? Tapi niat itu aku urungkan dalam hati, entah kenapa, ada rasa tidak enak, ya sudah aku doakan saja, supaya alumni2 tidak larut dalam kehidupan yang tawar tanpa Tuhan…sambil aku pun mengevaluasi diri dan terus berjaga-jaga.
2. Habis diklat, bapak-mamak ku menjemput ke hotel untuk langsung berangkat ke kampung karena Kerja Tahun (kegiatan tahunan di setiap kampung di Tanah Karo untuk saling berkunjung; sejarahnya dulu sebagai pesta panen. Setiap kampung berbeda tanggalnya. Kampungku di sebuah desa kecil, Singgamanik). Wah, senang sekali rasanya, habis diklat langsung berlibur ke kampung. Sudah lama memang aku gak ke sana. Akhirnya rindu itu terobati. Lelahnya diklat pun terlupakan dengan pemandangan kampung yang sangat indah. Teduh sekali rasanya di suasana desa seperti itu, udaranya sejuk, kabutnya lembut, menatap Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung yang masih sangat indah… Wah, pokoknya indah sekali. Ditambah lagi beberapa makanan khas suku Karo yang merupakan ciri Kerja Tahun, yang dihidangkan untuk setiap tamu yang datang: cimpa = makanan yang terbuat dari tepung beras, diisi dengan gula tualah (gula merah dan kelapa), dibungkus dengan daun singkut (sejenis palem tapi rumput-rumputan), terus ada 1 menu makanan yang tak terlupakan, dan aku pun bergumul sangat untuk mengkonsumsinya: terites / pagit-pagit = makanan yang terdiri dari sayur, jeroan/ bagian dalam dan sedikit daging, dan digulai dengan kotoran lembu. Uuwwiihh,,, membayangkannya pasti sudah penasaran. Dan butuh waktu lama untuk beradaptasi. Tapi aku harus jujur mengakui, bahwa pada saat itu aku memang “terpaksa” memakannya juga. Huek, bagiku aromanya sangat menghilangkan selera makan, dan baunya baru hilang dari tangan atau mulut beberapa jam kemudian. Tapi anehnya, justru itu katanya yang membuat terites tetap menjadi menu nomor satu dalam menjamu tamu atau pesta-pesta Karo. Ya, itulah kekayaan budaya, walau secara ilmu kesehatan pun sepertinya enggan menjelaskan :)
Hari Minggunya, kami gereja di desa sebelah, GBKP Sari Nembah, tempat pemberkatan sewaktu bolang/opung ku meninggal tahun 2002. Kami sudah terlambat setengah jam, tapi gereja masih kosong. Ternyata hanya ada 5 orang di dalam, ditambah kami 3 orang. Karena masih sepi, jadinya ngobrol setengah jam lagi, tentang kerja tahun, kehidupan jemaat di situ, GBKP. Aku salut, tidak ada yang merokok, padahal ibadah belum mulai. Beda sekali kondisinya dengan gereja suku pada umumnya. Setelah itu akhirnya ibadah pun dimulai, hanya dengan 8 orang, yaitu 2 orang Pertua (1 yang khotbah, 1 lagi petugas umum), dan 6 jemaat (dan enam orang itu, kami semua adalah pendatang. Artinya, tidak ada penduduk situ yang bergereja hari itu). Tapi jujur, aku sungguh menikmati ibadah itu. Tenang, ruangan dan peralatannya semuanya sangat sederhana, tanpa mic. Seperti sedang merasa di daerah pedalaman yang baru didatangi tenaga misi penginjilan. Senang menikmati momen itu, sekaligus sedih dengan kesadaran beribadah di desa-desa (padahal sabtu sorenya dibunyikan lonceng gereja pertanda besok hari Minggu dan undangan ke gereja. Ini sudah tidak ada lagi di perkotaan).
3. Pulang dari kampung, masuk kantor lagi seperti biasa, ditambah latihan buat kebaktian gathering alumni (aku harusnya MC acara keakraban dan pemain roleplay) sampai malam. Semuanya kegiatan di Medan, jadi aku harus pulang-pergi Binjai-Medan. Akhirnya setelah beberapa kali, aku jatuh sakit. Aku semakin sadar, bahwa aku bukan superman, dan klimaksnya malah sehari sebelum acara. Aku bingung, gimana bilangnya ke pengurus, apakah harus diganti atau plan B yang lain. Saat itu juga aku komplain kecil-kecilan ama Tuhan: ”Tuhan, ini kan pelayanan-Mu, kenapa justru Kau buat aku sakit sekarang?”. Padahal aku sadar, aku yang salah, gak tau jaga kondisi (atau mungkin juga tertular dari teman seruanganku yang memang udah sakit duluan). (Maafkan aku, Tuhan). Kemudian aku mohon: ”Tuhan, sehari aja Kau buat aku kuat, demi pelayanan ini…” (kayak Simson aja). Ternyata Tuhan kabulkan.
4. Walaupun masih agak lemas dan dilarang naik sepeda motor, akhirnya aku diantar ke restoran Koki Sunda tempat acara Gathering Alumni-Perkantas Medan. Temanya itu loh… “Menjemput Impian”, membahas apa kata Firman tentang pasangan hidup dan apa yang seharusnya kita lakukan. Bang Denny Boy Saragih mengekspos Kitab Kidung Agung. Banyak juga yang aku semakin dibukakan, misalnya tentang inner beauty but outer expression, kedewasaan, tanggung jawab, hubungan yang sehat. Perasaanku antara mengerti, malu, senang, bangga, mengevaluasi, bercampurlah, dan juga ingin melanjutkan ke arah yang lebih serius bersama kekasihku Miss, yang sudah mendampingiku 5 tahun ini dalam jatuh bangun…Hehehe. Aku ingin selalu jatuh cinta lagi padanya berkali-kali, dan bertambah dalam lagi. Hihihi… Bersyukurlah karena Tuhan berikan kekuatan akhirnya aku bisa melayani hari itu, walaupun hanya sebagai roleplayer :) Beraksi sebagai seorang cowok yang menyatakan cintanya kepada wanita yang selama ini sudah didoakannya dan sudah disharingkan dengan 4 orang staf Perkantas. Huahauaaha… Pertama ditolak, tapi akhirnya dikasi kesempatan mencintai juga… Hah,,, paling tidak, malam itu aku sudah menghadirkan gelak tawa keceriaan di wajah-wajah alumni.
Sebenarnya sebelum mulai acara, ada satu hal yang sangat menarik perhatianku; Bang Jefri, BPC Perkantas Medan mengatakan bahwa hari itu harusnya jadwal KTB mereka, tapi karena ada acara itu, jadinya mereka datang lebih awal, supaya bisa KTB dulu. Dan aku sangat kaget sekaligus kagum, ketika melihat anggota KTB-nya datang; alumni yang sudah senior bersama dengan istri mereka. Mulailah mereka KTB sambil menyantap hidangan di meja masing-masing. Yang suami dipimpin Bang Jefri, yang istri dipimpin Istri Bang Tiopan (staf senior). Tanpa sadar ternyata aku sudah tersenyum dan melamun. Membayangkan apakah aku juga akan sanggup setia terbina atau membina, bahkan dalam KTB seperti itu, sampai di usia mereka? Bahkan dengan pendamping hidupku? Atau bahkan akankah Kelompok Kecilku akan tetap terjalin sampai selama itu? Aku berharap Ya! Dan aku juga ingin teman2 berpengharapan melalui teladan itu.
5. Ternyata Tuhan mengabulkan tepat seperti doaku waktu sakit. Setelah sehari diberikan kekuatan untuk melayani, besoknya aku sakit lagi!!! Malah tambah parah. Mungkin karena kondisi malam itu hujan dan dalam ruangan ber-AC, padahal kondisiku belum fit. Demam, flu, karena pilek, panasnya gak turun dan pusing, hidung mampet, susah bernapas. Batuk parah, antara kering dan berdahak, sangat menekan, buat tambah pusing dan sakit perut, jadilah lagi diare. Kurang selera makan, padahal lapar, ada asam lambung pula, jadi susahlah minum obat. Waduh menderitanya. Akhirnya karena semakin parah dan sampai gak masuk kantor, disuntiklah… dan alamaaaaakk sakitnya bukan main. Kayaknya belum pernah aku disuntik sesakit itu, dan itupun seminggu baru hilang rasa sakit dan pegalnya. Antara yakin dan tidak, apakah memang perawatnya terpercaya untuk mengobati. Tapi sudahlah, sekarang sudah sembuh, dan mampu tersenyum kembali. Hehehe…
6. Dalam masa akhir penyembuhan, eh diajak jalan-jalan ama teman2: Hendrawan, Nopa, Lia, B’Nanda dan satu teman baru: B’Frengki. Kami jalan2 ke Taman Simalem (antara Kab. Karo dan Dairi). Puji Tuhan, pemandangan alam terbagus yang pernah ku lihat. Belum pernah kulihat indahnya Danau Toba dan sekitarnya seperti saat itu. Begitu teduh. Seperti bukan Indonesia. Wah, bangga rasanya menjadi warga Sumatera Utara, tak kalah dari pemandangan lain di negara orang… Pulang dari situ kami menyegarkan badan, mandi di pemandian air panas Lau Debuk-Debuk di kaki gunung Sibayak, dan ditutup dengan makan BPK Ola Kisat Padang Bulan. Satu hari yang melelahkan namun menceriakan. Terima kasih teman-teman…
7. Isunya tanggal 18 Agustus, SK Penempatan definitif keluar. Aku akan ditempatkan Tuhan dimana di belahan Indonesia ini? Akankah tetap di Medan, atau menjemput impian ke Jakarta (lagi)? Atau tak keduanya? Entahlah. Sekalipun selama ini rasanya ragu mengambil pelayanan jangka pendek/ menengah karena waktu yang tak jelas, tapi aku ingin sekali berbuat sesuatu. Ingin ikut dalam perintisan PAB (Persekutuan Abdi Bangsa) kota Medan. Sebenarnya Indonesia punya harapan besar untuk lebih baik, melalui orang-orang yang takut akan Tuhan dan mau berkarya bagi bangsanya. Untuk itulah PAB ada, mengingatkan kepada Pegawai Negeri untuk punya passion yang menghasilkan action bagi nation. Aku sangat menikmati PAB Jakarta, dan akupun ingin kota besar Medan juga memilikinya. Tolong bantu doa dan dukungannya teman-teman…
Thank You my Lord for a beautiful day
Thank You my Lord I’m so happy to say
Thank You my Lord for the flowers that grow
There would be nothing i know without You
Foa all the music and the songs that we sing
For all the laughter and the joy that You bring
Thank You my Lord, I have nothing to fear
As long as i have You here beside me…
(Thank You my Lord for the sun in the sky, the rivers that flow, the birds in the tree, the rain and the snow, for all the mountain, for all the valleys… Thank You my Lord…)
-Kawas-.