Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

.


Pagi itu tampak seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda. Saya berangkat ke kantor, dan bekerja seperti hari-hari biasanya. Kantor yang sama (KPP Pratama Karawang Utara), Seksi yang sama (Pelayanan) dan TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) yang sama, tepatnya di Loket 3. Ya, sebagai frontliner, banyak Wajib Pajak (WP) yang memanggil saya dengan “Bapak Loket 3”. Tak apalah; saya juga senang dipanggil seperti itu, bagi saya itu suatu penghargaan dari WP yang mengkaitkan identitas saya dengan loket yang saya tanggungjawabi. TPT memang unik, berbeda dari yang lain. TPT-lah ‘wajahnya’ DJP. Pertama sekali WP menilai DJP dari pelayanannya, ya di TPT itu. Bahkan ‘TPT’ sering menjadi kata ganti bagi ‘DJP’. Kalau WP merasa senang dilayani di TPT, dia akan bilang, “DJP sekarang bagus ya...”, atau sebaliknya. Maka, kami petugas TPT dituntut memberikan servis terbaik dalam pelayanan prima; termasuk penampilan. Walau wajah saya pas-pasan, tapi ikut dituntut untuk memaksimalkan yang pas-pasan ini: rambut mengkilap, baju rapi, dan senyum simpul yang mempesona hati. Biasanya hanya bertahan sampai tengah hari (jam 12 siang), habis itu, sirnalah rambut yang mengkilap, pudarlah wajah yang merona, dan semakin sempitlah senyum yang tersimpul tadi. Semakin siang, semakin lelah, apalagi kalau tanggal-tanggal ramai, puncak pelaporan SPT Masa, berjuang untuk mengalahkan rasa lelah (dan amarah).

Siang itupun tiba. Saya memanggil antrian selanjutnya, dan datanglah seorang Bapak berwajah sangar yang tak asing lagi bagi saya. Dia memang sering datang, dengan SPT-nya yang banyak, dengan CV-nya yang banyak, dan NIHIL semua. Kami sering membahasakannya dengan “CV. NIHIL JAYA” untuk SPT yang dibawa para calo –SPT yang tak pernah berisi angka di kolomnya selain tulisan “NIHIL”. Sedihnya, kebanyakan WP jenis ini adalah rekanan Pemda. Sudah lama saya berpikir, bagaimana cara terbaik untuk menghentikan (paling tidak, memperlambat) gerak komunitas calo ini. Ternyata ini terjadi hampir di semua KPP, namun belum ada solusi terbaik. Saya melihat titik terang di pasal 4 ayat (3) dan pasal 32 UU KUP, bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan (mengisi, menandatangani, termasuk pelaporan SPT) yang dilakukan bukan oleh pengurus WP yang bersangkutan, harus menggunakan Surat Kuasa Khusus. Nah, saya punya celah, dan akan saya lakukan untuk Bapak yang berwajah preman ini. Dia datang ke Loket 3, singgasana saya, memberikan SPT yang banyak. Saya membuka pembicaraan, “Pak, untuk pelaporan SPT yang bukan punya Bapak, atau dititip, Bapak harus buat Surat Kuasa”. Nadanya langsung tinggi, “Ah, jangan mempersulit, kemarin-kemarin bisa kok, di kantor lain masih bisa kok”. Aduh, 2 frase jitu ini yang paling sering digunakan WP sebagai senjata: “kemarin-kemarin bisa kok” (padahal yang “kemarin-kemarin bisa” itu seringkali karena belas kasihan dari petugas TPT agar WP bisa melapor hari itu juga), dan frase kedua: “di kantor lain bisa kok” (karena memang banyak sekali masalah teori dan teknis yang KPP-KPP belum satu suara). Saya cuma bisa membalas, “Peraturan ini kita terapkan berdasarkan Undang-Undang, Pak. Bapak silahkan baca ketentuannya (KUP), atau berkonsultasi dengan AR Bapak”. “Ah, kamu jangan mengada-ada”, sambarnya. “Udah terima aja. Jangan mempersulit”. Saya tetap bertahan, “Gak bisa, Pak. Ini sudah peraturan. Dan ini juga untuk tertib administrasi, supaya WP yang bersangkutan sebisa mungkin melaporkan sendiri SPT-nya, tidak melalui perantara (perantara?? dalam hati pengen bilang ‘calo’, khususnya bagi komplotan CV.NIHIL JAYA). Maaf, Pak, SPT-nya gak bisa saya terima”. “Kamu mau melawan saya?”, tantangnya. Gubraakk !! Dia sambil memukul meja. “Kamu masih muda gak usah cari masalah. Kamu orang mana kamu? Kamu orang mana? Pendatang kamu kan? Saya orang asli ini. Hati-hati kamu”. Dia teriak di TPT kami yang kecil. WP yang banyak hanya menonton diam. Teman-teman di loket lain, masih menjaga loketnya masing-masing. “Orang mana kamu?”. Saya mulai gentar, tapi entah dari mana datang keberanian ini, “Saya orang Medan, Pak. Saya memang pendatang di sini, tapi saya melaksanakan tugas”. “Oh... orang Medan. Orang jauh ternyata... Hati-hati kamu ya.. Awas kamu, berani sama saya”, ancamnya sambil merapikan berkas SPT-nya. Keras kepala saya muncul saat itu, mungkin karena terbawa emosi, saya masih saja meladeni kalimatnya, “Iya, Pak. Saya hati-hati, Terima kasih”. Tampaknya dia semakin panas, dan terus memelototi saya, sambil berjalan sampai di pintu keluar. TPT rasanya senyap sekali sesaat setelah kejadian itu. Jantung saya berdebar, keringat mengucur, jujur saja, saya shock, saya pergi ke toilet, cuci muka, menenangkan diri. Itu terjadi saat saya baru beberapa bulan ditempatkan di Karawang. Sebagai anak kampung, memang muncul ketakutan saya saat itu, walau berusaha kelihatan tegar. Hampir 2 minggu saya tidak percaya diri untuk berpergian sendiri, untuk makan, belanja, jalan, di parkiran. Saya gelisah, takut kenapa-kenapa. Saya berpikir, “masih baru banget saya ditempatkan di sini...masih sangat panjang waktu ke depan yang harus saya jalani untuk bekerja di sini, menunggu dimutasi. Kalau saya dikalahkan oleh rasa takut ini, berapa tahun lagi saya harus bekerja dalam tekanan dan penderitaan? Saya harus bangkit, berani. Tuhan pasti menjaga. Saya memang pendatang di sini, bahkan di dunia ini. Ini hanya sementara, jangan takut”.


Sekarang… dua tahun telah berlalu setelah kejadian itu. Ternyata sampai detik ini saya aman-aman saja. Justru setelah saat itu, saya tidak pernah bertemu Bapak itu lagi, bahkan wajahnya pun sirna dari ingatan saya, saking lamanya tidak bertemu. Saya masih sehat sentosa sampai sekarang, bahkan menulis berbagi kisah ini bagi Anda. Masih di seksi yang sama, dan loket 3 yang setia. Saya menikmati pekerjaan ini. Memang, sempat dalam masa-masa kalut itu, saya hampir saja terjebak untuk menyerah, “ngapain nyusahin diri sendiri? Rela capek untuk kantor/ negara? Negara aja gak menjamin nyawamu. Ngapain kau mau kerja keras di TPT: lebih capek, waktu istirahatnya ketat, gak boleh ijin, harus standby, loket gak boleh kosong, setiap hari berhadapan dengan orang banyak, ditanya ini itu harus jawab, belum lagi pekerjaan back office yang harus dikerjakan sebagian. Capek! Bandingkan dengan seksi lain:
lebih enak, berhadapan dengan berkas dan komputer yang gak bisa marah, lebih fleksibel kalau mau keluar, ijin, pakai sandal, ketawa ketiwi, main game, internetan, gak perlu rambut mengkilap dan senyum lebar sepanjang hari. Gajimu sama (bahkan lebih rendah), grademu lebih rendah (lagi!), dan kau rela mengorbankan kenyamananmu untuk itu? Untuk apa?”. Untunglah bisikan iblis ini tak meraja di hati. Bersyukur di dalam doa dan persekutuan dengan para sahabat setia, saya dikuatkan: “betapa bodohnya aku kalau kerjaku hanya diukur dari uang, penghargaan, dan hal-hal sementara lainnya, yang sekarang ada dan besok tiada. Bukankah semua ini aku lakukan dengan tulus sebagai ibadah yang nilainya kekal dan tidak bisa diukur secara materi? Rasa syukur dan ikhlas karena pekerjaan ini melebihi segalanya”. Saya hampir terjebak dalam self pity: ‘kasihan sekali saya’. Tapi saya makin belajar bahwa, orang yang kasihan bukanlah orang yang dipusingkan oleh pekerjaannya. Orang yang patut dikasihani justru adalah mereka yang beranjak bangun dari tempat tidurnya di pagi hari, minum kopi atau teh, berjuang melawan kepadatan lalu lintas untuk pergi ke tempat kerja yang sama, makan siang di tempat yang sama, pulang ke rumah pada jam yang sama, menonton tv, dan kemudian tidur lagi, besok kerja lagi, sampai pensiun, dan mati tanpa berkarya.

Orang jarang putus asa di bawah tekanan pekerjaan. Mereka justru putus asa karena tidak memiliki aktivitas yang bermakna. Tantangan terbesar dalam hidup bukan ketika Anda bekerja keras. Tantangan itu justru terjadi ketika Anda tidak mempunyai pekerjaan sama sekali untuk dikerjakan. Wah, betapa beruntungnya kita teman-teman... wahai kita yang berkarya dan bekerja keras bagi bangsa ini, dalam setiap hal-hal sederhana yang kita lakukan, tapi bermakna. Pikiran ini sering sekali saya munculkan dalam pikiran saya setiap kali rasa jenuh mulai hinggap: “Betapa mulianya pekerjaan ini. Dari lembar demi lembar laporan dan SSP yang saya terima, dari jumlah yang kecil hingga terbesar, di suatu tempat di luar sana, ada anak yang dibiayai sekolahnya dari uang pajak, ada guru yang di usia tuanya masih mendapat gaji untuk menghidupi keluarganya, ada petani yang terbantu usahanya, ada jalan yang diperbaiki, ada bapak yang masih bisa mengumpulkan beras untuk besok pagi...”, meskipun saya tidak bisa melihat langsung impian ini semua, tapi saya sungguh sadar, bekerja di DJP ini adalah satu anugerah, bukan untuk disesali, tapi disyukuri. Saya juga sadar, peran saya masih sangat amat teramat keciiiiiiillll sekali bagi bangsa ini, tapi saya bersyukur untuk itu. Kalau kita masih bekerja ogah-ogahan, betapa tak tahu bersyukurnya kita, banyak orang yang ingin namun tidak seberuntung kita untuk dapat bekerja di instansi ini, mungkin termasuk di antara mereka yang sering mencaci maki instansi ini (jangan-jangan mereka sebenarnya ingin juga bekerja di DJP). Setialah mengerjakan hal-hal kecil, siapa tahu itu bisa berdampak besar. Mungkin kita hanya bertanggungjawab untuk sebuah tugas dan pelayanan kecil, mungkin menurut orang lain tanggung jawab ini tidak terlalu penting bila dibandingkan dengan tanggung jawab besar lainnya. Namun janganlah kita sampai kehilangan inti dari apa yang kita kerjakan. Dalam tugas-tugas yang terkecil sekalipun, kita bertanggung jawab untuk memastikan bahwa ada prinsip dasar yang harus dipegang, yaitu kita sedang menyampaikan sesuatu kebenaran, integritas yang sesungguhnya justru dibuktikan bagaimana kita setia dalam perkara yang kecil. Dalam keseharian, sebetulnya kita sedang diamati, bagaimana cara kita menangani tugas-tugas kecil dan menjengkelkan, bagaimana cara kita merespon orang-orang yang sulit ditangani, bagaimana cara kita berkomunikasi, bagaimana cara kita merespon di saat sedang lelah; dalam semua ini kita menunjukkan jati diri kita yang sesungguhnya. Terlalu sedih rasanya jika memikirkan kegagalan-kegagalan kita. Terlalu naif pula kalau kita menganggap diri sempurna. Kita semua tahu betapa rentannya kita untuk terus bergumul dengan ketidak-konsistenan dan kegagalan yang dirahasiakan, dalam menjawab panggilan untuk hidup tak bercacat, kita seringkali menjalaninya dengan perlahan dan terseok-seok. Namun Tuhan menghadirkan keluarga dan para sahabat, yang terus mendorong kita untuk maju. Yakinlah, kita tidak mungkin menjadi single fighter, kita butuh komunitas, kita butuh teman seperjuangan. Sadar akan hal ini, saya teringat sewaktu hari Valentine Pebruari yang lalu, saya dan para sahabat kampus dulu yang bekerja di Jakarta, Kementerian Keuangan, melakukan suatu hal yang menarik, kelompok kecil kami berkirim surat dan coklat bagi semua teman-teman dekat kami yang bekerja di Indonesia bagian timur. Kami berharap bisa ambil bagian dalam menyemangati mereka bekerja –yang jauh dari homebase, apalagi untuk jangka waktu yang lama. Saya tahu benar, saya tidak berjuang sendiri. Ada banyak orang, yang mengalami kisah (bahkan lebih berat) demi integritasnya bagi bangsa ini. Mungkin Anda. Ketika Anda membaca ini, Anda pun adalah teman seperjuangan, asalkan kita punya visi yang sama bagi kemajuan bangsa ini. Tidak usah terlalu berharap juga, kalau kita bekerja keras dan jujur, maka akan disukai semua orang. Ini sudah hukumnya: orang jahat tidak suka kalau orang baik bertambah banyak. Justru ada suatu anomali kalau kita disukai semua orang. Kemalasan dan ketidakjujuran belum menjadi musuh semua orang, masih ada yang senang memeliharanya. Jadi jangan surut karena ‘ketidaksenangan’ oknum tertentu. Senangkanlah sebanyak mungkin orang, tapi tidak mungkin semua orang. Paling tidak, DJP ini lebih baik sewaktu kita tinggalkan nantinya, dibanding sewaktu dulu kita memasukinya; bahkan dunia ini menjadi lebih baik sewaktu suatu saat nanti kita meninggalkannya. Ini pertanggungjawaban kita di akhirat. Karena itu setialah.

Itu sedikit cerita dari banyaknya kisah yang saya dapati di dunia per-TPT-an yang kaya ini. Masih banyak hal yang tak tertuliskan di sini. Bagaimana saya mengurusi NPWP para Pensiunan yang tak bisa berbahasa Indonesia. Saya yang punya lidah Batak harus belajar bahasa Sunda halus, ieu, Pak punteun NPWP-na, hatur nuhun atos ngadameul NPWP”. Bagaimana saya menolak amplop dari WP, mulai dari yang tipis sampai (sepertinya) agak tebal; mulai dari yang berpakaian dinas, sipil, aparat, sampai bercelana pendek; mulai dari WP yang punya bengkel sampai pabrik baja. Bagaimana suka duka mengurus SPMKP, SPMIB ke KPPN. Bagaimana nama panggilan saya kadang berganti jadi ‘Gayus’ kalau berkumpul dengan saudara dan teman lama dulu: “Woi gayus.”, “Wess.... si gayus datang”. Padahal saya lebih senang dipanggil, “Eh, Bapak loket 3”. “Mau ketemu siapa neng?”, “itu... ehm... Bapak loket 3”. Hehehe. Tak apalah nama saya dilupakan oleh manusia, asal jangan oleh Sang Pencipta. Saya juga tak bisa lupa bagaimana akhirnya WP berkata di loket 3, “Sekarang kantor pajak udah beda ya pak..”, “Saya senang lho kalo ke kantor ini..”. Wah, itu sangat menghibur saya. (cerita-cerita ini akan saya ceritakan kalau ada sesi berikutnya. Hehe). Saya bersyukur sekali, di usia yang masih muda, masa kerja yang masih hijau dibandingkan para tetua di DJP, saya diijinkan untuk mencicipi pengalaman ini dari awal.

O iya, ngomong-ngomong tentang tersenyum di TPT, jadinya saya belajar bagaimana cara tetap tersenyum, meski lelah, meski hati saya sedang dirundung badai. Kadang saya cukup memejamkan mata, mengingat berkah Sang Khalik dan bersyukurtak terasa bibir saya sudah melengkungkan senyuman. Hidup tak selamanya seindah kebun bunga, akan datang saat-saat badai datang untuk menguji ketangguhan kita, dalam pekerjaan, dalam keluarga. Jadi, keputusannya ada di kita, bagaimana tetap tersenyum di tengah badai... bila topan k’ras melanda hidupmu. Walaupun tidak harus belajar di TPT, tapi bisa belajar banyak dari TPT, pelajaran berharga dari TPT. Ah... saya ingin memejamkan mata dulu... mumpung sedang tidak di TPT.


*tulisan ini adalah naskah asli dari artikel (yang telah di-edit) dengan judul "Bapak Loket 3", yang telah diterbitkan di Buku Berkah (Berbagi Kisah dan Harapan) 2, Berjuang di tengah badai ; oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Hari Anti Korupsi Sedunia. 06122011.

Read More..

There's no plan B !
-Memikirkan kembali Pemuridan di Kampus-

Tentu kita tahu anekdot “There is no plan B!”. Setelah Yesus naik ke surga, strategi apa yang dilakukan-Nya agar seluruh dunia percaya bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat? Dia pakai murid-murid-Nya, untuk bersaksi, untuk memberitakan. Itu plan A. Bagaimana kalau plan A gagal? “There is no plan B!”. Yesus mengutus murid-murid-Nya dari generasi ke generasi untuk turut mengerjakan misi Allah di dunia. Amanat ini sampai kepada kita sekarang ini: Apakah PMK tetap menghasilkan murid-murid Kristus, yang memper-Tuhan-kan Kristus dalam setiap aspek hidupnya?

Kenapa murid?
Istilah murid adalah sebutan umum (secara khusus dalam Perjanjian Baru) untuk menunjuk kepada para pengikut Kristus sebelum mereka disebut Kristen. Istilah Kristen sendiri baru muncul beberapa tahun kemudian di jemaat Antiokhia untuk mengindikasikan “identitas” mereka di tengah komunitas internasional di tempat itu. Bahkan John Stott dalam bukunya “Murid yang Radikal” memberi catatan: “merupakan hal yang mengejutkan bagi banyak orang tatkala menemukan hanya 3 kali dalam PB para pengikut Yesus Kristus disebut ‘Kristen’: Kis 11:26; Kis 26:28; 1Pet 4:16... Mungkin kata ‘murid’ adalah istilah yang lebih kuat (daripada ‘Kristen’) sebab ia menyatakan hubungan murid dengan Gurunya. Selama tiga tahun dalam pelayanan publik-Nya, kedua belas orang yang dipilih Yesus adalah murid sebelum mereka menjadi rasul, dan sebagai murid, mereka ada di bawah instruksi Guru dan Tuhan mereka”. Istilah ‘murid’ (disciple-Ing, mathetes-Yun) muncul: 73 kali dalam Injil Matius, 46 kali di Injil Markus, 37 kali di Injil Lukas, 78 kali di Injil Yohanes, 28 kali di Kisah Para Rasul. Istilah ini terus digunakan agar orang Kristen punya kesadaran diri secara serius dan bertanggung jawab di bawah ‘disiplin’ Sang Guru. Sekarang ini begitu gampangnya orang mengaku ‘Kristen’, padahal belum tentu dia adalah murid.
Kalaulah kita membagi ‘kelompok’ orang yang ada di sekitar Yesus, secara sederhana kita bisa membaginya menjadi: Kelompok I: kerumunan orang banyak, yang hanya sebatas pendengar, banyak mencari tahu tapi tanpa komitmen; Kelompok II: orang Farisi, yang tahu banyak firman tapi tidak melakukan bahkan menentang; Kelompok III: para murid, yang bukan sekedar tahu firman, tapi melakukan, mentaati dan menghidupi. Akhirnya yang membedakan ketiga kelompok orang ini bukan knowing, tapi doing. Ini adalah hal yang sangat penting dalam proses pemuridan. Bahkan penekanan ini kembali dinyatakan saat para rasul diamanatkan untuk memuridkan kembali (Mat 28.20a: ajarlah mereka melakukan). Nah, pertanyaannya: kelompok mana yang sedang dihasilkan PMK saat ini?? Jangan bangga dulu ketika ada ‘kerumunan orang banyak’ yang ikut retreat, memenuhi ruang kebaktian, atau sekian banyak orang yang khatam ayat Alkitab namun gagal menjadi teladan? Berapa murid yang kita hasilkan melalui pelayanan PMK? Siapa tak meratap melihat begitu banyaknya alumni PMK yang berubah setia dari Tuhan? Alumni yang jauh dari hidup persekutuan dengan Tuhan padahal dulu begitu aktif di PMK? Jangan-jangan, PMK sibuk melakukan banyak kegiatan namun tidak dalam rangka menghasilkan murid. Takutnya, PMK hanya menghasilkan ‘kerumunan orang banyak’ atau ‘farisi-farisi baru’, tanpa karakter seorang murid sejati: berakar kuat, dan menyaksikan Kristus dalam hidupnya.
Murid itu dihasilkan, bukan dilahirkan. Dalam proses inilah pemuridan menjadi sangat penting. Pemuridan bukanlah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan saat kita punya waktu. Sebaliknya, pemuridan menjadi satu-satunya hal yang sangat penting yang harus kita kerjakan. Pemuridan adalah proses menolong seseorang mengikut Kristus dengan sepenuh hidupnya. Di dalam pemuridan terjadi pembaharuan total seseorang dalam values (nilai-nilai hidup), attitude (sikap & karakter), behaviour (kelakuan sehari-hari). Sebagaimana artinya, murid senantiasa belajar, dan hal ini terlihat dari pertumbuhan yang nyata, semakin serupa dengan Kristus melalui firman, komunitas orang percaya dan waktu-waktu pribadi/ pengalaman-pengalaman iman bersama dengan Tuhan.
Sesungguhnya, esensi Amanat Agung Tuhan Yesus di Matius 28:19-20 adalah PEMURIDAN. Dalam bahasa asli (Yunani), hanya ada satu kata perintah: “muridkanlah” (matheteusate). Itulah yang menjadi fokus pelayanan Tuhan Yesus selama kurang lebih tiga setengah tahun, yang harusnya juga menjadi fokus PMK. PMK punya visi: menghasilkan alumni yang dewasa, berakar kuat, dan menjalankan fungsinya sebagai garam dan terang dalam panggilannya. Itulah murid. Itu visi yang kita kerjakan, supaya tidak sebatas mimpi. Misi 4P yang kita lakukan itu: Penginjilan, Pembinaan, Pelipatgandaan, Pengutusan, baik pelayanan secara pribadi, kelompok, ataupun persekutuan besar, semuanya dalam proses pemuridan: menghasilkan murid sejati.

Bukan Pekerjaan Mudah
Pemuridan bukan proses yang instant dan gampang. Lihat saja beberapa daftar masalah yang umum terjadi di PMK perihal pemuridan: terlalu banyak program (bagi PMK berkembang), atau malah bingung harus mulai dari mana (bagi PMK baru), regenerasi yang bermasalah dalam kualitas dan kuantitas, kegiatan-kegiatan kampus di luar PMK yang lebih menarik mahasiswa, kuliah makin padat, mahal dan cepat, banyak isme-isme yang mempengaruhi mahasiswa (materialisme, hedonisme, dll), lembaga dan gereja yang mengancam visi, misi dan keunikan PMK, Kelompok Kecil (KK) yang tidak diperjuangkan sungguh-sungguh, KK hanya dianggap sebagai salah satu dari sekian banyak program/ kegiatan yang dilakukan oleh PMK. KK belum menjadi tulang punggung PMK, semakin banyak PMK yang terlena menggantikan peran KK dengan program ‘shortcut’, misalnya pembinaan/ training seringkali mengambil alih tanggung jawab PKK dalam mempersiapkan AKK menjadi PKK (melatih AKK untuk bisa PA, memimpin, dll). KK yang berjalan pun seperti kursus bahan –bab demi bab, PA bukan lagi yang terutama dalam KK, diperparah dengan evaluasi HPDT yang tumpul, dan proyek ketaatan yang suam-suam kuku. Deretan masalah ini semakin panjang kalau ditambah lagi masalah pribadi: masalah keluarga, keuangan, prestasi.
Banyak hal yang sepertinya gampang sekali membuat kita putus asa untuk setia mengerjakan pemuridan ini. Namun ada 2 hal yang perlu diingat: pertama, masalah pemuridan kita sekarang ini tidaklah lebih sulit dari zaman para rasul dahulu, maka jangan lemah; kedua, pemuridan adalah inisiatif dan karya Allah, karena itu Allah akan terus bekerja dengan cara-Nya yang ajaib untuk memelihara umat-Nya. Pemuridan ini ide-Nya Allah, IA akan bekerja dengan waktu-Nya dan kemampuan-Nya.
Ada beberapa catatan yang bisa kita pikirkan ulang dalam menghadapi berbagai masalah di atas, antara lain:

1. Realitas sistem perkuliahan yang semakin cepat, padat, dan mahal bukan merupakan ancaman, tapi tantangan bagi pelayanan mahasiswa: Bagaimana pelayanan pemuridan dapat tetap terselenggara dengan baik, sementara kesempatan yang tersedia begitu terbatas? Jawabannya, fokus pada satu-dua aktivitas yang paling penting demi amanat pemuridan tetap terselenggara di kampus! Too many focus means no focus.

2. Kerjakan KK dengan baik, karena KK merupakan sarana yang efektif dalam proses pemuridan dan berperan sebagai tulang punggung PMK.
• Pikirkan lagi sungguh-sungguh regenerasi PKK. Di akhir pelayanan Yesus, tugas memuridkan kembali hanya dipercayakan kepada mereka yang setia, yang secara intensif dan utuh menikmati pengajaran dan hidup-Nya, yaitu Petrus, dkk.
• Hasilkan waktu-waktu yang berkualitas (formal dan informal) sesama anggota KK di sela waktu yang ada. Semakin banyak intensitas waktu bersama, semakin besar pula dampak dan pengaruhnya. Jumlah AKK yang tidak terlalu banyak akan memungkinkan PKK untuk menyisihkan waktu secara optimal untuk menuntun tiap-tiap AKK. KK harusnya menarik! Kalau tidak menarik, berarti ada yang salah!
• Tanamkan dasar yang kokoh: relasi dengan Tuhan dalam doa, saat teduh, belajar Alkitab, persekutuan. Jaga pengajaran yang benar dan sehat; dorong dan buat kesepakatan dalam KK untuk belajar sama-sama menggali dan mengaplikasikan Firman. Adanya teman-teman KK akan sangat membantu masing-masing anggota untuk saling menguatkan dan bertumbuh. Di dalam KK, pembelajaran hidup menerapkan perintah Tuhan dilakukan bersama-sama: saling sharing, diskusi, dan belajar artinya hidup dengan saudara seiman (bersekutu).

3. Mutlak diperlukan orang-orang yang menjadi teladan dan pendoa. Sebagaimana Yesus menjadi teladan hidup bagi para muridNya, seperti itu juga AKK belajar banyak dari teladan hidup PKK, atau jemaat meneladani pengurus. Mereka tidak hanya belajar ilmu saja (doktrin, PA, iman Kristen), tapi juga bagaimana PKK menghidupi imannya tersebut. Dan jangan pernah lupa menjaga kehidupan doa yang baik, untuk terus memohon pertolongan Roh Kudus bekerja dalam pemuridan.

Kita sungguh bersyukur, Tuhan mengajak PMK terlibat dalam rencana agung Allah. IA sudah bekerja tanpa kita dan sebelum bertemu dengan kita; pekerjaan Allah tidak tergantung pada kemampuan kita, tetapi dalam kemurahan-Nya Ia mengijinkan kita berpartisipasi dalam pekerjaan-Nya. Beberapa hasil/ buah pemuridan ada yang cepat, beberapa lainnya perlu bertahun-tahun. Hasil/ buah pertumbuhan adalah pekerjaan Allah, bukan kita. Mungkin kita tidak punya kesempatan melihat buah dari pelayanan kita. Namun kadang Tuhan mengizinkan kita melihatnya untuk meneguhkan apa yang kita kerjakan. Yang pasti, Allah-lah yang bekerja dalam setiap pribadi. Kita sudah menyaksikan bagaimana Allah menghasilkan orang-orang-Nya dari zaman Alkitab sampai kepada murid-murid Tuhan yang setia di zaman kita –yang bisa kita saksikan sendiri hidupnya saat ini. Bayangkan betapa kuatnya alumni yang dihasilkan dari PMK yang pemuridan-nya kuat. Bangsa ini punya harapan. Tuhan sudah bekerja dalam sejarah dan akan terus bekerja. Selamat memuridkan. Jangan sampai Yesus menegur lagi seperti di Luk 6:46 "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”. Kalaupun ada PMK yang “umur”nya hanya satu hari, maka yang harus dikerjakannya dalam waktu yang ada itu adalah pemuridan; bukan yang lain. There is no plan B !!

Kawas Rolant Tarigan –Alumnus STAN, sekarang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak.


*diterbitkan di Buletin NEHEMIA edisi Oktober 2011.

Read More..

Sore itu, gerimis, di kereta api Depok…


Teringatku pada hatimu. Kiranya Tuhan menganugerahkan cinta yang besar kepadaku; jauh lebih besar daripada kelemahanmu.. sehingga bila kelemahanmu tampak olehku, aku masih sanggup mencintaimu, bahkan belajar mencintai kekuranganmu.. Ehm... Aku pun banyak kelemahan, bahkan tak mungkin setia tanpa dirimu, tapi.. tapi.. aku ingin selalu mencintaimu sampai masa yang tak kutahu..

Waktu akan berlalu, kecantikan pun akan berlalu, doaku semoga bisa mencintaimu selalu..


Kasihmu,


Kawas.

yang –udah gendut –gak wangi –rambutnya gak bersinar –gak pake baju bodyfit –gaya kebapakan –kadang kumisan –pokoknya gak gaul kayak cowok2 di XXI theater.

Read More..


Malam ini saya akan berangkat ke Rembang, Jawa Tengah. Saya tidak sendiri, tapi bersama dengan teman-teman yang lain, satu angkatan, satu kampus, satu persekutuan, satu mobil carteran [khusus 3 hari ke depan] :) Beberapa dari kami yang di sekitar Jakarta, masih tergabung dalam satu KTB, dan beberapa teman yang lain, rela datang jauh-jauh dari Sulawesi demi satu perhelatan ini: pernikahan sahabat kami: Kristyanu Widyanto (Anu) dengan kekasihnya Eliani Angga Safitri (Angga). Dua-duanya teman terbaik kami, dan akhirnya mereka berdualah yang perdana dari kami untuk berani melangkah ke babak baru hidup ini: berkeluarga, menikah, berumah tangga, membentuk satu ikatan yang kudus, menjalani mandat dari Tuhan: menyatukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, beranak cucu dan bertambah banyak.

Saya pribadi punya pengalaman sendiri dengan dua teman terbaik saya ini: Anu dan Angga.

Anu, partner pertama saya sebagai gitaris di PMK STAN, di retreat pula lagi, masih mahasiswa baru. Kami berkenalan. Saya berulang kali menanyakan namanya untuk mengingat dan memastikan: Kristyanu. Siapa? Kristyanu. Panggilannya? Anu. Siapa? Anu. Hahaha... Bagi saya nama ini aneh, tapi unik. Gantian dia melakukan hal yang sama pada saya. Nama lu siapa? Kawas. Siapa? Kawas. K.A.W.A.S. Kok aneh? Tanyanya... hahaha... Itulah awal perkenalan kami, nama kami sama-sama berawal dari huruf K, dan saling merasa aneh. Orang ini hatinya rendah (rendah hati), tapi skillnya tinggi. Permainan gitarnya keren, dan saya tahu bahwa ke depan dia akan jadi pemusik yang kelasnya bukan kampus lagi (terbukti sekarang). Kerendahan hatinya nampak sejak pertemuan kami pertama itu, ketika selesai latihan, dia menawarkan tumpangan untuk mengantarkan saya pulang ke kos, naik motornya (yang lambat laun terkenal sebagai motor berisik seantero STAN..haha), bahkan setelah mengantar, dia menanyakan lagi: besok latihan mau gw jemput gak? Itulah Anu, sekali menolong, pasti menawarkan pertolongan selanjutnya; sampai kita yang minta tolong jadi gak enak hati, walau kepingin :) Sampai di Makrab tingkat 1, saat dia membawahi bidang musik, saya ditunjuknya sebagai gitaris, bersama pemusik yang lain (awal terbentuknya KAyaBE). Anu punya andil.

Beda lagi perkenalan pertama saya dengan Angga. Waktu masih tingkat satu, di kelas agama, cowok-cowok bangku belakang pada bicarain: ada anak -pajak -cewek -cantik, puteri Jawa Tengah (alamak...), udah sempat kuliah sebentar di UI, tapi pindah ke STAN. Saya pura-pura diam, tapi mendengarkan. Pura-pura tak tahu, tapi penasaran. Hahaha... Ternyata itu orangnya... Dan teman dekatnya ternyata satu kelas dengan saya. Dari situ kenalan, dan cuma say ‘Hi...’. Sehabis UTS agama, melihat nilai yang diselipkan di buku absen, saya ternyata nilai tertinggi. Bangga sedikit (gagal di akuntansi, tapi tidak di agama...hehe). Eh, ternyata ada satu orang lagi yang nilainya sama: ya.. si Angga itu. Hari demi hari makin sering komunikasi dan sering ketemu di Komisi Pemuda, juga PMK, tapi tidak terlalu akrab, walau banyak pria yang tergila padanya :)

Saya akui, satu masa yang membuat saya sangat akrab dengan Anu dan Angga, ketika tingkat 3, ketika saya, dalam anugerah Tuhan, menjadi Ketua Umum PMK STAN, Angga menjadi Sekretaris, dan Anu Kabid Perlengkapan dan Olahraga. Di masa ini juga kami membentuk satu kelompok belajar (Angga dan beberapa teman lain), supaya bisa jadi kesaksian dalam studi dan pelayanan. Wah... di sinilah saya sadar, bahwa mereka telah menjadi sahabat saya. Masa-masa bergumul sebagai pengurus, rapat sampai malam, tertawa (seringkali karena Angga), sedih, sharing, dan Angga yang paling sering nangis, bahkan sampai ketika Ujian Komprehensif-nya si Angga, malamnya, kami semua BPH harus berkumpul di kosnya Angga, karena dia tak berhenti menangis. Kenapa? Karena salah jawab dikit doang waktu ujian lisan, dan ada beberapa bagian tugas akhirnya yang harus direvisi. Ya ampun... ini orang... udah IP tiap semester tak pernah di bawah 3,5, karya tulisnya lebih tebal dua kali daripada punya saya -dan duluan selesai, masih aja nangis semalaman karena nila setitik. (Bayangkan, waktu wisuda, dia peringkat 5, tak perlu nunggu lama untuk mendengar namanya dipanggil. Saya? Mungkin beda 2 jam dari namanya Angga dipanggil, baru nama saya. Sampai Bapak saya nelepon: kok lama kali namamu dipanggil? Hahaha). Tapi malam itu, kami berkumpul di kosnya Angga. Kami ingin menghibur dia, tapi tak tau caranya. Kami suruh dia cerita tapi terbata-bata. Kami bercanda, akhirnya dia tertawa, tapi sambil menangis,mulut tertawa, air mata terus mengalir. Akhirnya kami hanya duduk bersama, lama terdiam, dan itu jauh lebih baik. Bahkan...setelah semua membaik...tak ada yang mau pulang; kami disana sampai larut malam...dan malah bicarain jodoh. Hahahaha... Disitu kami tau, si Angga baru jadian sama si Anu. Hihihi...dan nama Anu terukir manis di kata pengantar tugas akhirnya Angga :) Setiap kali Anu lewat, motor yang berisik bagaikan nyanyian merdu bagi telinga Angga. Hahaha... suatu kado manis bagi doa dan penantian panjang seorang Anu, apalagi di penghujung studi, dan sekarang Tuhan persatukan mereka bekerja di Jakarta.
Saya semakin akrab. Juga dengan Anu, di dalam pelayanan bersama (kalau boleh memilih, setiap saya pemimpin pujian, saya akan pilih Anu sebagai gitaris. Di STAN, di IKJ, di PMKJS2, dsb), di dalam olahraga, dan dalam banyak kebersamaan lainnya. Pelayanannya semakin berkembang seiring kerendahan hatinya. Di dalam KTB kami, dan kesempatan-kesempatan bersama lainnya, persahabatan ini semakin terjaga. Dan tak terasa, besok mereka berdua, akan dipersatukan Tuhan dalam pernikahan kudus, membentuk satu keluarga baru, sampai maut memisahkan.

Tepat seminggu yang lalu, demi pelayanan di UI, saya numpang nginap di rumah yang sudah dibeli Anu di Depok. Seperti biasa, Anu dengan kerendahan hatinya menawarkan: mau ini? mau itu? Mau gw buatin ini? Mau pake itu? Dst. Tapi yang tak terlupakan... untuk pelayanan besok di UI, saya ketinggalan sepatu!!! Dan dengan ragu saya bertanya: Nu, ada sepatu? Tapi tanpa ragu Anu menjawab: Ada tuh, masih di dalam kotak. Terus, saya dekati, pegang dan bertanya: Kok masih baru banget Nu? Iya, gw siapin untuk pernikahan gw. Alamaaaakjaaaang................ Sepatu yang udah disiapkan jauh-jauh hari, rela gak dipake-pake demi hari sakral itu, ternyata saya yang pakai pertama kali... Aduh, perasaan tak enak dari lubuk hati saya yang paling dalam. Tapi tak ada pilihan lain. Saya tak mungkin jadi Pembicara yang tak pakai sepatu. Coba dulu...kata Anu. Ternyata memang tak muat. Dia tak habis cara. Coba pakai kaos kaki ini, biar gak terlalu kesat. Akhirnya kaos kakipun ikut dipinjamkan, dan besoknya saya pelayanan dengan kaos kaki dan sepatu baru dari calon pengantin yang seminggu lagi akan menikah :)

Selamat menempuh hidup baru, sahabat saya: Anu dan Angga. Cinta kalian jadi berkat bagi banyak orang. Bukan kuantitas nya, tapi kualitas dan kontinuitasnya. Menjadi suami yang mengasihi dan melindungi isteri; menjadi isteri yang mengasihi dan menghormati suami. Tuhan menganugerahkan kasih, damai, sukacita, kekuatan dalam rumah tangga kalian, untuk mengarungi lautan dengan bahtera keluarga kalian. Entah pelangi yang kalian lewati, atau badai yang akan berlalu, jangan tinggalkan bahtera, jalanilah bersama, bersama dengan Tuhan.

Anu dan Angga tetap bersahabat. Selama menjadi kekasih, merekapun bersahabat. Setelah menjadi suami istri, ayah ibu, kakek nenek, mereka pun tetap bersahabat. Karena cinta sebagai sahabat itu, seringkali mengasihi tanpa pamrih; seperti Yesus yang jadi Sahabat bagi kita –berkorban demi yang dikasihi. Love is giving…

Hei, di pernikahan kalian, kami akan menyanyikan lagu “Love will be our home”. Cinta yang menjadi rumah kita (kalian); tempat bersatu hati, berbagi, bersatu dalam perbedaan, ada tawa, senyuman, mimpi, nyanyian, detupan jantung, kata-kata yang membangun, janji, ikatan yang tak terputuskan, di sana ada cinta… dan Cinta itulah yang jadi rumah kita…

Tuhan besertamu, sahabat…

Love Will Be Our Home

If home is really where the heart is
Then home must be a place we all can share
for even with our differences our hearts are much the same
for where love is we come together there.

Wherever there is laughter ringing
Someone smiling, someone dreaming
We can live together there
Love will be our home.
Wherever there are children singing
Where a tender heart is beating
We can live together there
cause Love will be our home

With love our hearts can be a family
And hope can bring this family face to face
And though we may be far apart our hearts can be as one
When love brings us together in one place.

Wherever there is laughter ringing
Someone smiling, someone dreaming
We can live together there
Love will be our home.
Where there are words of kindness spoken
Where a vow is never broken
We can live together there
cause Love will be our home

Love will, love will be our home
Love will, love will be our home
Love will, love will be our home
Love will, love will be our home

Read More..

English:

"I, (name), take you, (name), to be my (wife/husband), my constant friend, my faithful partner and my love from this day forward. In the presence of God, our family and friends, I offer you my solemn vow to be your faithful partner in sickness and in health, in good times and in bad, and in joy as well as in sorrow. I promise to love you unconditionally, to support you in your goals, to honor and respect you, to laugh with you and cry with you, and to cherish you for as long as we both shall live."









Karo:


"Aku ... muat kam si ... jadi (ndehara/perbulangen) ku, Janah aku erpadan tetep ngaloken kam, subuk ibas paksa susah ntah pe senang, subuk ibas paksa sakit ntah pe sehat, subuk ibas paksa ceda ate bage pe meriah ukur. Aku erpadan njaga kebadian perjabunta seh Dibata nirangken kita alu kematen"

Read More..

Biasanya saya mengikuti kebaktian minggu di GBKP Perpulungen Karawang. Tapi Minggu lalu (5/6), karena suatu hal, saya ber-gereja di GBKP Bekasi. Sehabis kebaktian, saya duduk-duduk dekat parkiran motor. Motor saya gak bisa keluar, karena banyaknya mobil. Daripada nunggu gak jelas, saya baca-baca spanduk yang dipasang di dinding atas gereja.
Salah satu spanduk besar, isinya: “Penekanan Program GBKP 2011: Peningkaten Teologia, Spiritualitas, dan Mutu Ibadah”.
Saya tersenyum membacanya, kalau mengingat:

1. minimnya pembacaan Alkitab dalam ibadah jemaat di GBKP. Total ayat untuk ogen dan khotbah, bisa hanya 5-15 ayat (perikop dipenggal-penggal); introitus pun kadang hanya setengah ayat. (bandingkan dengan beberapa gereja yg lain, atau outline perikop Alkitab terjemahan lain, NIV misalnya). Memang ini bukan faktor yang paling menentukan pertumbuhan teologia/ spiritualitas jemaat, tapi salah satu faktor TERPENTING. Bukankah pengetahuan dan iman timbul dari pembacaan, pendengaran, dan perenungan firman Tuhan? (Rom 10:17; Neh 8; Mzm 119). Bagaimana merangsang jemaat cinta baca Alkitab kalau di hari Minggu pun hanya beberapa ayat yang dibaca? Apalagi kalau banyak jemaat-nya yang baca Alkitab hanya di kebaktian Minggu? (itupun numpang Alkitab sebelahnya; atau sekedar di-paraf setelah dibaca).


2. tema besar itu sepertinya hanya menjadi tema bulan Januari di pekan penatalayanan. Selama beribadah dari Pebruari-Juni, saya hampir tidak pernah mendengar pendeta dari atas mimbar menyerukan dan terus menggaungkan tema itu dengan kuat. Hampir tidak pernah saya mendengar pengkhotbah di GBKP menekankan jemaat untuk punya relasi pribadi yang intim dengan Allah, melalui saat teduhnya, jam doanya, Bible readingnya, kebaktian keluarganya. Kalaupun ada, hanya sepintas lalu, di samping hal-hal umum lainnya (relasi suami-istri, ortu-anak, menghadapi masalah, sakit, dsb). Padahal relasi vertikal akar dari relasi horizontal.

3. saya bertanya-tanya. Berapa banyak GBKP yang sungguh-sungguh mempersiapkan kebaktian minggunya? Memilih lagu dengan serius sesuai dengan tema minggu itu, mempersiapkan liturgos (Pertua/Diaken) supaya tidak hanya berperan sebagai pembaca buku Liturgi, tetapi pemimpin pujian, mempersiapkan pemusik dan song leader dengan baik, bukan sekedar mencocokkan nada dasar/ tempo beberapa saat sebelum ibadah (itupun sering salah). Termasuk Anda yang berdiri di mimbar (Pdt/ Pt/ Dk), kalau Anda tidak sungguh-sungguh memuji Tuhan ketika di mimbar (tidak ikut menyanyi atau sibuk mengecek handphone/ membolak-balik kertas), jangan heran kalau jemaat akan meneladani Anda.

Dahi saya mengkerut, tanda berpikir. Pertanda hari semakin panas juga. Ternyata mobil APV yang salah parkir tadi sudah berpindah. Saatnya saya pulang dan membawa kerinduan ini di dalam doa, dan talenta yang Tuhan anugerahkan, demi GBKP Simalem :) mumpung tahun 2011 masih ada setengah tahun lagi :)
Semoga semangat ini bukan hanya ada di aku saja, tapi kam juga.

Bage pe tek aku maka iterusken Dibata nge dahin si mehuli si enggo ibenakenNa i bas kam seh ku warina Kristus reh mulihken. (Pil 1:6)

Kws.

Read More..

BAGIAN 4: HUBUNGAN YANG SEHAT

Bab 28 – Melayani Bersama

Meninjau jalinan hubungan anda
Tuhan mempunyai cara unik. Ia hendak menggunakan relasi/ konflik antarpribadi yang kita alami untuk membentuk kita menjadi semakin seperti Anak-Nya. Dalam proses itu, kita akan menjadi alat yang lebih efektif sewaktu melayani; kita akan membawa kemuliaan bagi Dia.

Mengapa kita tidak dapat melakukannya seorang diri
Dosa bersifat menipu
Tuhan menempatkan orang-orang di sekitar kita untuk menolong kita melihat apa yang tidak dapat kita lihat dengan sendirinya
Kita memerlukan kontribusi orang lain
Kepemimpinan kita tidak akan seefektif dan seefisien kalau saya melibatkan orang-orang lainnya. Hati-hati dengan kesombongan kita yang cenderung memimpin sendiri.
Menjalin hubungan yang baik termasuk ibadah kepada Tuhan
Bagaimana kita berhubungan dengan orang lain, sama pentingnya ketika kita memimpin menyanyikan lagu pujian. Bahkan lebih penting dari yang kita duga. Bagaimana kita melayani dan berelasi dengan anggota gereja/ jemaat, tim musik, pendeta, akan menjadi kesaksian hidup kita sebagai penyembah Allah.


Bab 29 – Gereja Anda

Menjadi seorang pemimpin ibadah lebih berurusan dengan soal memimpin orang daripada memimpin lagu. Mempedulikan jemaat dan melayani mereka lebih penting daripada hanya membuat ibadah kelihatan berhasil. Kita membutuhkan lebih banyak waktu, pikiran, dan tenaga. Kita butuh Tuhan.

Prioritas doa
Kalau kita tidak mendoakan orang-orang di gereja kita, maka kuasa, anugerah, dan kasih Tuhan tidak akan penuh di dalam diri kita sewaktu memimpin mereka. Berdoalah bagi jemaat yang akan anda pimpin ketika anda sedang menyusun lagu-lagu yang akan dinyanyikan, ketika sedang mengadakan latihan, ketika bersiap-siap memimpin, ketika sedang mengadakan waktu pribadi bersama Tuhan.
Doa mengingatkan kita tentang apa yang tidak dapat kita lakukan. Hanya Allah sajalah yang dapat secara aktif membuka mata hati orang, sehingga mereka melihat harapan dalam Injil dan kuasa Tuhan yang bekerja dalam hidup mereka (Ef1:16-19)
Doa membuka mata kita untuk melihat maksud-tujuan Tuhan. Seringkali Tuhan berbicara secara khusus dan menjawab pergumulan seorang demi seorang jemaat secara spesifik sewaktu beribadah.
Doa juga memupuk rasa kepedulian kita terhadap orang lain.

Dorongan semangat dan koreksi
1. Mendapat pujian
Biasanya kita bergumul dengan kenyataan bahwa kita senang dipuji, tetapi tidak mau menjadi sombong. Berikut beberapa hal yang bisa membantu kita ketika menerima pujian:
Ucapkanlah terima kasih kepada orang terkait atas pujiannya
Kalau pujiannya tidak jelas, mintalah ia memberi keterangan lebih lanjut. Ini bukan untuk memancing lebih banyak pujian, tetapi hanya membantu kita mengetahui bagaimana Tuhan secara spesifik bekerja di hati orang lain.
Ungkapkanlah rasa terima kasih atas kesempatan melayani
• Perhatikanlah kontribusi orang lain
• Dengan segenap hati “mentransfer kemuliaan kepada Tuhan”.

2. Mendapat lontaran kritik
Karena berperan di depan umum, para pemimpin akan selalu dievaluasi. Teguran akan membuat kita lebih sadar bahwa kita membutuhkan kasih karunia Allah. Teguran membantu kita bergumul melawan sikap meninggikan diri. Teguran merupakan tanda bahwa kita membutuhkan orang lain ketika menjalani proses pengudusan. Teguran membantu kita mengakui bahwa kita tidak mengetahui segalanya. (band.Mzm 141:5 BIS).
• Jadi, berdoalah agar kita mendapat koreksi. Mintalah Tuhan mempertemukan kita dengan orang-orang yang membangun, menunjukkan letak kesalahan dan dosa kita, dan menunjukkan apa yang bisa kita lakukan dengan lebih baik.
Berharaplah untuk mendapat koreksi. Kalau kita merasa tertampar ketika mendengar lontaran kritik, biasanya itu karena kita diam-diam ingin mencari pujian. Hanya orang yang merasa sempurna dan sombong sajalah yang tidak pernah menyangka dirinya akan melakukan suatu kesalahan.
Hendaknya kita proaktif. Mintalah masukan yang jujur dari orang-orang yang dipercaya.
Berterimakasihlah kepada orang-orang yang mengoreksi kita.
Ajukanlah pertanyaan lebih lanjut. Kecenderungan awal kita biasanya membenarkan diri sendiri atau mempersalahkan orang lain. Maka mintalah pendapat lebih lanjut guna melengkapi apa yang mereka katakan. Ini akan menolong kita mendengar dengan lebih jelas dan berespons dengan lebih rendah hati.
Bersyukurlah atas koreksi dari Tuhan.

Tantangan lainnya dalam kepemimpinan
1. Menangani usul lagu
• Pertama, periksalah hati kita sendiri, hati-hati dengan dosa menghakimi dan kesombongan
• Kedua, berterimakasihlah atas usul mereka
• Ketiga, menanyakan alasan mereka mengusulkan lagu itu
• Lalu, berilah tanggapan tentang syair, makna dan melodi lagu itu.
Tujuan kita ialah menyanyikan lagu-lagu yang meninggikan kemuliaan Allah dalam Kristus di hati dan pikiran jemaat, dengan cara yang paling jelas dan paling baik.

2. Memberi penjelasan dan memimpin ketika terjadi perubahan
• Pastikanlah para pemimpin seia-sekata
• Secara konsisten, ajarlah jemaat tentang apa yang dinamakan ibadah yang alkitabiah
• Memimpin secara teologis
• Memimpin dengan rendah hati namun penuh keyakinan

3. Mengajar lagu baru
• Bantulah jemaat mengerti beberapa aspek dari lagu itu seperti: syair, makna, latar belakang lagu,dan melodi.
• Minta jemaat untuk menyimak ketika pemimpin menyanyikan bait lagu dan refreinnya, lalu mengajak mereka ikut menyanyikannya. Bisa diawali dari refreinnya dulu (kalau ada), karena ini lebih mudah. Atau mengajarkan baris demi baris, dan meminta jemaat mengulanginya setiap pemimpin telah menyanyikan satu baris. Ada kalanya kita tidak perlu berkomentar apa-apa karena lagu itu mudah dipelajari.
• Usahakan tidak memulai ibadah dengan mengumandangkan lagu yang belum dikenal oleh siapa pun dalam jemaat; juga tidak menampilkan lebih dari satu lagu baru di satu ibadah.
• Ulangi menyanyikan lagu tersebut beberapa kali (mungkin juga dalam ibadah berikutnya) agar jemaat semakin menguasai, memahami dan mengingat lagu tersebut.

Apakah anda mengasihi gereja/ persekutuan di mana anda melayani? Tuhan mengasihi mereka (Ef3:10).

Bab 30 – Tim Anda

Membangun tim anda
Peranan yang berbeda
Kita memerlukan pemusik yang tidak hanya peduli soal musik, tetapi juga soal kerohanian. Peran lain yang dibutuhkan adalah seorang music director atau orang yang memastikan lagu-lagu sudah dipersiapkan, dilatih dan dibawakan dengan baik. Kita juga memerlukan seorang koordinator atau fasilitator, yang memastikan lagu-lagu sudah diketik/ difotokopi, dan mengkoordinir jadwal latihan.
Standar tim
Tampilnya timmusik di depan jemaat dari minggu ke minggu memberi kesan bahwa kehidupan mereka patut dicontoh –bukan sempurna, tetapi menunjukkan adanya buah-buah Injil. Bila tidak demikian, jemaat akan mendapat bahwa ibadah lebih berurusan dengan soal musik daripada soal cara hidup. Apalagi kalau yang tampil adalah pemusik yang belum percaya Kristus atau non-Kristen, kita memberi kesan bahwa seni dalam ibadah lebih penting daripada hati.
Itulah sebabnya penting untuk mendiskusikan dan menetapkan standar anggota tim ibadah yang meliputi: keanggotaan, pemahaman doktrin, komitmen bertumbuh, relasinya dengan Tuhan, rendah hati, setia dan tepat waktu, komitmen mengembangkan kecakapan musiknya, dan didukung oleh pendeta atau pemimpin kelompok kecil.
Level komitmen
Jangka waktu komitmen pelayanan, jumlah pelayan, banyaknya jadwal latihan dan pelayanan, serta kondisi spesifik dari tiap pelayan akan berpengaruh pada level komitmen yang disepakati.

Memberi dorongan semangat kepada tim anda
Setiap kali bersama tim, cobalah kenali adanya tanda-tanda kasih karunia pada diri anggota tim, dan dukunglah mereka dalam hal itu. Mengapresiasi mereka, mengucapkan terima kasih, memberi hadiah, mengajukan pertanyaan sebelum, sesudah dan ketika latihan, saling mendoakan, akan membantu kita mengingat bahwa hubungan di antara tim lebih penting daripada sekadar bermain musik bersama.

Memperlengkapi tim
Kita perlu memastikan bahwa para anggota tim termotivasi untuk mengembangkan kecakapannya dan dimungkinkan untuk melakukannya.
Pertumbuhan teologis
Selain khotbah yang didengar setiap minggu, memperlengkapi mereka dengan pengetahuan tentang Allah dan pengertian ibadah bisa melalui buku-buku yang berbobot, artikel, atau web yang baik dan membangun.
Perkembangan musikal
Bisa dengan saling berlatih/ belajar, bertukar pengetahuan atau kursus musik.
Latihan
Latihan berlebih bisa membuat letih. Berlatih dengan cermat adalah solusi yang lebih baik. Artinya tiap orang perlu berlatih sendiri sebelum latihan bersama. Bisa juga diadakan latihan yang bervariasi: belajar lagu baru, mengulang lagu lama, aransemen baru, berdoa bersama, mempelajari tema ibadah, latihan vokal, mendengar/ mengevaluasi sebuah lagu/ konser, berbagi kesaksian dan keteladanan.

Mengevaluasi tim
Kita sendiri harus menjadi teladan orang yang suka meminta masukan dan pengamatan dari orang lain.
Presentasi musik
Evaluasi setelah ibadah tentang mengawali dan mengakhiri lagu, memberi aba-aba, kontribusi tiap orang atau monitor proyeksi suara. Evaluasi dilakukan dengan semangat kekeluargaan, rasa syukur dan dorongan semangat. Seringkali mendengar rekaman/ melihat video ibadah yang lalu adalah cara evaluasi yang baik.
Karakter
Menjadi seorang pemusik tidak dibenarkan melakukan dosa. Kita harus menegaskan bahwa mereka bertanggung jawab mengejar karakter yang kudus, dan kita berusaha membantu mereka bertumbuh. Sikap mereka lebih penting daripada kecakapan musiknya.
Bakat
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• Apakah kecakapan mereka berkembang?
• Apakah bakat satu orang masih dapat melayani jemaat yang semakin besar jumlahnya?
• Apakah ada orang-orang lain dalam jemaat, yang hidup kudus, tetapi lebih berbakat daripada orang yang ada di dalam tim?

Nikmati tim anda
Nikmatilah kesatuan dan kebersamaan dalam tim, bekerja keras bersama, memberi dorongan semangat, sebagai sahabat, mengalami duka dan sukacita, di saat tegang dan membosankan. Kalau kita setia dan rendah hati memimpin tim ini, para musisi akan semakin bertumbuh dalam kasihnya kepada Injil, kepada satu sama lain, dan pada pelayanannya kepada Allah. Jemaat akan memuliakan Allah tidak hanya pada hari Minggu, tetapi setiap hari, melalui pelayanan dan kesaksian sebuah tim.

Bab 31 – Pendeta Anda

Pendeta itu pemberian dari Tuhan bagi jemaat. Yang memberikan gembala-gembala, pengajar-pengajar kepada jemaat-Nya adalah Kristus yang sudah naik ke surga (Ef4:11-12). Sebagai pemimpin ibadah, kita bertanggung jawab mendukung pelayanan pendeta.

Melayani pendeta anda
Tuhan memberi tanggung jawab kepada pendeta untuk mengarahkan gereja. Kalau kita pendeta dan pemimpin ibadah berbeda pendapat, maka kita yang harus tunduk kepada pendeta. Tunduk kepada pendeta berarti melayaninya dengan sukacita dan rendah hati. Kita akan melakukan hal itu dengan lebih baik kalau kita menjalin relasi dan komunikasi yang baik dengan pendeta, mengenai hal yang paling penting baginya, pembagian waktu, ayat yang akan dikhotbahkan, sehingga kitabisa mendukung pelayanan pendeta, dan membuatnya bersukacita dalam pelayanan. Dan perlu diingat, tidak ada cara yang lebih efektif untuk melayani pendeta daripada berdoa baginya.

Mendengarkan pendeta anda
Mendengarkan adalah sesuatu yang membutuhkan waktu dan pengendalian diri. Kita perlu mendengarkan teologi pendeta, hatinya, pengertiannya tentang peranan pemimpin pujian, hubungannya dengan anggota keluarganya, stafnya, dan hal lainnya. Kita perlu saling mengerti definisi yang kita gunakan –bukan didebatkan, khususnya tentang kesamaan “bahasa” di bidang musik. Dengarkan khotbahnya, semangatnya, pandangannya tentang gereja, dan dengarkan baik-baik tentang apa yang menurutnya kita lakukan dengan baik dan apa yang tidak kita lakukan dengan baik.

Berinisiatif
Melayani pendeta bukan berarti kita tidak boleh mengambil inisiatif atau tidak boleh kreatif, justru hal ini sangat diperlukan. Berinisiatiflah:
• Mencari tahu lagu yang beredar dan terabaikan, serta membicarakannya juga kepada pemimpin ibadah yang lainnya
• Beritahukanlah kepada pendeta apa yang sedang (akan) kita lakukan dan pikirkan tentang musik
• Memberi dorongan semangat kepada pendeta
• Mengevaluasi diri sendiri

Bertumbuh
Kalau kerohanian kita bertumbuh, pendeta akan semakin yakin bahwa memimpin jemaat mengagungkan Kristus bukan hanya tugas kita, melainkan kehidupan kita. Kalau kita bertumbuh semakin rendah hati, pendeta akan semakin menikmati kerja sama dengan kita. Kalau kita bertumbuh semakin menyukai firman Tuhan, kita akan dapat semakin memberitakan firman Tuhan dengan lebih efektif melalui lagu-lagu. Kalau kita bertumbuh dalam pengetahuan teologi, kita akan dapat menyelidiki tema-tema yang belum dipelajari pendeta, misalnya tentang nyanyian, ibadah. Kalau kita bertumbuh dalam kepemimpinan, maka pelayanan kita akan lebih berkualitas dan bermanfaat bagi jemaat. Kalau kemahiran kita dalam bidang musik berkembang, semakin terampil, dan menguasai pengetahuan musik dan teori alat musik, maka kita dapat semakin melayani pendeta, memainkan lagu apa saja yang diminta pendeta, karena kebanyakan pendeta kurang berpengetahuan dalam bidang ini, jadi semakin pentinglah bagi kita untuk berinisiatif mengalami kemajuan di bidang musik. Kita dapat juga bertumbuh secara administratif, dengan jalanmemikirkan cara komunikasi yang lebih cepat, jelas dan efektif. Bertumbuh secara estetis, membuat para pemusik dan panggung tampil menarik tiap ibadah. Bertumbuh secara teknologi, untuk mendukung ibadah.

Bilamana tidak sependapat
• Pertama, pastikan dulu secara pasti duduk permasalahannya. Apakah masalah teologi, metodologi, budaya/ generasi, atau seringkali akar permasalahannya adalah dosa, yang mementingkan diri sendiri, menghakimi, iri, atau sombong.
• Kedua, mencari penyelesaian masalah. Mulailah menjalinnya di atas landasan doa. Lalu dengan rendah hati, bertanya dan bicarakanlah dengan jelas. Membahas artikel tertentu atau buku tertentu sangat membantu. Kalau masalahnya adalah dosa, akuilah seluruhnya dengan jelas, mintalah pendeta untuk mengamati hati, perkataan dan kehidupan kita. Dan, bersabarlah, izinkan Tuhan bekerja dari waktu ke waktu.
• Lalu, bertindaklah, ambillah keputusan, lakukan dengan iman. Sesudah cukup berdoa, mendapat banyak nasihat, bijaklah untuk melangkah dengan iman, dan tetap menjaga hubungan yang damai dengan pendeta. Kita juga memerlukan dukungan.

Bab 32 – Perenungan bagi para Pendeta

Para pemimpin ibadah memerlukan pendeta-pendeta yang lebih bergairah –dari diri mereka sendiri –dalam memuliakan Yesus Kristus. Para pemimpin ibadah memerlukan pendeta yng bersedia memimpin mereka, mempedulikan mereka, dan yang berbicara sejujurnya.
Di banyak gereja, setengah dari waktu ibadah digunakan untuk menyanyi. Tetapi, pemimpin ibadah dan musisinya adalah orang yang mungkin mempunyai atau mungkin tidak mempunyai pendidikan teologi ataupun karunia pastoral. Memang pendeta punya banyak aktivitas. Tetapi salah satu hal terpenting yang dapat dilakukannya ialah memastikan bahwa gereja mengerti dan mempraktikkan ibadah yang alkitabiah.

Kenalilah peranan anda sendiri dalam memimpin ibadah
Memimpin ibadah adalah sebuah peranan pastoral, setelah itu baru peranan musik. Sadarilah bahwa jemaat melihat kepada anda untuk mengetahui seperti apakah yang dinamakan seorang penyembah Tuhan. Anda adalah pemimpin ibadah utama di gereja anda. Respons jemaat dalam memuji Tuhan jarang sekali melebihi keteladanan pendetanya. Jemaat yang anda pimpin mengamati anda tidak hanya ketika anda sedang berkhotbah. Pelajaran seperti apa yang dapat mereka petik dari anda? Keteladanan seperti apakah yang anda berikan pada mereka? Kalau anda tidak serius –sibuk sendiri –selagi jemaat menyanyi memuji Tuhan, mereka akan mendapat kesan bahwa menyanyi tidak begitu penting.
Tuhan memanggil para pendeta untuk memberi makanan rohani, memimpin, mempedulikan, dan melindungi para anggota gerejanya. Pendeta cenderung berpikir bahwa cara memenuhi tanggung jawab itu adalah dengan berkhotbah dan pelayanan pastoral pribadi. Tapi jangan anda mengabaikan fakta bahwa ibadah bersama yang dipimpin dengan sungguh-sungguh, dengan suasana hati yang hangat dan bersemangat, serta dengan kecakapan yang tinggi, dapat menjadi sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Anda dapat memberi makanan rohani kepada gereja dengan jalan memastikan lagu-lagu yang dipilih liriknya benar secara teologis, menyuarakn Injil, hakikat Allah, dan unsur ibadah lain yang alkitabiah. Itulah pentingnya para pendeta mempelajari teologi tentang ibadah.

Ketahuilah apa yang harus ada pada seorang pemimpin ibadah
• Kerendahan hati. Cara terbaik adalah memastikannya sudah merenungi Injil dan salib Kristus, yang menghancurkan segala kesombongan.
• Hidup kudus. Kalau para pemimpin terus menerus berkubang dalam dosa, ini suatu penghinaan terhadap nama Allah, gereja-Nya, dan misi-Nya. Kekudusan lebih penting daripada kecakapan musik.
• Menyukai teologi yang benar. Ia harus memperhatikan lirik lagu jemaat daripada irama lagunya. Musik hanya berupa sarana pengantar kebenaran Tuhan, namun bukan kebenaran itu sendiri. Kebenaranlah yang memerdekakan kita, bukan suasana yang penuh pijar emosi. Kebenaran teologi memampukan seseorang mempengaruhi orang lain dengan Injil dan firman Tuhan.
• Talenta kepemimpinan. Sepanjang waktu ibadah, jemaat harus berfokus pada kasih karunia Alah dalam Kristus. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang baik. Talenta inijuga diperlukan untuk bekerja sama dalam tim, menangani konflik, membantu jemaat bertumbuh, dan mendapatkan sikap respek dari orang lain.
• Keterampilan musik. Akan sangat memudahkan kalau pemimpin ibadah mahir dalam bidang musik, untuk berkreasi dan aransemen, selain pengetahuannya akan firman Tuhan.

Memperlengkapi dan mendukung pemimpin ibadah di gereja anda
Cara yang bisa dilakukan seperti: menyediakan bahan-bahan yang membantu pemimpin ibadah bertumbuh, mengirimkan artikel-artikel, buku, tulisan, CD, kaset dan peralatan lain yang memperlengkapinya. Ajaklah ia menghadiri seminar, tidak selalu bertema ibadah, tapi yang meningkatkan pengetahuan tentang firman Tuhan dan kepemimpinan yang alkitabiah. Berilah dorongan semangat dan dukungan. Amatilah di bidang apa dalam hidupnya anda melihat Tuhan sedang bekerja, mungkin dalam pemahaman firman Tuhan, atau ide-ide musik. Berilah pujian, hargailah, dan beritahukanlah setiap kemajuannya. Bersyukurlah atas ketekunannya, keteladanan, talenta dan persiapan yang telah dilakukannya. Persilahkan dia memberi laporan tentang apa yang dibutuhkan oleh gereja, dan jagalah komunikasi yang efektif.

Setialah membuat rencana dan setialah evaluasi
Dimulai ketika menyusun lagu, memilih lagu yang paling membangun jemaat, tetapkanlah apakah anda yang menyusun sendiri atau anda memeriksa daftar lagu yang disusun pemimpin ibadah? Ini adalah kesempatan yang baik untuk memberi tahu lagu-lagu yang baik dan kuat. Beritahukan penilaian anda sewaktu bertemu atau melalui e-mail, telepon. Berikan pengamatan yang tulus tentang cara memimpin, lagu-lagu, aransemen, secara spesifik, dan bantulah ia bertumbuh untuk melakukan hal yang lebih baik.

Menangani konflik secara alkitabiah
Bersikaplah rendah hati, jalin hubungan yang baik dan perlancar komunikasi. Jangan langsung memandang orang lain yang salah. Tuhan sering kali menggunakan dosa-dosa orang lain untuk menyingkapkan kelemahan kita sendiri. Ambillah waktu untuk menelusuri penyebabnya; apakah masalah komunikasi, teologi, metodologi, atau dosa: menghakimi, membanding-bandingkan, kesombongan, ketidaksabaran, ketidakpuasan atau yang lain. Kalau anda salah, akuilah kesalahan itu secara spesifik, dan upayakan untuk tidak mengulanginya lagi. Jangan menunda-nunda untuk membereskan sesuatu dengan seseorang.
Tuhan ingin hubungan anda dengan pemimpin ibadah (dan juga orang lain) diwarnai sukacita, saling menghormati, dan berbuah lebat. Dengan beriman pada firman-Nya, bergantung pada Roh-Nya, dan bersandar pada Injil, itu akan terjadi.

Kata penutup
Ini peranan yang sangat penting. Pendeta berpedoman pada Alkitab, untuk membawa gerejanya beribadah kepada Tuhan. Pendeta menjadi teladan tentang apa artinya menjadi seorang penyembah Tuhan,yang ditunjukkan lewat kepekaan, perhatian, bimbingan, kasihnya, dan seluruh kehidupannya yang mengasihi Juruselamat, setia mengarahkan matanya dan orang-orang yang dipimpinnya pada Injil kasih karunia dan pada keindahan salib.
Apa yang akan dikatakan gereja dan pemimpin ibadah tentang keteladanan anda? Tentang gereja anda? Tentang ibadah anda? Tentang keluarga anda? Apa yang akan Tuhan katakan? :)



Kawas Rolant Tarigan.

Read More..

BAGIAN 3: TEGANGAN YANG SEHAT

Bab 18 – Prinsip-prinsip yang Memberi Arahan

Apakah yang kita lakukan setiap beribadah dilakukan karena hal-hal tersebut alkitabiah atau karena preferensi semata-mata, atau karena tata cara itulah yang sudah sejak dulu turun temurun dilakukan? Apakah ada tata cara tertentu yang normal dan alkitabiah yang harus dilakukan?

Arahan dari masa silam
Pada abad ke-16 dan ke-17, kebaktian jemaat menjadi tema yang ramai diperbincangkan ketika kaum Protestan berusaha mereformasi praktik liturgi yang tidak alkitabiah. John Calvin memunculkan apa yang kemudian dikenal sebagai prinsip regulatif ibadah, suatu bentuk keyakinan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam kebaktian umum gereja harus didasari perintah yang jelas dari Alkitab atau terimplikasi di dalam Alkitab. Prinsip lainnya dipraktikkan oleh Marthin Luther dan diadopsi oleh kaum Lutheran dan Metodis. Prinsip normatif memegang keyakinan bahwa apapun yang tidak dilarang dalam Alkitab, itu diperbolehkan. Pada abad-abad selanjutnya, timbullah denominasi baru dan konflik pun terus bergulir hingga masa kini.
Mengapa sulit sekali untuk menentukan, Tuhan ingin kita melakukan apa ketika berkumpul bersama? Ada beberapa sebab, seperti:
Pertama, meski setiap generasi dan setiap gereja bertanggung jawab mempertimbangkan apakah praktik-praktiknya sesuai dengan firman Tuhan, Tuhan memang tidak memberi rincian yang spesifik dalam hal ini seperti yang dikehendaki semua orang. Di dalam Alkitab tidak tertera tata cara ibadah yang dapat diterapkan pada segala budaya dan zaman.
Kedua, kita cenderung membaca Alkitab dengan cara/ aplikasi yang kita sukai sendiri. Kelompok yang satu mendasarkan ibadahnya pada ayat ini, yang lain pada ayat yang berbeda.
Ketiga, sebagian orang Kristen berpikir bahwa Tuhan tidak berkata apa-apa tentang bagaimana kita harus beribadah. Mereka berpikir bahwa kita dapat beribadah kepada Tuhan dengan cara yang bagaimana pun sesuai dengan kemauan kita. Paham ini mengutamakan pikiran dan ekspresi pribadi. Padahal Tuhan sudah memberi kita beberapa contoh dan perintah yang jelas-jelas menyatakan apa yang Ia ingin kita lakukan saat kita berkumpul bersama (Kis2:46-47; 1Tim2:1-12; 2Tim4:2; Kol3:16; 1Kor14:29; 11:17-34).
Tuhan memang tidak memberi petunjuk tentang segalanya, tetapi yang pasti, Ia tidak bungkam tentang hal tersebut.

Tiga prinsip
Berdasarkan Alkitab dan dengan menghormati para pendahulu kita, 3 prinsip berikut inilah yang kita pegang ketika menyusun acara ibadah:
1. Melakukan apa yang jelas-jelas diperintahkan Tuhan
2. Tidak melakukan apa yang jelas-jelas dilarang Tuhan
3. Menggunakan hikmat alkitabiah untuk hal-hal lainnya.

Apa yang dapat kita pelajari dari orang lain?
Kita dapat berdiskusi dengan orang lain yang tata cara ibadahnya berbeda. Titik tolaknya, sepakatlah tentang hal-hal yang paling penting. Alkitab adalah standar untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan dan doktrin. Allah sajalah yang berwenang menentukan bagaimana kita memanggil Dia, dan bagaimana kita berhubungan dengan-Nya. Yesus adalah satu-satunya Juruselamat; Dia mati dan bangkit bagi setiap orang yang bertobat dan beriman pada karya penebusan yang dilakukan-Nya di kayu salib, dan bahwa menyembah Allah tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kuasa Roh Kudus –kuasa yang memampukan kita menyembah Dia. Semuanya itu adalah kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat.

Tegangan yang sehat
Ada beberapa aspek ibadah di mana kita mempunyai perbedaan pandangan atau perbedaan praktik. Daripada mendiskusikannya berkepanjangan, marilah menimba pelajaran dari apa yang dimiliki pihak lain, yang tidak kita miliki. Inilah yang disebut tegangan yang sehat sehubungan dengan tata cara ibadah. Allen Ross berkata: “Tidak beralasan bagi sebuah gereja untuk mengubah segala sesuatu yang selama ini mereka lakukan; tetapi sangat beralasan bagi seluruh jemaat untuk mengevaluasi segala sesuatu yang mereka lakukan guna melihat bagaimana mereka dapat melakukan semuanya itu dengan lebih baik”.


Bab 19 – Transenden dan Imanen

Alasan sikap respek kita
Transenden berarti Allah independen dan superior atas ciptaan-Nya. Ketika kita menyembah Allah, kita harus menyadari bahwa Dia bukan seperti kita. Dia Raja yang berdaulat penuh, agung dan mulia, adil, suci.
Respons yang pantas terhadap hakikat Allah yang transenden adalah: respek dan hormat kepada-Nya. (Kel20:18; Yes6:5; Why1:7; Ibr12;28-29).
Terkadang liturgi yang formal dapat membantu kita beribadah dengan cara seperti itu; setiap kata sudah dipikirkan baik-baik, diucapkan dengan penuh kesungguhan, dan ditujukan untuk menarik perhatian jemaat pada keagungan dan hakikat Allah yang transenden. Orang-orang yang menghampiri Allah dalam ibadah dengan cara yang santai, tidak menyelami kebenaran itu.

Dekat dan lebih dekat lagi
Namun Allah tidak hanya transenden, Ia juga imanen. Artinya: Ia dekat dengan kita. Ia tidak mengisolasi diri dari ciptaan-Nya. Allah tidak hanya berada bersama kita –Ia diam di dalam kita (Kis17:28; 1Kor6:19). Allah yang transenden mengambil tempat untuk tinggal di dalam umat-Nya bagi kemuliaan-Nya. Kebenaran ini menjadi sumber ketakjuban, sumber rasa syukur dan penghiburan. Allah itu imanen, Ia seperti Sahabat, Gembala dan Juruselamat.

Menjaga tegangan yang sehat
Ada beberapa cara untuk menjaga gar hakikat Allah yang transenden dan imanen ini tetap berada pada tegangan yang sehat. Salah satunya melalui tema ibadah yang berbeda-beda, membahas pada kebesaran Allah dan kedekatan-Nya. Namun cara terbaik untuk menjaga tegangan yang sehat ini ialah dengan terus berfokus pada Injil. Kekudusan dan keadilan Allah yang transenden bertemu dalam pengorbanan diri Anak Allah. Kita membantu jemaat mengagumi hal ini.

Bab 20 – Kepala dan Hati

Sebuah gereja mungkin saja mengalami kesulitan untuk menghubungkan pengetahuan yang ada di kepala dengan gelora semangat yang ada di hati. Sesungguhnya keduanya harus saling berhubungan dan melengkapi. Keduanya sama pentingnya dalam ibadah yang alkitabiah.

Menggunakan kepala
Setiap kali memimpin jemaat beribadah, kita tidak hanya memimpin jemaat menyanyikan lagu. Kita sedang memimpin jemaat dalam peperangan menjunjung kebenaran. Itulah sebabnya kita perlu menyembah Tuhan dengan pikiran kita juga. Tuhan mau kita sedapat-dapatnya menggunakan daya pikir kita merenungkan kebesaran dan keajaiban perbuatan-perbuatan-Nya. Beberapa lagu perlu diulang untuk meresapi artinya, atau cara pengungkapan dan penyajiannya perlu diperbarui, atau kita perlu menjelaskan arti kata-kata tertentu, istilah alkitabiah, dan beberapa kata yang belum benar-benar dipahami sekalipun sering didengar. Memimpin ibadah dengan cara yang menjadikan Tuhan terasa menjemukan adalah dosa. Kreativitas kita menolong jemaat memahami karakter dan perbuatan Allah dengan lebih jelas lagi.
Memang ada bahayanya, intelektualitas itu sendiri dapat menjadi tujuan akhir kita. Kita dapat lebih terkesan oleh penjabaran doktrin daripada oleh Yesus. Akhirnya kita memimpin jemaat yang teologinya baik, namun mati emosinya. Melalui kombinasi ini, Allah tidak dimuliakan.

Menggunakan hati
Banyak jemaat sudah terbiasa menjalani ibadah yang tidak responsif, tidak menyentuh hati, tidak mengubahkan. Kita harus memimpin jemaat menyembah Tuhan dengan bergairah. Gairah yang hendak kita bangkitkan adalah sesuatu yang lebih dari sekadar emosi yang cepat berlalu, yang dangkal, atau yang ditimbulkan oleh diri sendiri. Gairah dalam Tuhan bersifat mendalam dan langgeng. Ini merupakan hasil dari berfokus pada apa yang sudah dilakukan Allah dan pada siapa Allah itu sendiri. Gambaran yang jelas tentang Allah yang hidup, hakikat-Nya, pengenalan kita akan kedaulatan-Nya, merenungkan harga yang sudah dibayar Juruselamat, akan menggugah hati kita, membuat kita takjub, merasakan damai, dan membuat kita terperangah.

Mewaspadai emosi agar terkendali
Adalah sesuatu yang mungkin bahwa perasaan dan pengalaman menjadi tujuan kita semata-mata, bukan Allah itu sendiri. Kita datang beribadah untuk mendapatkan perasaan enak, tanpa mempedulikan apa yang menghasilkan perasaan itu atau bagaimana kita mengekspresikannya.
Kita memerlukan lagu-lagu yang membuat kita berpikir secara mendalam tentang Tuhan dan yang membantu kita memberi respons dengan sepenuh hati. Pemimpin ibadah mengambil tanggung jawab atas apa yang dinyanyikan jemaat. Kita perlu dengan bijak membimbing jemaat untuk memunculkan perasaan kuat yang didasari kebenaran firman Tuhan, dan hal ini akan menghasilkan buah yang baik. Kebenaran alkitabiah dan perasaan/ emosi yang mendalam mempunyai tempatnya masing-masing ketika kita menyembah Tuhan; dan kedua unsur itu perlu berjalan seiring.

Bab 21 – Internal dan Eksternal

Latar belakang seseorang bisa membuatnya sangat ekspresif sewaktu memuji Tuhan. Kita tidak akan mengetahui apakah seseorang sedang benar-benar menyembah Tuhan kalau kita hanya mengamati penampilan luarnya. Kita perlu mengetahui keadaan di dalam dirinya, yaitu hatinya. (band. 1Sam16:7; Mat15:8-9; Ams4:23). Kata “hati” dalam firman Tuhan mencakup segala sesuatu dari apa yang kita pikirkan, rasakan, hingga apa yang kita pilih. Itulah sebabnya tidak cukup kalau jemaat hanya hadir dalam ibadah. Kita perlu memperhatikan apa yang sedang terjadi dalam alam kehendak, pikiran dan perasaan mereka.
Beribadah dari dalam hati, itu paling penting. Tapi, apa yang kita lakukan/ ekspresikan dengan tubuh kita selagi beribadah bukan berarti sesuatu yang tidak penting. Kita perlu menyatakan apa yang ada di hati kita dengan cara yang konkrit.

Memimpin dengan cara dan ekspresi yang menghormati Tuhan
Arahkan perhatian jemaat kepada Allah dan Injil
Sikap ekspresif dalam ibadah bersama akan muncul saat kita dengan jelas menatap dan mengenal Siapa yang kita sembah, memahami keagungan-Nya dan mengerti kasih karunia Juruselamat.
• Informasikan ekspresi fisik yang pantas dan batas-batasnya
Berbagai gerakan fisik dapat memuliakan Allah, termasuk bertepuk tangan, menyanyi, sujud menyembah, berlutut, mengangkat tangan, bersorak sorai, memainkan alat musik, menari, dan berdiri dengan sikap takjub (Mzm47:2,6; Kel12:27; Mzm95:6; 134:2; 33:1; 150:3-4; 33:8). Ekspresi lahiriah dalam ibadah dapat mencerminkan banyak hal, tetapi tidak segalanya.
• Bahaslah rintangan ekspresi fisik dalam ibadah
Apa yang menahan jemaat berekspresi? Mungkin ada jemaat yang takut pada apa yang dipikirkan orang lain, mungkin konsep mereka pada ibadah yang “hormat dan khidmat”, atau karena takut mengganggu konsentrasi orang lain yang sedang fokus pada Kristus.
• Ajukan kepedulian terhadap orang lain
Ekspresi fisik ada batasnya. Prioritas utama kita ketika beribadah bersama bukan soal ekspresi pribadi, melainkan bagaimana kita juga dapat melayani orang lain (1Kor14:12; 13:1-8). Jemaat akan belajar dan meneladani apa yang pemimpinnya percontohkan. Dalm berekspresi dan memuji Tuhan, jemaat jarang melebihi para pemimpinnya. Kita harus membantu jemaat memahami bahwa Allah pantas menerima ekspresi kasih kita yang mendalam, kuat, lagi murni.

Bab 22- Vertikal dan Horizontal

Elemen vertikal dari ibadah
Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan karena Ia mengasihi kita. Bukan supaya kita terus menerus fokus pada diri sendiri, tetapi supaya kita memuji kasih dan kemuliaan-Nya (Ef1:3-6). Ketika kita menyembah Allah, kita ikut melakukan aktivitas yang sudah dimulai sejak kekekalan dan yang akan berlanjut selamanya.
Ibadah adalah tentang Allah dan bagi Allah. Kita keliru kalau mengira ibadah yang berkenan itu bergantung pada upaya, ketulusan atau persembahan kita. Tuhan menghendaki kita menyembah Dia bukan karena ada kekurangan pada diri-Nya, tetapi karena ada kekurangan pada diri kita. Kitalah yang perlu menyembah Allah, dan karena kesempurnaan moral-Nya, Allah membuat diri-Nya satu-satunya yang pantas disembah.
Karena semua itulah, yang disebut ibadah yang alkitabiah adalah ibadah yang berfokus pada Allah (Allah jelas terlihat), berpusat pada Allah (Allah jelas menjadi prioritas), dan mengagungkan Allah (Allah jelas dihormati).

Elemen horizontal dari ibadah
Ketika kita sedang berkumpul bersama, kita tidak beribadah sendiri-sendiri, seakan-akan terlepas satu sama lain (Ibr10:24-25; 1Kor14:26; Ef5:19; Kol3:16). Persekutuan ini saling membangun. Kita bisa mengaplikasikannya dengan bersama belajar kebenaran firman Tuhan, mengambil waktu secara khusus mendoakan jemaat dalam pergumulan yang sedang dihadapi, memberi kesempatan bagi jemaat untuk bersaksi, memberi apresiasi kepada jemaat.
Namun, hati-hati kalau pertemuan ibadah menjadi sesuatu yang hanya berpusat pada apa yang kita lakukan satu sama lain, memenuhi kebutuhan orang-orang, dan memastikan semua orang senang. Arahkanlah perhatian orang-orang pada anugerah Allah, supaya Allahlah yang disembah, dan umat-Nya mengalami pertumbuhan rohani bagi kemulian-Nya.

Bab 23 – Yang Direncanakan dan yang Spontan

Adalah bijak untuk membiasakan diri membuat rencana detail tentang ibadah yang akan kita lakukan. Petunjuk yang diberikan Roh Kudus seringkali datang sebelum pertemuan ibadah dimulai.

Apa yang tidak boleh dilakukan dengan adanya perencanaan
Perencanaan tidak boleh mengambil tempat kebergantungan kepada Roh Kudus. Tetaplah berdoa.
Perencanaan tidak boleh menggantikan kebutuhan kita mendengarkan Roh Kudus saat ibadah sedang berlangsung. Kita tetap mengantisipasi bahwa Tuhan mungkin saja memberi petunjuk lainnya ketika ibadah sedang berlangsung
Perencanaan juga tidak dapat menjamin segalanya akan berjalan dengan baik dan benar.

Apa yang boleh dilakukan dengan adanya perencanaan
Membuat rencana dapat menyadarkan kita bahwa kita betul-betul memerlukan Tuhan sebelum mengadakan dan memulai ibadah. Jemaat datang dengan berbagai masalah. Tapi, kita mempunyai firman Tuhan untuk disampaikan, lagu yang akan dinyanyikan, waktu yang terbatas untuk membantu jemaat melihat Tuhan lebih besar daripada masalah mereka, bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat yang luar biasa.
Membuat rencana dapat menuntun kita untuk memperjelas tujuan yang akan kita capai dan bagaimana mencapainya. Membuat rencana membantu para pelayan untuk menyiapkan kontribusinya masing-masing dan secara tim, menggunakan gaya musik yang berbeda, memperkaya keragaman, dan menggunakan firman Tuhan dengan lebih konsisten selagi menyanyi bersama.
Dalam perencanaan, kita juga dapat mempersiapkan orang-orang yang hendak bersaksi. Kesaksian tertulis masih dapat disempurnakan, menjadi lebih jelas dan lebih mantap. Hal ini juga dapat meredakan kecemasan, fokus pada tema, dan lebih mungkin menepati waktu.

Manfaat spontanitas
Spontanitas memberi kita kemerdekaan untuk merespons kebutuhan yang ada saat itu juga, dan merespons pimpinan Roh Kudus yang aktif, selagi kita memimpin.
Beberapa hal yang perlu diingat untuk bertumbuh dalam spontanitas:
Jangan merencanakan terlalu banyak hal untuk dilakukan
• Latihlah spontanitas musikal anda sendirian
• Latihlah spontanitas dengan tim anda

Roh Kudus dapat memakai kita dengan cara yang kuat ketika kita memainkan lagu yang sudah kita kuasai lewat latihan berjam-jam, berbulan-bulan. Tetapi kemampuan untuk bermain musik secara spontan memungkinkan kita menanggapi, kapan pun Roh Kudus memberi arahan kepada kita.

Bab 24 – Yang Dari Zaman Dulu dan yang Relevan

Menimba manfaat dari zaman dulu
Himne-himne masa silam yang kita nyanyikan pada zaman sekarang sudah teruji dari abad ke abad. Teologinya mantap, syair yang teramat indah, dan kasih kepada Tuhan yang teramat sangat dalam. Bentuk liturgi masa lalu juga memberi banyak manfaat. Liturgi yang diulang-ulang, yang didasarkan pada Alkitab dapat membantu jemaat ingat akan kisah penebusan setiap kali mereka berhimpun. Sepanjang sejarah, liturgi sudah membantu menjaga asupan teologis jemaat dan melindungi mereka dari bahaya doktrin sesat yang gencar menyerang setiap generasi. Liturgi yang baik dapat pula menjaga jemaat sehingga mereka tidak menjadi sama dengan budaya yang mencampur baur iman.
Terkait tegangan yang sehat ini, memang selalu ada keburukannya kalau kita terlalu berfokus pada satu tiang saja. Pelaksanaan tradisi religius yang terlalu berlebihan akan melahirkan ortodoksi yang mati.

Pentingnya relevansi
Kita hendak memberitakan Injil yang tidak berubah itu dengan cara yang dapat dimengerti oleh budaya kita sekarang –cara yang memudahkan orang-orang untuk melihat siapa Yesus Kristus dan bagaimana Dia sudah mengubahkan hidup kita.
Ada beberapa hal yang bisa kita aplikasikan terkait relevansi:
Hendaknya kita tidak menggunakan bait-bait himne yang syairnya tidak jelas. Apakah lirik yang kita nyanyikan terdengar bagai bahasa asing di telinga jemaat?
Kita bisa menggunakan visual/ teknologi yang relevan.
Yang penting, setiap gereja perlu memastikan bahwa kisah nyata tentang penebusan yang dilakukan Allah dapat dimengerti dengan mudah dan dialami oleh orang-orang yang hendak dijangkau dengan Injil, sesuai dengan daerahnya, cirinya, dan kondisinya.

Bahayanya mengejar relevansi
Media, perkembangan teknologi, dapat berdampak buruk, bahkan mempersuram pesan yang sedang disampaikan. Menggunakan tampilan video secara berlebihan dapat mengurangi dampak firman Tuhan dan memancing keinginan untuk lebih banyak lagi melihat tampilan visual.
Ketika kita sedang mengevaluasi cara-cara untuk menjadi relevan, kita perlu berfokus pada basis teologi bagi tindakan kita (Kebenaran alkitabiah apa yang hendak kita komunikasikan dengan lebih jelas melalui perubahan ini?). Kita juga perlu cermat memeriksa motif-motif kita (Apakah kita cuma ingin dipandang paling modern?). Kita juga perlu realistis dalam mengantisipasi akibatnya (Apa yang perlu kita hentikan supaya kita dapat mulai melakukan suatu hal?)

Mana yang perlu didahulukan
Budaya berubah, gaya dan bentuk berubah, tradisi berubah, waktu berubah. Allah tetap sama. Melalui kepemimpinan yang bijak dan keteladanan yang terus menerus kita berikan, marilah melatih jemaat menimba manfaat dari “warisan” generasi masa silam, sekaligus berupaya terus menyuarakan Injil yang kekal dengan cara yang dapat dipahami oleh budaya kita.

Bab 25 – Terampil dan Tulus

Semua keterampilan bermain musik di seluruh dunia tidak dapat dijadikan pengganti hati yang dengan setulusnya menyembah Allah. Tetapi, gereja yang meremehkan pentingnya keterampilan akan cenderung menjadi sentimental belaka, lamban, menjurus ke sikap malas, dan menyombongkan ketulusannya. Allah menghendaki kita mengejar keduanya –keahlian dan hati.

Dapatkah kecakapan menjadi sesuatu yang berlebihan?
Ketika kita beribadah kepada Allah dengan cakap, kita mempersembahkan apa yang terbaik (Kel23:19a; Bil18:29-30). Namun bila kecakapan dan excellence diutamakan secara ekstrim, hal itu dapat menjurus ke arah arogansi, formalisme, dan ibadah yang mengedepankan seni semata-mata. Dalam ibadah bersama, excellence mempunyai tujuan memfokuskan perhatian jemaat pada atribut dan perbuatan Allah yang luar biasa. Kita bermain musik atau memimpin pujian sebaik mungkin supaya kita dapat melayani orang lain dengan lebih efektif, membangun jemaat, dan ini kita lakukan bagi kemuliaan Allah, tidak semata-mata untuk membangun standar tertentu. Standar yang paling minim ialah memainkan musik/ memimpin pujian dengan cukup baik sehinnga tidak mengganggu konsentrasi jemaat yang sedang kita layani.

Memimpin atau menyembah Tuhan –Apakah ini pertanyaan anda?
Kita bisa secara efektif memimpin jemaat dalam ibadah, bersamaan dengan itu menyembah Tuhan. Semakin kita cakap memimpin, semakin mudah bagi kita untuk menyembah Tuhan (tanpa dipusingkan lagi dengan hal-hal teknis) melalui lagu-lagu yang sedang dinyanyikan, dan jemaat akan melihat serta merayakan supremasi Allah.

Kualitas atau kuantitas?
Dengan berkembangnya persekutuan, jumlah orang yang ingin melayani pun akan semakin bertambah. Ada lebih terampil, ada yang lebih tulus, ada yang terampil dan tulus. Yang pertama-tama perlu dilakukan adalah memohon Tuhan memberi kita hikmat dan kasih karunia, untuk menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat, sesuai karunianya (Rom12:3-8). Tanggung jawab kita yang pertama bukanlah untuk membuat seseorang senang, melainkan melayani jemaat dengan karunia-karunia yang sudah Allah berikan di dalam persekutuan, untuk membangun jemaat, bukan memenuhi aspirasi beberapa anggotanya.
Seseorang yang rindu melayani belum tentu mempunyai bakat di bidang di mana ia ingin melayani. Baik sekali bila anda berkumpul dengan tim anda untuk menjelaskan syarat-syarat keanggotaan. Paling sedikit, syarat itu harus mencakup kesalehan, kecakapan musikal, dan kemampuan untuk berekspresi secara alamiah. Memang ini bukan pekerjaan mudah. Keanggotaan tim musik pun bisa berganti seiring berkembangnya bakat jemaat. Menjadi anggota tim musik merupakan kesempatan untuk melayani bukan suatu hak untuk dipertahankan. Kita dipanggil untuk mengembangkan bakat yang Tuhan berikan, bukan untuk mengungguli orang lain. Kita bisa saja menyatukan para musisi yang kurang berbakat dengan yang lebih berbakat untuk jadwal tertentu, bahkan mendorong para musisi terbaik untuk berkumpul dengan yang kurang berbakat di luar jadwal latihan, untuk saling belajar.
Hendaknya kita tidak mengkompromikan keterampilan ataupun ketulusan dalam ibadah.

Bab 26 – Bagi Jemaat dan Orang yang Belum Percaya

Memahami identitas komunitas penyembah
Prioritas kita yang utama dalam ibadah ialah menguatkan jemaat. Allah tidak menghendaki jemaat yang kita pimpin setiap ibadah tetap tidak dewasa alias kerdil. Ia menghendaki mereka dalam segala hal bertumbuh dalm Kristus. Pasalnya, kedewasaan itu dapat terhambat kalau kita memusatkan perhatian utama pada orang-orang baru, atau pada orang-orang yang belum percaya.
Pertumbuhan gereja berarti bertumbuh dalam pemahamannya akan Injil, bertumbuh dalam kesalehannya, bertumbuh dalam keikutsertaannya melayani, bertumbuh dalam kerinduannya emnjangkau orang-orang terhilang. Jadi, bukan hanya bertumbuh secara kuantitas. Pertumbuhan seperti itu harus lebih diutamakan daripada mengadakan acara ibadah yang maksudnya hanya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang. Dampaknya terhadap dunia pun akan lebih besar.

Memperhatikan orang-orang yang belum percaya
Apa yang dirasakan orang-orang yang belum percaya ketika mereka hadir dalam ibadah kita? Apakah mereka bingung oleh “kekristenan” kita? Tidak akan datang lagi karena merasa asing? Merasakan kesombongan rohani pada diri kita? Memang ada bahayanya kalau kita lupa adanya orang-orang yang belum percaya yang hadir di tengah-tengah kita; mereka mudah kebingungan. Apakah itu mengangkat tangan, liturgi formal, tradisi non verbal, kita perlu memandangnya dari kacamata orang-orang yang belum percaya. Kita bisa berbicara dengan lebih sederhana, dan perlu menjelaskan istilah atau kata-kata Kristen yang sudah umum (tanpa menggantinya dengan istilah lain yang merendahkan maknanya).
Banyak gereja/ persekutuan mengadakan survei untuk membuat strategi dan ibadah yang mencerminkan keinginan orang-orang yang belum percaya. Namun masalahnya, orang-orang yang belum percaya tahu apa yang mereka inginkan, tetapi tidak tahu kebutuhannya untuk diperdamaikan dengan Allah. Kebutuhan itu harusnya dapat disadari dalam ibadah yang jemaatnya mengagungkan Kristus –dan yang mempedulikan siapa yang hadir bersama mereka.
Ada beberapa hal positif yang dapat dilihat orang-orang yang belum percaya dalam ibadah kita:
Semangat yang tulus
Ketika kita beribadah, orang-orang yang belum percaya harusnya melihat kita yang terkagum-kagum oleh kebaikan dan rahmat Allah. Bukan karena direkayasa, tetapi karena anugerah Allah saja yang sangat dalam mempengaruhi kita. Kita berkumpul tidak hanya untuk berbicara tentang Allah; kita berjumpa dengan-Nya dan berada di hadirat-Nya.
Kasih
Kita menyambut dan menjangkau mereka dengan baik. Misalnya dengan menyapa mereka, meminta mereka berdiri sejenak, memberikan ucapan terima kasih, tepuk tangan, memberi kesempatan memperkenalkan diri, mengobrol atau makan bersama setelahnya. Kita ingin “mencengangkan” mereka dengan kasih kita.
Bukan hanya kasih yang ditujukan untuk orang-orang yang belum percaya, tetapi kita juga harus menunjukkan kasih di antara para anggota gereja/ persekutuan (Yoh17:21). Kalau kita memberi dorongan semangat kepada jemaat untuk saling melayani, kita tidak hanya sedang menggenapi ibadah yang alkitabiah, tetapi orang-orang yang belum percaya pun akan melihatnya, lalu menjadi tertarik untuk mendekat pada Sang Juruselamat.
Injil
Tidak ada cara yang lebih baik untuk melayani orang-orang yang belum percaya selain membantu mereka mendengar, mengerti, dan mengalami kisah terbesar tentang penebusan yang dari Allah di dalam Yesus Kristus. Untuk itu kita harus memberitakan dan menjelaskan Injil.
D.A.Carson menulis: “Kalau jemaat dibangun dengan pesona dan personalitas yang memukau saja...tetapi tidak ada pemberitaan terus menerus yang penuh semangat tentang ‘Yesus Kristus yang disalibkan’, maka yang akan bergabung dengan kita hanyalah orang-orang yang hanya menjadi penganut saja, bukan petobat-petobat sungguhan”.

Bab 27 – Yang Khusus dan yang Sehari-hari

Beribadah kepada Tuhan dengan seluruh kehidupan
Meski ada beberapa kata bahasa Yunani dalam PB yang diterjemahkan menjadi “penyembahan”, tidak ada satu pun yang mengandung arti “menyanyi”. Kebanyakan dari kata bahasa Ibrani (PL) yang diterjemahkan penyembahan (ibadah) mengacu pada gerakan, sikap, dan perbuatan yang dapat terjadi kapan saja, dengan atau tanpa menyanyi. Jadi apa artinya beribadah kepada Tuhan (menyembah Tuhan) sepanjang waktu? Artinya melakukan segala sesuatu untuk menarik perhatian orang-orang terhadap kebesaran dan kebaikan Tuhan, melakukan apa yang Tuhan perintahkan, tidak melakukan apa yang dilarang oleh-Nya (band.Rom12:1; 1Kor10:31).

Beribadah dengan jemaat yang berkumpul bersama
Jadi, kalau kita beribadah kepada Tuhan sepanjang hari dan setiap hari, seberapa pentingkah kita berkumpul sebagai jemaat untuk beribadah bersama? Sangat penting!
Orang-orang Kristen abad pertama hampir selalu terlihat sedang beribadah bersama, menginjil, berdoa, menyanyi dan menempuh kehidupan ini bersama-sama. Di PL juga, yang disoroti adalah umat Allah, bukan individu secara perseorangan.
Ada beberapa sebab mengapa kita berkumpul setiap minggu sebagai jemaat:
Kita memerlukan dorongan semangat dan dukungan
Memang benar, kita dapat mempelajari Alkitab, membaca buku-buku Kristen, menyanyikan lagu-lagu rohani, berdoa, dengan Tuhan secara pribadi di rumah masing-masing. Itu harus kita lakukan. Tetapi kita mudah terperdaya oleh hati kita sendiri yang sudah tercemar dosa. Seseorang tidak mungkin dapat bertumbuh dalam kesalehannya dan sepenuhnya mengalami kasih karunia kalau mereka hidup terpisah dari jemaat.
Allah lebih dimuliakan
Kemuliaan Allah memang tidak pernah bertambah ataupun berkurang. Namun seperti Donald Whitney menjelaskan: “Ketika sebuah tim sepakbola menang dalam pertandingan, kemuliaan yang diterimanya akan lebih besar bila pertandingan itu disiarkan di seluruh negeri, di hadapan jutaan pemirsa, daripada kalau pertandingan hanya ditonton oleh anda seorang diri lewat saluran TV closed-circuit... Kemuliaan di hadapan publik membawa kemuliaan yang lebih besar daripada kemuliaan di hadapan satu orang. Demikian juga, Allah mendapat lebih banyak kemuliaan ketika anda beribadah kepada-Nya bersama jemaat daripada seorang diri”. Namun sekali lagi, ibadah bersama tidak dapat menggantikan pengabdian pribadi yang memuliakan Tuhan. Tanpa dibarengi perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara pribadi, ibadah bersama hanya akan menjadi sesuatu yang dangkal dan munafik. Tapi kalau kita berkumpul bersama untuk memasyhurkan besarnya kebajikan Tuhan (Mzm145:7), lebih banyak orang akan melihat bahwa Allah pantas dipuji.
Kita menerima pengajaran dan bimbingan dari pendeta –gembala sidang
Pendeta mengemban tanggung jawab untuk memimpin, membimbing, menjaga dan memberi makanan rohani kepada umat Allah (1Pet5:2; Kis20:28).
Kita diingatkan bahwa kita sudah dipisahkan dari dunia dan dipersatukan bersama-sama dengan Allah
Berkumpul bersama merupakan wujud nyata dari keadaan kita yang berbeda dari dunia, tanda kesatuan kita dalam Injil yang telah memperdamaikan kita satu sama lain, yang memampukan kita saling mengasihi dan mengampuni.

Menyatukan yang khusus dan yang sehari-hari
Sesudah menyanyikan lagu-lagu dalam ibadah, berdoalah agar kebenaran yang sudah dilantunkan dalam lagu-lagu (dan juga pemberitaan firman) akan nyata dalam kehidupan jemaat sehari-hari.
Hari Minggu bisa menjadi titik puncak dari satu pekan, tetapi setiap hari sepanjang satu pekan kita dapat menempuh kehidupan yang beribadah, menyembah Tuhan dalam relasi dan pekerjaan sehari-hari; kita menjadi jemaat yang sedang beribadah meski tidak sedang berkumpul di satu tempat. Tetapi kita perlu dikuatkan, diberi dorongan semangat oleh firman Tuhan, dan dukungan saudara seiman; kita menjadi jemaat yang beribadah dan berkumpul di satu tempat.
Secara individu dan bersama-sama, kita menyadari tujuan kita diciptakan: mengagungkan kebesaran Allah dalam Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus.

Read More..

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo