Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

Ada fenomena yang unik di media sosial. Kalau orang mencurahkan kejujuran hatinya lewat status, notes, kicauan, dsb, seringkali ditanggapi dengan khotbah:
"Bersyukurlah"
"Dinikmatin aja"
dst..
Semisal, orang cukup mengupdate status "Panas ya..."
Datang deh deretan comment khotbah:
"Bersyukurlah masih ada matahari"
"Bersyukur masih bisa bernafas"
"Bayangkan saudara2 kita yang..." 
dst
Padahal si penulis hanya ingin mencurahkan apa yang dia rasakan. 
Siapa bilang dia tidak bersyukur, mungkin hanya mencoba kritis tentang suatu hal.
Khotbah sih baik, tapi lebih baik cari tahu dulu kondisi apa, siapa, kenapa, dan bagaimana-nya.
"... tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Ef 4:29)

Read More..


saya selalu mengagumi buah karya Pak Yohan Candawasa, bukunya, khotbahnya. Dia adalah salah satu hamba Tuhan yang dipakai secara luar biasa memberkati banyak orang.
Ini adalah salah satu khotbah beliau di satu acara Natal. Saya dan istri bertekun mengetik kata per kata script khotbah beliau dari rekaman video. Khotbah ini sangat memberkati kami. Semoga juga anda. 


Yang kau cari sebenarnya adalah Tuhan – Pdt. Yohan Candawasa

Doa: “Tuhan, Engkau kunjungi kami, bahkan pada saat kami tidak pernah mengerti apa pentingnya Engkau kunjungi kami. Dan malam hari ini Tuhan, di dalam pertolongan Roh Kudus-Mu biar kami sedikit disingkapkan untuk apa Engkau datang bagi kami. Terima kasih, itu doa kami yang kami minta di dalam nama Tuhan kami Yesus Kristus. Amin.

Saudara, saya akan mulai dengan berkata bahwa setiap kita lahir ke tengah-tengah dunia membawa 7 lubang di dalam jiwa kita. Apa itu? Kita bisa telusuri satu per satu di dalam kitab Kejadian pasal 3, lubang-lubang yang akan mendikte seluruh kehidupan kita dari lahir sampai mati. Semua yang kita kerjakan adalah supaya lubang-lubang ini terisi. Kitab Kejadian pasal 3, di mana kita berjumpa dengan kisah manusia jatuh ke dalam dosa. (mulai ay.8) “Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman... Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut...” (Kej 3:8,10). Saudara, ini lubang pertama, setelah manusia jatuh dalam dosa, maka manusia tidak pernah merasakan lagi hidup tanpa membawa rasa takut. Dia takut dengan kehidupan yang sekarang ada di bawah hukuman Tuhan. Dia menghadapi rasa takut karena sekarang dia harus diusir dari Taman Eden, dia tidak lagi hidup di sebuah bumi yang aman, yang mudah untuk dia. Itu perasaan yang pertama. Nah, saudara-saudara, Adam dan Hawa setelah jatuh dalam dosa, berdampak pada rasa takut, itu diwariskan kepada kita, anak cucunya. Kalau kita lahir di tengah-tengah dunia dengan membawa rasa takut, maka kebutuhan apa yang paling besar, yang kita butuhkan? Saya jawab, kita semua membutuhkan rasa aman. Kita membutuhkan rasa terlindung, kita membutuhkan rasa bahwa kita ini terjamin. Itu lubang pertama di dalam jiwa kita.

Yang kedua, kita teruskan, di dalam ay.8 dikatakan “Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah... bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah...” dan di ay.10 ”Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang...”. Mari kita perhatikan kata setelah “aku menjadi takut”, “karena aku telanjang”. Kalau saudara naik ke ayat atas, ayat yang ke-7 “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.”. Kenapa ketelanjangan sekarang harus ditutup dengan membuat cawat? Bukankah di ps.2:25 dikatakan “Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.”? Tetapi sekarang, ketelanjangan itu membuat mereka harus membuat cawat untuk menutup. Kenapa begitu? Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, muncul sebuah perasaan yang tidak pernah kita kenal, yaitu: malu (shame). Apa itu shame? Saudara, malu adalah perasaan cacat pada diri kita. Ada yang kurang dari diri kita. Nanti saudara lebih mengerti, setelah saya lengkapi, kita teruskan dulu. Shame membuat kita membutuhkan apa? Itu mendikte seluruh hidup kita.  Apa yang dibutuhkan oleh seorang yang malu? Malu itu berkenaan dengan being. Nanti setelah saya lengkapi, saudara akan lebih paham. Orang yang malu, cacat pada dirinya, membutuhkan kemuliaan, membutuhkan respect, membutuhkan pujian, membutuhkan pujaan. Karena apa? Karena ketika manusia jatuh ke dalam dosa, bahasa Paulus adalah: manusia kehilangan kemuliaan Allah, dan itu meninggalkan malu (Rom 3:23). Saya pernah membaca suatu ilustrasi yang ngomong begini: ketika lampu pijar itu dimatikan, maka kita akan melihat bukan hal-hal yang tadinya ketika dia menyala kita tidak bisa melihat, tapi kalau dia sudah dipadamkan, barulah kita bisa melihat bagian-bagian dalam lampu pijar itu; apa yang ada di dalamnya, itu jadi kelihatan. Saudara-saudara, kita mengejar, bagaimana hidup itu dihargai orang, dihormati orang, bahkan dimuliakan orang. Itu sebabnya kenapa kita berusaha untuk bisa cantik, bisa tampan, berbaju baik, berkendaraan baik, bergaji baik. Acapkali, orang naik mobil itu bukan sekedar untuk berkendara. Dia mau, lewat mobil yang dia pakai, orang-orang akan kagum kepada dia. Dia pakai baju bukan sekedar untuk menutup tubuhnya, tapi orang jadi kagum lewat baju yang dia pakai. Dia memakai sepatu bukan sekedar untuk menutup kakinya dari debu dan batu, tapi dia ingin orang kagum lewat sepatu yang dia pakai. Dia berprestasi bukan sekedar supaya nanti hidup menjadi gampang mencari kerja dan makan, tetapi dia ingin lewat prestasi itu, orang menjadi kagum, memuja dan memberi respect kepada dia. Kita itu gila kemuliaan. Kenapa? Karena kita lahir membawa rasa malu.

Kita teruskan dulu, yang ketiga. Kalau fear membutuhkan secure karena kita insecure, kemudian shame membuat kita membutuhkan untuk di-glorify, Yang ketiga adalah: ketika mereka mendengar suara Tuhan, mereka menjadi takut; salah satu penyebabnya adalah karena mereka merasa guilty. Kita bersalah karena sudah melanggar apa yang Tuhan perintahkan. Nah, saudara-saudara, guilty muncul ketika kita doing something yang salah. Di sini, (kalau kita bertanya) artinya, semua kita itu lahir dengan perasaan guilty. Nah, guilty membawa satu lubang kebutuhan, yaitu kebutuhan apa? Guilty membutuhkan forgiveness, acceptness. Sekarang saya bisa jelaskan, apa beda guilty dengan aib/ malu? Saudara, guilty itu berkenaan dengan doing, shame itu berkenaan dengan being. Guilty itu: aku berbuat salah, dan aku merasa bersalah. Guilty bisa diselesaikan dengan 2 hal, yang pertama: forgiveness, dan yang kedua adalah: “lain kali saya tidak akan ulangi perbuatan itu”. Tapi shame gak bisa. Karena shame adalah ketika misalnya sebuah keluarga yang menginginkan anak laki-laki, tapi kemudian yang lahir anak perempuan. Dan si ayah berkata: “elu tuh jadi kutuk bagi keluarga, bikin malu”. Jadinya bagi kita anak perempuan itu tidak ada harganya. Kalau dia berbuat salah, dia bisa koreksi, tapi ketika keberadaannya salah, bagaimana dia mengoreksinya? Apa yang dia mesti lakukan untuk mengoreksi keberadaannya yang salah? Keberadaaan kan gak bisa dikoreksi. Kalau anak sejak kecil dibuat seperti itu, maka dia akan sangat bingung, dan nanti kita akan lihat betapa rusak jiwanya nanti.

Saya teruskan dulu. Yang keempat, kita teruskan ay.11-12 “Firman-Nya: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?" Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.". Saudara, di atas ay.8-10, ketika Tuhan datang, mereka bersembunyi, sekarang ketika ditanya, Adam melempar kesalahannya kepada Hawa. Menarik, ketika mula-mula dicipta, Adam memuja-muja Hawa sebagai tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Setelah berdosa, dia bilang: “yang bikin saya begini, itu biang keroknya adalah Hawa”. Manusia dipakai untuk perlindungan, untuk keamanan diri sendiri. Sebenarnya di sana kita menyaksikan ketika Allah datang, manusia menarik diri bersembunyi. Karena apa? Manusia tidak lagi bisa akrab dan intim dengan Tuhan. Dan ketika manusia diperiksa oleh Allah, dia lempar kesalahan kepada orang lain. Manusia tidak lagi bisa terbuka intim, begitu tulus di dalam hubungan dengan sesama, maka dosa kita bilang memisahkan manusia dari Allah, memisahkan manusia dari sesama, bahkan manusia terpisah dari dirinya sendiri. Itu melahirkan satu akibat di dalam diri kita, yang nanti mendikte seluruh hidup kita, yaitu perasaan: lonely. Itu kita bawa dari lahir. Kita lahir sebagai orang yang lonely, maka kita menciptakan satu lubang di dalam jiwa kita, yaitu... apa yang dibutuhkan oleh perasaan manusia yang merasa dirinya sepi, tersendiri, terpisah, di alam semesta dia seolah-olah sendirian? Apa yang paling dibutuhkan? Yang dia butuhkan adalah: adanya orang yang mendampingi. Adanya orang yang hadir bagi dia. Bayi yang menangis, cukup asal dia tahu ada orang di sampingnya, itu membantu banyak untuk dia menjadi tenang.  Dan penelitian pernah berkata: bayi kalau dilahirkan, kasi dia makan, kasi dia minum, kasi dia ruang sejuk, kasi apa saja, cuma jangan pernah biarkan dia tahu ada orang hadir di sekelilingnya. Bayi ini mati dalam hitungan bulan.

Kita teruskan. Yang kelima. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, kita tahu, Allah mengusir mereka dari Taman Eden. Saudara-saudara, manusia dibuang dari Taman Eden. Saya pernah merasa dulu waktu kecil bagaimana diusir dari rumah kalau nakal, papa mama saya bilang; “udah kamu keluar aja, jangan pulang lagi, jangan pernah jadi anak papa mama lagi. Saya dikunciin di luar, gak bisa masuk”. Wah, itu menimbulkan rasa... unwanted ataupun rejected. Saya tertolak, dan saya tidak diinginkan. Saudara-saudara pada waktu kita lahir dan kita merasa tidak diinginkan: “saya adalah orang yang ditolak”, satu lubang besar yang kita bawa adalah? apa yang dibutuhkan oleh kita? Aku butuh dicintai. Aku butuh diinginkan.

Saudara2, kalau nanti saya sebut dari 7 lubang, satu lubang ini aja tidak terpenuhi, hancur hidupmu. Berapa banyak orang menjadi sangat sulit dengan hidupnya karena rasanya: saya ini unwanted, unwanted child. Itu hal besar, selalu jadi sumber trouble maker. Dia butuh sekali... dan kalau kita setuju, semua musik, mau China, mau Barat, mau Indo, kalau nyanyi mayoritas 90% isinya adalah cinta. Dan seringkali justru penyanyi-penyanyi ini adalah orang-orang yang paling miskin dan tidak mengerti apa itu kasih.

Yang keenam. Saya ingin baca dari ayat yang terakhir dari pasal 3, setelah mereka diusir, dimana dikatakan pada ayat 23. “Lalu Tuhan Allah mengusir dia dari taman Eden supaya dia mengusahakan tanah darimana dia diambil. Dia menghalau manusia itu di sebelah timur taman Eden. Ditempatkannyalah beberapa kerub dengan pedang yang menyala-nyala untuk menjaga agar mereka tidak dapat kembali ke pohon kehidupan”. Artinya, persoalan terjadi tetapi mereka tidak punya jalan balik atau menyelesaikan masalah. Butuh Tuhan kirim kerub untuk menjaga sehingga mereka tidak mungkin kembali ke taman Eden. Itu menimbulkan suatu perasaan helpless. Tidak berdaya. Ketika orang lahir dengan perasaan, maka benar saudara, kita memulai sebuah kehidupan di dunia ini dengan suatu perasaan yang sangat jelas: “aku tidak berdaya. Kita butuh selalu pertolongan orang lain. Tanpa orang pertolongan lain kita tidak dapat hidup. Maka, Ernest Better ketika menulis Denial of Death, dia bilang bahwa tiap manusia itu ditipu ketika lahir ke dunia ini. Bahwa dia lahir ke suatu dunia yang sangat-sangat tidak aman dan bahwa sebenarnya dia tidak mampu hidup di dunia ini. Tapi dia dibohongi. Dia dibohongi oleh siapa? Oleh orang tua. Karena begitu lahir dia dirawat, dilindungi, dipisahkan dari dunia yang tidak aman. Maka, anak lahir kemudian merasa dunia ini aman. Lalu Better mengatakan, kalau kamu tidak percaya coba bayi lahir taruh di pinggir jalan. Mati dia. Dia tidak sanggup hidup.
Saudara-saudara, kita helpless. Hidup kita sebagai orang yang lahir helpless, apa sih yang paling kita butuh dan itu nanti yang mendikte dan kita kejar sepanjang hidup. Apa itu? Orang yang helpless (tidak berdaya) membutuhkan power. Kita membutuhkan kuasa, entah berupa uang, ilmu, entah berupa backing, entah berupa apa. Yang penting kita membutuhkan suatu kemampuan/ power untuk mengatasai ketidakberdayaan. Kamu sekolah buat apa kalau bukan untuk cari power, yang rupanya adalah ilmu. Karena pengetahuan dianggap suatu kekuatan untuk manusia meneruskan kehidupan. Di jaman kita, kebodohan adalah salah satu kutuk terbesar.

Kalau sudah begini, kalau manusia sudah dilepas satu persatu dari rasa aman, dari kemuliaan, dari penerimaan, dari penghargaan, dari dikasihi, dari keberdayaan karena Allah bersama mereka. Semua dicopot sekarang. Mereka terpisah dari Allah, mereka terpisah dari sesama. Itu sebabnya yang paling akhir, saya boleh katakan manusia mengalami perasaan yang paling dalam yaitu emptyness. Emptyness karena dia butuh apa? Dan lagi-lagi itu yang mendikte kita dalam menjalani hidup. Emptyness membutuhkan fulfillment. Hidup yang penuh. Orang bilang kalau hidup yang nggak fulfill mana bisa bahagia? Bagaimana hidup kalau rasanya kosong? Mari saudara-saudara lihat, coba kita dalami. Dalam fear saya butuh rasa aman, rasa terjamin. Saya butuh untuk dimuliakan, untuk dihormati. Saya butuh pengampunan, penerimaan. Saya butuh ada orang hadir bagi saya. Saya butuh dikasihi, saya butuh keberdayaan, saya butuh hidup yang terisi. Coba kita pikir, seluruh tingkah laku dan usaha kita, pasti bisa ditelusuri dari tujuh lubang ini. Ngapain dia begitu? Kenapa dia begini? Pasti, kita belajar baik-baik atau selebriti berusaha sebaik mungkin untuk tampil. Kita tanya, kenapa kamu berusaha setengah mati seperti itu. Dia bilang, supaya prestasiku naik. Kenapa prestasimu mesti naik? Apa jawabnya? Saudara pasti bisa jawab dari tujuh lubang ini. Dia mencari rasa aman buat karir, dia mencari kemuliaan untuk dirinya. Dia mencari fans yang lebih banyak, kebutuhan untuk dicintai. Dia sangat takut kalau dia diturunkan, fans nya hilang, disitu menimbulkan rasa tidak aman. Jadi saudara-saudara, mari kita pahami, Adam membawa kita masuk ke dalam dunia dengan tujuh catat di dalam jiwa kita.

Sekarang mari kita juga mengerti tujuh cacat di dalam jiwa kita ini muncul dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Maka saya boleh katakan, kalau ini terjadi sejak manusia meninggalkan Allah, itu berarti cacat jiwa kita, adalah soal spiritual. Itu adalah soal yang terjadi  karena manusia melarikan/ memisahkan dirinya dari Allah. Oleh sebab itu, gampang juga jawabnya, bagaimana menyelesaikannya? Tidak ada cara lain. Kalau persoalan cacat ini terjadi karena manusia memisahkan dirinya dari Allah, cara untuk dia dipulihkan hanya ada satu, kalau ini masalah spiritual bukan psikologi. Berarti apa? Hanya ada satu: manusia kembali kepada Allah. Di sini justru masalahnya. Masalah terbesar saya tanya, kenapa tujuh cacat jiwa ini terjadi? Karena manusia tidak mau Allah. Lantas kita tanya bagaimana 7 cacat ini dipulihkan? Dikembalikan? Menjadi sehat kembali? Oh, kembalilah kepada Allah. Itu yang kita bilang: “Sorry, justru itu yang paling gue kagak mau. Maka saudara-saudara, kita lihat kemudian, sepanjang sejarah, manusia boleh membagi sejarah manusia: pra modern, modern, post modern. Silahkan, itu cuma variasi dalam kita mengejar/ mencari kebutuhan jiwa kita. Mari kita lihat, ketika manusia mengalami kebutuhan-kebutuhan ini, tapi di sisi lain dia tidak mau Allah. Lantas, darimana dia mengisi kebutuhan-kebutuhan, lubang-lubang yang ada di jiwanya? Bagaimana caranya dia mengisi? Kita butuh rasa aman, kita butuh respect, kita butuh dicintai, kita butuh ada orang hadir untuk kita, kita butuh penerimaan, kita butuh keberdayaan. Saudara-saudara, kita minta darimana itu? Pertama-tama dalam hidup kita, kita harapkan itu diisi oleh siapa? Pertama kali, itu kita minta diisi oleh ayah dan ibu kita. Merekalah yang sekarang harus jadi alat untuk tolong isi seluruh kebutuhan dalam jiwa saya. Selain kasih saya makan, selain kasih saya minum, isi kebutuhan-kebutuhan ini. Saya butuh cinta, cintai saya. Saya butuh penghargaan, hargai saya. Saya butuh orang hadir di sisi saya, hadirlah selalu.
Saudara-saudara, maka kita mulai melihat di sini, kita mencari di luar Allah, apapun yang bisa mengisi kita. Mula-mula kita minta dari orang tua kita. Setelah kita mulai tumbuh besar, kita minta dari siapa? Udah gede kita tidak mau disayang orang tua. Kemana-mana papa bilang-bilang i love you, malu kita. Kalau kita kecil, bisa lihat papa mama jalan-jalan di depan kelas rasanya terlindung, terjamin. Sudah kuliah, papa mondar-mandir di depan kelas, kita malu: “Pa, lu pulang sana, gua malu, ntar gua dikira anak papa, anak mami. Saudara minta dari siapa itu ketika kita mulai besar? Dari pacar? Kita mulai mengusahakan sendiri dari prestasi, dari guru, dan paling besar nanti beban yang kita berikan adalah dari kekasih. Kita minta dari dia respect, cinta, kehadiran, satu hidup yang terjamin. Dan kalau saudara pikir bersama saya lebih dalam: di seluruh dunia ini, ada satu yang bisa mengganti siapapun untuk jawab tujuh lubang jiwa ini. Apa itu? Makanya, itu diusahakan menjadi satu kekuatan yang kalau kita punya, rasanya 7 poin ini kita bisa jawab. Apa itu? Duit. Betul. Coba kita pikir dengan baik. Saudara lahir penuh dengan rasa takut, maka lahir ke dunia dengan menangis, setelah itu kita jadi butuh rasa aman. Saya tanya, butuh rasa aman seperti apa yang duit gak bisa beri? Bisa. Setelah itu yang kedua, perasaan sedih. Apa duit tidak bisa membeli teman? Oh iya, duit tidak bisa beli sahabat, setuju. Tetapi duit bisa beli teman. Sahabat gak punya, duit gak punya, jadi temanpun gak punya. Mending sahabat gak punya, tapi kalau ada uang, teman gua bisa beli. Biar tubuhmu sejelek apapun, percayalah anda akan menarik banyak orang datang kepadamu, yang penting punya duit gak? Dulu saya agak heran waktu melihat Mike Tyson. Itu orang seram banget. Orang ini sangat kuat pukulannya, kepalannya lebih besar dari kepala. Tapi saya heran, kok ada yang mau dan berani nikah sama dia. Dipukul kanan kuburan, dipukul kiri rumah sakit. Saya heran ada wanita berani menikah dengan Tyson. Dan banyak orang yang tergila-gila pada dia. Salah satu pasti karena dia beruang banyak. Helpless, kalau ada uang masak sih helpless. Makanya kita jadi tidak heran kalau Alkitab menyamakan uang ini dengan Allah. Itu kita cari untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan kita.

Maka, mari kita lihat poin kita yang pertama. Sejak kita lahir dengan kondisi begini, nomor satu, kita mencari apapun, asal jangan Tuhan. Kita cari semua di luar Tuhan untuk menjawab kebutuhan kita. Dari orang kek, dari barang kek, dari prestasi, pokoknya jangan Tuhan. Yang kedua, kita mulai melihat, cara kita hidup adalah: siapapun anda dekatin, dari sisi fungsi. Lahir di keluarga dengan orang tua, yang kita tuntut adalah fungsi mereka. Anda bertanggung jawab memenuhi seluruh kebutuhan saya. Waktu anda pacaran.., pacar itu sebetulnya kan tidak boleh ditanya: pacar itu untuk apa?”. Itu kurang ajar ya bertanya gitu. Karena biasanya pertanyaan “untuk apa”, itu hanya boleh kalau kita bertanya tentang satu alat: “Ini alat untuk apa?”. Tapi kalau sampai bisa ditanya: pacarmu untuk apa, itu kurang ajar. Lebih lagi kalau elu bisa jawab, lebih kurang ajar lagi. Sampai nanti pun kalau sudah kawin ditanya: “elu kawin buat apa, kalau sampai dia bisa jawab, kiamatlah. Mari kita lihat dalam masa sekarang perceraian semakin tinggi. Pernahkah orang bercerai ngomong begini: “Aduh, saya frustasi, saya minta cerai karena saya tidak bisa membahagiakan pasangan saya”. Ada? Ada juga bunyinya begini: “Mati gua kalau kawin ama dia diterusin. Kapan bahagianya gua?”. Lho, kalau begitu kau kawini dia buat apa? Saya kawin supaya saya bisa menemukan kebahagian. Oh iya, jadi pasangan lu, lu pakai buat apa tuh? “Dia bertanggung jawab membahagiakan saya. Gua gak aman, dia bikin aman. Gua gak terjamin, dia bikin gua terjamin. Gua gak dicintai, dia mesti mencintai saya. Kalau dia penuhi semua ini, saya jadi bahagia. Nah kalau begini, ketika begitu kawin atau pacaran, tanya dulu: “elu bersedia gak jadi alat untuk membahagiakan gua, memenuhi kebutuhan gua? Ilustrasi paling gampang, ketika orang sakit ke dokter, gak pernah kan kita lihat orang sakit ke dokter itu bawa buah, bawa pemberian-pemberian: “Aduh dokter, kangen sama dokter”. Kita datang cari dokter untuk apa? Cari fungsinya. Dan dokter juga mengobati kita emang karena tertarik sama kita? Bukan, dia juga tertarik sama fungsinya kita yang bisa kasi dia uang. Maka manusia berhubungan antar fungsi. Saya diundang di sini bukan karena saudara ingin kenal Yohan, bukan, tapi karena fungsinya: khotbah yang bagus. Saya juga mencari fungsi Saudara, dengarkan saya dengan baik, kalau gak saya sakit hati. Kita cari dosen, kita cari sekolah, kita cari kerja. Istri saya cari pembantu, emangnya istri saya mencari pembantu karena concern sama hidup pembantu biar derajat hidupnya jadi lebih baik? Enggak. Begitu ambil pembantu, ditanya yang bisa nyetrika yang mana, yang bisa nyapu yang mana, yang bisa jaga anak yang mana. Kita tertarik dengan fungsinya. Karena sejak manusia lahir dengan lubang yang seperti ini, apa yang terjadi? Dia lihat apapun, itu pikirannya: “bisa gak berfungsi untuk menjawab yang saya mau. Kita akan memperalat apapun, baik orang, baik barang, kita peralat untuk jawab kebutuhan saya. Maka, kalau kita ketemu istilah narsis, semua orang narsis, artinya semua orang hidup bagi dirinya, mencari dirinya. Itu yang oleh Luther disebut kita punya hidup dengan efek cermin, Efek cermin adalah ketika saudara melihat cermin, yang dicari adalah diri sendiri. Saya ketika melihat cermin, bukan cermin yang saya lihat, tetapi saya mencari diri saya. Itu yang saudara dan saya kerjakan di dunia ini. Maka, kita begitu egois hanya memikirkan diri sendiri. Dan kalau itu tidak kita dapat, kita cari dari orang tua, kita cari dari alat-alat ini, khusunya ketika kita mencari ini pada usia dini, kita pertama-tema mencarinya dari orang tua. Kalau cari dari orang tua, pastilah semua keluarga pasti tidak sempurna. Ada yang ‘tidak sengaja’. Mama janda, –betul-betul saya lihat kisah sebuah keluarga– hidup dari menjahit untuk menyekolahkan anaknya. Suatu ketika anaknya pulang membawa hasil ulangan dengan nilai tertinggi yang selama ini dia tidak pernah dapat. Dia pulang lari dan nomor satu dia ingin kasi tahu mamanya, supaya mamanya memberikan kebutuhannya: dipuji. Tapi, saat itu Mama sedang mengejar deadline, jahitan harus selesai dalam sejam. Maka waktu anak bilang “Ma, saya dapat ..”. Baru ngomong begitu, mama bilangNanti aja, mama lagi repot, benar-benar jangan ganggu mama”. Waktu anak itu dibegitukan, maka dia terluka: “oh, saya tidak diinginkan, pekerjaan dia jauh lebih berharga daripada saya”. Dia memutuskan: “lain kali kalau nilaiku baik, gak bakal gua ceritain! dan bahkan gua juga udah gak peduli mau bagus gak bagus, elu juga tidak peduli kok”. Itu luka, dan luka-luka seperti itu ada banyak dalam hidup kita. Muncullah pemahaman kita bahwa kita ini bodoh, kita tidak berharga, kita tidak benar, kita tidak dicintai, kita ini lemah, kita ini bukan siapa-siapa, kita ini sampah. Itu menimbulkan: makin yakin kita bahwa kita harus kaya, kita harus pintar, bahkan pada beberapa orang yang kebiasaan merasa ditolak, itu bisa melakukan apa saja asal dia diterima, berubah menjadi orang yang sangat baik, jadi hamba semua orang, dia disuruh apa juga mau, supaya dia dipuji bagus dan ingin diterima. Ini menambah lagi egoisme kita, bahkan saat kita berbuat baikpun yang kita cari adalah kebutuhan diri kita sendiri. Oh, saya berkhotbah harus sangat menyadari itu, acapkali saya ingin menyiapkan khotbah dengan baik, sebaik yang saya bisa. Tapi di hati saya bertanya, kenapa sih mesti baik, apakah supaya memberkati atau supaya tuaiannya menjadi kekaguman, orang memuji saya, orang menerima saya, sehingga lubang-lubang cacat dalam jiwa saya terpenuhi. Ini semua membentuk kehidupan kita. Saya dapat membawa kita ke dalam akibat yang ketiga. Tadi akibat pertama kita mulai mencari semuanya di luar Tuhan, yang kedua membuat kita memperalat apapun yang ada di dunia ini.

Dan yang ketiga, kita mulai menyembah berhala. Saya kasi satu cerita yang saya baca, ditulis oleh seorang psikiater, bagaimana berhala terjadi di dalam hidup kita. Benny dibesarkan dalam suatu keluarga yang tidak harmonis, ayahnya keras, tidak mampu menyatakan kasih sayang, sehingga Benny tumbuh dalam rasa ketakutan, tidak ada rasa aman, tidak merasa dicintai, tidak merasa dirinya berharga bagi ayahnya, sehingga dia menjadi seorang berpenampilan gugup dan sangat rendah diri. Dia percaya bahwa dia bukan siapa-siapa, dia mungkin salah lahir, “bagi ayah, saya tidak lebih dari seonggok sampah”. Itu yang dia percaya. Ketika dia diterima di fakultas hukum, dia sadar, kalau dia sukses di situ maka dia akan diterima, dihargai. Maka dia belajar dengan super giat, berlatih bicara, bertekad menjadi pengacara terbaik. Hasilnya dia lulus dengan angka yang sangat gemilang dan mendapat pekerjaan yang juga sangat bagus di sebuah firma hukum bergengsi. Dan ternyata bagi Benny memang terbukti, makin dia berprestasi, makin dia dihargai, makin banyak orang mencari dia, makin banyak orang memuja dia, makin dia jadi percaya diri, makin dia merasa dirinya hebat dan dia suka perasaan-perasaan itu. Jadilah karir pengacara berubah menjadi ilahnya. Dia makin berusaha keras menjadi pengacara hebat, makin dia hebat makin dia merasa diisi, dia makin menyerahkan hatinya habis-habisan untuk karirnya. Menjadi pengacara sukses adalah segala-galanya baginya. Dia bekerja lembur, dia mengikuti kursus demi kursus yang mempertajam keahliannya, membaca lebih banyak, berkencan hanya dengan gadis yang dapat menunjang karir, dia hanya tertarik dan bergaul dengan orang-orang yang dapat meningkatkan reputasinya sebagai pengacara. Jadi apapun hidupnya, ada yang dia sembah, yaitu karir. Kenapa jadi karir yang dia sembah? Karena karir inilah yang dia percaya mengisi lubang-lubang: keinginan dihargai, keinginan dicintai, dimuliakan, diterima, punya rasa aman, semua dia rasa dia dapat dari situ.

Maka, yang ketiga, hati-hati; orang berkata: makin kemari makin banyak orang menjadi atheis, orang merasa tidak butuh Tuhan. Tetapi yang paling menarik adalah ketika orang makin banyak menjadi atheis, penyembahan berhala semakin hebat, orang menyembah macam-macam. Jaman dulu yang namanya berhala berupa patung yang dibuat dari emas dan perak atau kayu, tidak berbahaya karena mereka ada di luar, eksternal idol. Sekarang idol kita sangat berbahaya karena altarnya ada di dalam hati kita, sangat menguasai hidup kita. Kita bisa libas siapapun kalau itu mengancam runtuhnya berhala saya. Kenapa itu bisa jadi berhala dan saya pertahankan luar biasa? Karena seluruh lubang jiwa bergantung pada dia. Maka, hari ini kalau kita melihat begitu banyak orang memberhalakan uang, prestasi, karir, dia jual apa saja, dia lepas apa saja demi memelihara berhalanya. Itu efek yang ketiga.

Dan yang paling akhir, efek yang harus kita bicarakan: akhirnya orang hidup hanya tetap di dalam kekosongan. Lubang itu tidak terisi. Satu cacatpun dalam jiwa kita tetap tidak terisi. Maka orang berkarir baik, punya pasangan cantik, tiba-tiba kita mendengar orang ini bunuh diri. Kenapa? Manusia ternyata tidak mampu. Kalau lubang itu adalah lubang yang ditinggalkan atau yang terjadi karena manusia memisahkan diri dari Allah dan jawabannya cuma Allah, maka ketika manusia mencari apapun yang dia lakukan di luar Allah, itu hanya mencelakakan sesama dan dirinya. Kenapa tidak bisa? Jiwa kita yang berlubang-lubang cacat ini tidak bisa diisi oleh apapun. Jawaban yang mungkin, datang dari Agustinus: karena lubang-lubang yang tertinggal itu, adalah lubang yang gedenya, luasnya, dalamnya, sebesar, sedalam, seluas, yang namanya Allah. Itu sebabnya pakai uang untuk mengisi lubang yang segede Allah, tidak bisa. Saudara memakai orang tua, memakai pasangan  untuk mengisi lubang yang segede Allah besarnya, tidak bisa. Maka Agustinus berkata: lubang itu hanya dapat terisi, lalu tertutup oleh diri Allah sendiri. Nah, mari coba kita pikir, ketika lubang itu dinyatakan sebesar Allah, maka artinya dia limitless, jadi jangan coba ditutup, diisi, dengan hal-hal yang limited. Semakin kita pakai yang limited, justru makin kosong, makin capek, makin sia-sia. Kenapa begitu? Coba aja saudara pikir, ilustrasinya seperti satu acara yang begini: ada orang yang tiba-tiba diberi uang 10 juta rupiah, itu acara Uang Kaget. Saya lihat di acara itu, orang yang dapat uang 10 juta, rata-rata menangis luar biasa, tersungkur dan bahkan pingsan, saking shock-nya dia, gembira, bahagia, euforia untuk apa yang dia dapat. Saya terus mikir begini: “dia belum pernah sih lihat 10 juta, gak pernah memiliki 10 juta, maka dapat 10 juta buat dia itu shocking luar biasa, kegembiraan melampaui yang dia pernah rasakan, sampai dia tersungkur, berterima kasih, berdoa kepada Tuhan, setelah itu berapa lama, ditunggu, dibangunin, baru dia disuruh belanja. Saya pikir begini, kalau minggu depan saya antarin lagi 10 juta, apakah dia akan memberi reaksi yang sama? Tersungkur, menangis, pingsan. Berkurang gak reaksi/ euforianya? Berkurang, dia bangga, nangis, berterima kasih, tapi udah gak pakai sungkur-sungkuran. Minggu depan diberi lagi 10 juta, berkurang apalagi efourianya? Sekarang mungkin hanya ucapkan terima kasih, pak, sungguh-sungguh terima kasih –udah gak pakai nangis. Minggu ke minggu, tiap minggu diantar, sepanjang tahun, kira-kira apa yang terjadi? Awalnya mungkin rasa senang, tapi kali kedua, kali ketiga, kali kesepuluh, tidak ada rasa senang, berubah menjadi rasa takut: “gimana kalau gak dapat 10? dapat 9 aja rasanya udah sakit ini”. Dia mulai kehilangan rasa senangnya, malah kalau dulu nangis tersungkur pertama kali saya kasi, sekarang kalau saya lupa kasih, “Sialan lu, kok lupa? Waduh, gua gak dapat”. Pertanyaannya begini, untuk buat dia tersungkur lagi, menangis lagi, euforia lagi? Saya tahu caranya: saya harus naikkan dari 10 menjadi 100 juta. Ya, naikin dosisnya. Kalau tadi 10 juta: 1 hari dia pingsan, kalau 100 juta: 5 hari dia pingsan. Tapi kan gini ya, kalau 100 juta mula-mula 5 hari dia pingsan, minggu kedua dia pingsan  4 hari, minggu ketiga dia pingsan 3 hari, lama-lama gak pakai pingsan. Saya antarin lagi 100 juta, dia tidur. Akhirnya, dia bosan. Lalu naikkan jadi 1 M, oh euforia lagi, tapi coba terus ulangi, mati lagi yang dia rasakan. Jadi kita tanya: “elu mesti dikasi berapa sih biar jadi senang terus?”. Jawabannya apa? Dia harus dikasih jumlah yang unlimited. Selama limited, dia akan bilang bosan, tambah. Teman yang mencoba narkoba kan begitu, suntikan/ isapan yang pertama memang enak, tapi kalau isapan selanjutnya tidak tambah dosis, tidak enak. Mesti nambah, karena itu limited. Kita harus nambah-nambah terus, sampai kapan? Sebetulnya yang kau kejar apa sih? Yang kita kejar sebenarnya adalah yang tidak terbatas. Lubang itu sebesar Allah dan hanya dapat diisi oleh Allah itu sendiri, yang tidak terbatas. Selama kita cari dari tempat, barang dan orang yang terbatas, saudara hanya akan mengulang. Di Alkitab ada yang namanya Salomo, dia mencari dari ilmu, bosan, dia cari dari harta, bosan, salah satu juga yang dia coba adalah dari perempuan. Cobain satu, enak. Dua minggu kemudian dia bosan. Kemudian dia pikir, coba kalau dua mungkin lebih enak, dia coba dua, 2 minggu dia bosan. Coba deh kalau 3, pasti saya puas, akhirnya jadi 100, namun 2 minggu dia bosan, kemudian tanya, ada tidak yang baru? Dikasih yang baru jadi 101, 102, hingga membeo, ngomongnya masih sama, ada gak yang baru? 200, 201, 300, 400, 500, 501, 502, lalu ngomongnya masih sama “Ada gak yang baru”, 700, 800, ngomongnya masih sama “Ada gak yang baru”, 900. Akhirnya menteri mungkin bilang: udah habis, pak. Adanya juga masih yang kecil-kecil. Mau nunggu? Atau kita indent?” Pertanyaannya, kapan Salomo akan berkata, “akhirnya tidak bosan lagi aku. Sudah kutemukan”. Saya percaya Salomo sampai menghabiskan seluruh wanita yang ada di muka bumi, dia akan berkata setelah 2-3 minggu “Ada gak yang baru”. Kenapa? Karena terbatas, padahal yang dicari manusia adalah yang tidak terbatas. Itu sebabnya, makin manusia mencari yang tidak terbatas untuk memenuhi lubang-lubang yang tidak terbatas, dia akan keruk-keruk terus, 10 juta jadi kurang, minta 100 jt, 200 jt dst. Tuhan berikan seorang laki-laki untuk seorang wanita. Salomo punya 1000 wanita, jadi 1000 laki-laki kan tidak punya stock? Akhirnya orang lain yang jadi korban. Yang ini punya 800 M, yang lain punya 10 rb pun susah sehari. Itu uang negara diambilin sama mereka. Mengapa orang sampai milyaran atau triliunan diambil seorang diri, korupsi di negara kita? Atau seperti Khadafi yang punya 350 Miliar dolar, lalu kita tanya, 350 miliar dolar buat apaaan itu? Makan emas 1 bakul per hari? Bingung kita. Makan, minum, pakaian tidak habis. Saya tanya, 350 miliar itu untuk kebutuhan jiwa atau fisik? Kalau untuk kebutuhan fisik, 1 M dolar juga kita bingung menggunakannya. Makan, minum, pakaian kita juga begitu-begitu juga kan? Kalau duit banyak, tidak mungkin juga kita pakai pakaian 10, gerah man! Apa mau pakai baju emas, kuat jalannya? Belum lagi keamanannya, sekali lu jalan, kepalamu hilang. Jadi buat apa 350 M dolar? Pertanyaan kita sebenarnya, ini untuk kebutuhan jiwa atau kebutuhan makan, minum, rumah? Jiwa! Begitu dia pakai 350 M untuk jiwa, cukup tidak? Tidak cukup. Maka, kalau ditanya, apakah mau ditambah 1 M lagi, pastilah dia mau, kalau bisa seluruh harta di dunia. Itu untuk jiwa. Salomo punya 1000 wanita apakah untuk kebutuhan seks, atau kebutuhan jiwa? Kebutuhan jiwa. Maka, jangan heran kalau lihat orang, rumah bagus, istri cantik, anak bagus, namun masih merasa kosong. Karena mereka mencoba menggunakan hal yang terbatas untuk mengisi kebutuhan yang tidak terbatas. Itu sebabnya, walau kita pintar, kaya, selama kita hidup memakai segala sesuatu itu menjawab kebutuhan jiwa kita, anda dan saya selamanya tidak pernah dapat menjadi berkat. Karena kita dekatin apapun dalam sikap untuk memperalat segala sesuatu. Itu sebabnya, kalau kita perhatikan perjanjian baru, ketika Yesus diberikan, kita bertanya, “ini buat apaan? Untuk apa Yesus diberikan?” Kalau jiwa kita dapat dipenuhi oleh duit yang banyak, saya rasa kita akan berkata, “Tuhan jangan kirimi Yesus, kirimkan duit aja cukup”. Kalau memang jiwa kita bisa dipenuhi, dipuaskan, diberi rasa aman, dicintai, aku merasa berharga, dikasihi, kalau itu lewat ilmu, maka lebih baik Allah mengirim ilmuwan bagi kita. Dan, kalau memang jiwa kita bisa dipuaskan dengan pleasure, dengan kenikmatan-kenikmatan, melalui mata, telinga, dan sebagainya, maka Allah lebih baik mengirimkan entertainer. Tapi yang heran, dia mengirimkan seorang Yesus bagi kita. Untuk apa? Dia mengirimkan Dirinya sendiri bagi kita. Allah datang menjadi manusia. Untuk apa? Jawabnya karena manusia memiliki lubang-lubang yang tidak terbatas dan hanya bisa dijawab oleh Dia yang tidak terbatas. Makanya Natal adalah sebuah hadiah dari Allah. Dan hadiah natal itu isinya adalah diri Allah sendiri. Perjanjian lama dimulai dengan Allah mencipta dunia ini, makanan, pohon, bintantang, tumbuhan taman Eden, Hawa, semua diciptakan, bagi manusia. Allah menghadiahkan semua yang Dia ciptakan bagi manusia, tetapi di perjanjian baru, Allah tidak menghadiahkan ciptaan, tapi Dirinya, Pencipta, bagi kita. Sangat berbeda. Mengapa? Karena hanya ada satu cara bagi kita untuk fulfill, merasa dikasihi begitu rupa, merasa dihargai, itu hanya karena melihat Dia memberi Diri-Nya untuk saya.

Saya tutup dengan 2 pertanyaan. Kalau anda melihat seseorang begitu mulia, maka dari apa Saudara menilai dia? Mengapa orang ini begitu perlu dihormati? Mengapa orang ini begitu mulia? Saya kasi pilihan jawaban: (1) Bagi siapa orang ini berani memberikan hidupnya, (2) siapa yang berani/ rela mengorbankan hidupnya bagi orang ini. Jawabannya adalah (2). Kalau kita katakan dia rela mati untuk istrinya, emang itu agung? Dia rela mati bagi istri orang, lebih tidak agung lagi. Kita akan ukur dari siapa yang rela mati untuk dirinya. Saya sering bertanya begini, kalau saya adalah seorang bos, apakah saya akan rela mati bagi pegawai seperti saya atau model saya? Kalau anda seorang guru, apakah anda rela mencintai murid yang model anda. Atau kalau anda murid, apakah anda rela diajar oleh guru yang seperti anda. Kalau anda anak, apakah anda mau punya orang tua model anda? Coba kalau anda jadi bapak atau ibu, apakah mau punya anak model anda atau sebaliknya. Sering ketika kita jadi anak, kalau punya orang tua seperti kita begini, kita aja tidak mau. Ketika kita berpikir kebesaran seseorang diukur dari siapa yang mau mati untuk dirinya, orang akan lihat ini orang besar. Itulah yang menakjubkan. Allah datang bagi kita, bahkan rela mati bagi kita. Itu kalau dipikrkan, sangat-sangat menakjubkan. Ketika kita sadar bahwa kita hanya debu dan tanyalah apakah saya rela mati untuk debu ini? Saya hargai debu ini dengan nyawa saya. Orang bisa mati demi uang, demi anak, demi istri, tidak ada orang mati demi debu. Tapi kita harus sadar, bahwa kata Human berasal dari bahasa Latin yaitu Humus yang artinya adalah debu, tanah. Yesus datang memberi diri-Nya sehingga saya sadar bahwa tidak ada orang yang menghargai saya lebih dari Tuhan Yesus. Dan ketika Dia mati bagi saya, saya menjadi sadar Dia memberi diri-Nya, berapa Dia menghargai saya, betapa Dia mencintai saya, dan ketika Dia datang dikatakan Imanuel, Allah beserta saya. Berapa kali dalam Alkitab Allah berkata “Jangan takut”?  Allah berkata demikian di dalam Alkitab dari Kejadian hingga Wahyu, sehingga Dia mau mengatakan rasa amanmu datang dari Saya, rasa terlindungmu datang dari Saya. Berapa kali? 365 kali. Setiap hari Tuhan mengatakan jangan takut, cukup untuk satu tahun. Sungguh kalau Saudara mendalami benar, banya orang berpikir “elu jangan terlalu serius ama Tuhan ntar rugi”. Yang terjadi justru sebaliknya, kita ini kurang serius. Semakin mendalami, semakin kita menemukan apa yang kita cari ada di dalam diri-Nya. Persis kita seperti anak hilang, gak mau sama bapanya, semua dia cari di luar bapanya. Akhirnya dia sadar, yang gua cari, semua yang dibutuhkan ada di dalam bapa gua, lalu dia pulang. Anak saya baru pulang dari studinya selesai, mencari Tuhan dan dia bilang “Kalau memang Tuhan ada, dan Tuhan seperti yang dikatakan Alkitab, biar Dia cari saya dan temui saya”. Mamanya selalu bilang, “bagaimanapun Engkau cari apapun yang kamu cari, suatu hari kamu akan tahu yang kamu cari hanya ada di dalam Tuhan”.

Read More..

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo