Kawas Rolant Tarigan

-now or never-

Anda tahu cinta pertama saya? Kalau saya ditanya cinta pertama, saya akan menjawab satu nama: sebut saja Nora. Setelah itu saya akan tertawa geli. Kenapa? Karena: pertama, saya menyukainya sewaktu kelas 6 SD! Saat itu cuma berani memandang dari jauh, kirim-kirim salam lewat kawan, pengakuan lewat diary, dan tulis namanya di atas meja kelas. Hahaha... Cinta bocah ingusan yang masih bercelana pendek. Kedua, sampai saat ini, sampai jari-jari saya mengetikkan huruf demi huruf menulis artikel ini, kami belum pernah ngomongan sama sekali. Jadi saya mencintainya dari jauh. Tidak pernah ngobrol langsung, bahkan ketika saya melihat wajahnya, dia buang muka. Hahaha...dosa saya apa. Terakhir ketemu tahun 1998 (15 tahun yang lalu!). Beruntunglah beberapa tahun yang lalu ada Facebook, di situlah ketemu dia lagi meski di dunia maya. Dan itu tidak gampang. Beberapa kali di-search tidak pernah ketemu. Entah kenapa di suatu hari bisa ketemu akun facebooknya, dan hanya saling berbalas message beberapa baris menanyakan kabar. Ketiga, sekarang dia sudah berumah tangga. Menjadi istri dari seorang pria yang beruntung, ibu dari seorang anak yang lucu, dan seorang guru TK dari murid-murid kecilnya yang berbahagia. Hehehe... Dialah wanita pertama yang saya sukai. Kenapa saya bilang begitu? Karena dialah yang pertama kali membuat si Kawas kecil bisa malu-malu kalau ketemu atau kalau disorakin ciyeee, dialah yang mendorong bocah 12 tahun bernama Kawas akhirnya bisa bermain gitar supaya bisa menyanyikan lagu-lagu cinta, dan dialah yang menjadi salah satu motivasi Kawas kecil untuk meraih ranking 1, supaya ketika nama “Kawas” dipanggil, naik ke podium, itu hanya demi mendapatkan secercah perhatian yang sebentar saja dari gadis kecil yang bernama Nora, walau hanya sekilas pandang sebelum buang muka. Sudah cukup. Hahahaha... bahkan saya masih terus tertawa ketika menulis bagian ini. 

Itu SD. Ternyata ceritanya tak selalu bahagia dan baik seperti roman-roman para pujangga. Saya jadi cowok yang kurang ajar. Saya pantang menyadari sedikit saja diperhatikan cewek, saya akan meresponnya. Suka atau enggak, urusan nanti. Saya rasanya tak bersalah melihat cewek patah hati. Saya merasa tak berdosa pacaran beda agama. Memang tak selalu. Tapi saya pernah berada dalam sisi gelap itu. Memang dalam sebuah cerita, seringkali makna cerita dikasi tahu di bagian akhir. Sewaktu menjalaninya, saya merasa tidak ada yang terlalu serius untuk dipersalahkan. Tapi barulah sekarang ini, ketika mengingat betapa jahatnya saya dulu, saya malu. Ada berapa nama lain yang pernah singgah di kisah cinta saya, sebut saja Rina. Kami tak pernah jadian. Tapi dia tahu saya mencintainya, dan katanya dia juga mencintai saya. (Pokoknya ini cinta-cintaan anak-anak :p) Kami tak pernah jadian, karena teman saya yang duluan menyatakan cintanya, dan malah mereka jadian, walau sebentar. Itu sekitar 13 tahun yang lalu. Dan tahun 2009, saya mendengar kabar bahwa Rina telah dipanggil Tuhan, karena sakit keras, entah apa. Padahal beberapa bulan sebelum kejadian itu, sewaktu pulang kampung, saya mendengar kabar bahwa dia bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah rumah sakit swasta. Suatu hari saya singgah di rumah sakit itu dan ingin berjumpa. Tetapi hari itu dia tidak masuk bekerja. Teman satu bagiannya yang memberi tahu hal ini kepada saya kelihatan ragu. Apalagi ketika saya memberitahukan nama saya, Kawas. Saya ragu apa dia menyimpan sesuatu. Saya hanya bilang bahwa kami kawan lama, yang sudah lama tidak bertemu, saya kebetulan lewat, hanya ingin berjumpa. Akhirnya dia cuma bilang, “Rina sepertinya sudah mau menikah, Pak. Calonnya polisi”. Saya bingung, apakah mereka berteman dekat sehingga Rina pernah menceritakan tentang saya ke dia. Sudah lebih 10 tahun tak berjumpa, dan sudah punya pasangan/ kehidupan masing-masing. Tahun demi tahun tak ada kabar, beda pulau, beda kota, entah sakit apa yang telah merenggut nyawanya, dan akhirnya dia tidak jadi menikah. Saya sangat terkejut, sedih mendengar kabar itu. Sebagai sahabat, saya memang tahu dia punya masalah keluarga, dan bebannya juga lebih berat. Tapi sedikitpun tak pernah menyangka, Tuhan memanggil gadis manis itu begitu cepat. Saya masih menyimpan fotonya, katanya itu foto kesukaannya, tapi dia berikan sebagai ganti ucapan terima kasih karena dulu saya pernah memberikannya boneka kecil dari uang jajan saya. Di belakang foto itu, masih ada tulisan tangannya, yang indah dan tegar, seperti penulisnya. 

Itu kisah remaja. Sampai memasuki SMA, saya tak pernah terlalu serius menjalin cinta. Saya merasa wajar, karena saya masih muda, dan bermain-main dengan cinta monyet. Dengan modal gitar, nyanyian cinta, gombal, puisi, aktif di sana sini, humoris, menyenangkan tapi lama-lama menjijikkan, saya bahkan tak sadar bahwa saya sedang mempermalukan Tuhan dengan menyandang Seksi Rohani Kristen. Sekali lagi, setelah beberapa tahun kemudian, sekarang ini, barulah saya semakin tahu, harusnya saya sadar betapa malunya saya saat itu. Di masa akhir masa SMA barulah saya bertobat. Tapi pertobatan saya akan dosa yang lain, tidak serta merta secepat kilat memulihkan cinta saya. Saya takut apa yang saya alami ini terjadi kepada orang-orang lain yang menyebut dirinya para pelayan Tuhan. Bertobat dari dosa yang satu, tapi masih bermain-main dengan cinta, suka selingkuh, suka tebar pesona gak jelas ke cewek-cewek, suka dikagumi, dst. Justru dalam hal pacaranlah pelayan Tuhan seringkali menjadi batu sandungan. Hanya kesabaran dan kesetiaan Tuhan yang membuat saya berubah. Dalam kesabaran pelayan pembimbing rohani, persekutuan, Tuhan sabar dan setia bekerja menghancurkan keangkuhan saya. Di penghujung tahun SMA, saya dekat dengan adik kelas saya, Misni, gadis yang sederhana, cerdas, dan sekarang menjadi calon istri saya, pendamping, penolong, teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan. Ini pun tak gampang. Saya harus membayar mahal atas luka-luka yang telah saya tabur. Tak ada yang mendukung, berkali-kali Misni menolak, tak percaya, dan teman-temannya juga satu suara: tidak! Saya harus bersabar, dan memang diuji untuk menunjukkan kesetiaan saya. Bahwa saya mencintainya, sungguh mencintainya. Saya serius. Memang Tuhan baik, panjang sabar. Akhirnya kami jadian tanggal 23 Juni 2004. Saat itu saya sudah di Jogja, dan dia di Sibolga. Cinta apaan ini? Memang Tuhan punya cara unik, kesetiaan langsung diuji berlapis-lapis. 2005-2008 Tuhan satukan kami di Bintaro, tapi sekarang Tuhan jauhkan lagi, Subang-Jakarta. Kadang dekat, berantem, kadang jauh, rindu, berantem juga. Kadang waktu berjalan begitu cepat, kadang begitu lambat, padahal sebenarnya waktu tak merubah kecepatan. Hampir 9 tahun sudah saya dan Misni menjalin kasih, dan kami akan menikah di bulan ini, seminggu sebelum Paskah. Kehidupan keluarga kami ke depan pun kelihatannya tak segampang keluarga lain. Jarak yang memisahkan, menyebabkan kami hanya dapat bertemu seminggu sekali. Weekend adalah waktu yang sangat berharga. Memang tak mudah, banyak liku dan godaan. Sama seperti 9 tahun yang telah kami lewati. Jangan pikir semuanya baik-baik saja, dan seindah kebun bunga. Kami penuh kegagalan. Saya pernah (lagi) tak setia. O Tuhan. Begini, saya pernah membaca artikel psikologi, kalau perselingkuhan ada 3 macam/ tingkatan: hati, pikiran, perbuatan. Makin lama, makin rusak. Selingkuh hati: ketika ada kejenuhan, mulai tertarik kepada orang lain, tapi hanya dalam hati. Selingkuh pikiran mulai terpikir: andai aku dengan dia, mulai membanding-bandingkan. Dan selingkuh tindakan/ perbuatan, ya sudah, jalan sama orang lain, jalan sama pacar orang, sms-an, chating, teleponan, dll. Makanya di jaman jejaring sosial ini perselingkuhan semakin marak, dan banyak yang ketahuan. Selingkuh hati dan pikiran tak ada yang tahu, selain diri kita dan Tuhan, atau terkecuali orang yang bersangkutan atau orang lain bisa dengan jelas membaca tanda-tandanya. Hati dan pikiran, ini yang bahaya: tersembunyi, enak sekali dipelihara. Orang lain tak perlu tahu. Munafik. Kalaulah anda sudah (atau) baru tahu 3 jenis selingkuh yang ternyata sangat luas ini (hati, pikiran, perbuatan), jawablah dalam hati pertanyaan retorik berikut: pernahkah anda berselingkuh? 

Memang masalah pasangan hidup adalah hal yang krusial. Paling tidak karena dua hal: pertama, jatuh cinta ini melibatkan emosi, perasaan yang dalam, mengusik, tak hanya iman gampangan yang tahu bahwa Tuhan akan menyediakan yang terbaik tepat pada waktunya. “Kalau boleh, dialah pacarku Tuhan”, “Tuhan, kalau dia bukan jodohku, ubahlah dia jadi jodohku. Kalau bukan juga, jangan biarkan dia mendapat jodoh” #prustasi. Berdoa tetap berdoa, tapi emosi makin menonjol juga. Malah cowok mendekati cewek lain dengan bungkus-bungkus rohani; dengan kata-kata: kudoakan, kugumulkan, padahal dijalani dengan ketidaksetiaan. Ini bisa juga terjadi pada cewek. Meresponi cowok dengan cara yang sama, padahal hatinya sedang condong kepada cowok yang lebih menarik. Dan cowok yang lebih menarik itupun melakukan hal yang sama ke cewek lainnya. Hahahaha... Memang akuilah, cowok lebih rentan jatuh dalam hal ini. Kedua, memilih pasangan hidup adalah keputusan kedua terpenting dalam hidup setelah memilih Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kalau salah pilih, dua-duanya berdampak panjang, bahkan kekal. Salah menikah, nyesal seumur hidup. Salah pilih teman hidup, bisa-bisa makin jauh dari Tuhanmu, dan sengsaralah hidupmu, anak-anakmu. Karena krusial-nya inilah, setiap orang harus bersungguh-sungguh berhati-hati; khususnya pelayan Tuhan, yang hakikinya menjadi teladan secara holistik, bukan jadi batu sandungan. Dan saya mau kasi tau satu lagi kejujuran: Pelayan tidak imun (kebal) terhadap perselingkuhan, entah itu hati, pikiran, dan atau perbuatan. Banyak contoh-contoh ketidaksetiaan yang terlalu malu untuk kita sebutkan, termasuk saya. Dalam hal lain kita setia, tapi dalam hal ini kita bisa rapuh. Anda mungkin tidak terlalu merasakannya. Tapi coba bayangkan kalau pelayanan anda semakin baik, semakin luas, anda semakin dikenal. Anda akan terpikir, berapa wanita yang jatuh hati padaku? Siapa wanita tak tertarik pada sosokku yang bertalenta dan berkharisma ini? Cuih, cuih. Untuk sadar akan sampahnya hal ini, mungkin perlu waktu. Mungkin beberapa tahun lagi baru kita sadar betapa memalukannya kita sekarang. Makin luas pelayanan anda, makin besar godaan untuk dipertanyakan dan dipertanggungjawabkan: berapa murni cinta anda dan berapa murni pelayanan anda? Berapa murni cinta dan pelayanan anda? Sekarang anda boleh mengerti arti judul artikel ini. Kalau anda pelayanan di balik layar, anda masih bisa menepuk dada. Tapi coba bayangkan anda sebagai pelayan yang “banci tampil” ini, sebagai MC/ Pemimpin pujian, atau sebagai pemusik, sebagai trainer, sebagai pembicara/ pengkhotbah, sebagai panitia, pendamping, dan pelayanan sejenis lainnya. Semua mata tertuju pada anda, semua telinga mendengar anda, dan bahayanya, anda terjebak untuk menanti-nanti mendengar kalimat: “siapa sih dia? Keren banget. Terima kasih ya. Wah....dia lagi yang melayani”. Sekalipun bentuknya bisik-bisik, kuping anda tajam mencari kalimat ini. Ehm, karena kita senang dipuji, kita senang ditepuktangani, kita senang dikagumi, kita senang ditinggikan (bahkan untuk kerendahan hati kita!), kita senang mendengar nama kita dibacakan, kita senang melihat nama kita tercetak, kita senang jadi sorotan. Di sinilah jebakan itu semakin dalam menanamkan akarnya. Kadang kita sengaja memunculkan kharisma itu, untuk diperhatikan. Lihat saja teknik jadul, kampungan, yang masih sering digunakan sampai sekarang oleh para pria yang belum sadar: tepe-tepe (tebar pesona), tiba-tiba jadi sering melempar senyum manis si kawan ini ketika banyak mahasiswi; seperti menabur benih cinta, entah mana nanti yang tumbuh, entah mana nanti yang di-follow up. Atau modus yang dilakukan secara personal: perhatian ke seseorang, rajin sms, rela antar-jemput (sampai gerbang lagi), disiplin tanya kondisi, sabar untuk ramah, dan dewasa. Semua hal ini tak ada yang salah –jika dan hanya jika– dilakukan dengan motivasi yang penuh kemurnian. Bukan dengan teknik tarik ulur: dari intensitas perhatian yang tinggi, lalu menghilang, supaya dirindukan, seakan-akan ada yang hilang, dan ketika si cewek terjebak dalam permainan ini, muncullah pertanyaan yang ditunggu-tunggu, “Kamu ke mana? Kok ada yang hilang tanpa dirimu?”. Trap! Ingat hari ulang tahun, kasi kado, ingat hal-hal yang disukai dan yang tidak disukai, berbuat hal-hal yang lucu dan seakan penuh pengorbanan, menerobos hujan, berlari-lari mengejar kereta, dll (sekali lagi, kalau ini murni, akan indah) tapi ketika si cewek makin terjerat, ingin memastikan hubungan yang makin serius... si cowok (yang ternyata sudah jenuh atau sudah melihat wanita lain yang lebih menarik), dengan gampang berkata: kita cuma teman kan, kita dekat gini karena rekan pelayanan, dsb, makin rohani kalau pakai doa, ayat, sharing, pergumulan. Kadang wanitanya pun terlalu cepat terbuai. Semoga anda semakin mengerti makna judul artikel ini. Pelayanan dan cinta seringkali ditantang oleh kemurnian. Bahkan pelayanan menjadi wadah yang rawan selingkuh. Dalam sebuah artikel yang mengutip khotbah seorang pendeta yang saya kagumi juga buku-bukunya, dikatakan: bahkan perselingkuhan dimulai tidak dengan motivasi kotor, tetapi dari pikiran yang baik/ tulus. “Kami hanya berteman kok, tidak mungkin saling mencintai”. Namun waktu membuktikan “pertemanan” berubah menjadi perselingkuhan. Ya, entah itu hati, pikiran (baca: ketersembunyian, kemunafikan), atau tindakan. Jadi hanya bisa geleng-geleng kepala ketika seseorang baru putus cinta, cepat sekali dapat gantinya. Kok bisa? Kalau bukan pelarian, ya selama ini sudah dibiarkan hati dan pikirannya mendua kemana-mana, hanya belum bertindak. Itulah ketidaksetiaan yang saya ceritakan pernah menjangkiti saya di sela-sela 9 tahun menjalin kasih. Dan kapan waktu paling matang godaan tidak setia ini menerkam? Saat kesepian, saat bermasalah, saat bertengkar, bahkan saat putus. Saya mencari penghiburan yang sesat. Saya masih ingat status BBM seorang teman: “Fall in love when you are ready, not when you are lonely”. Memang mengobati luka yang telah disakiti itu gak mudah, seperti salah memasang paku di papan, sekalipun sudah dicabut, tetap aja ada bekas pakunya. Saya mohon maaf untuk setiap mereka yang pernah saya sakiti, atau cintai. Terima kasih juga karena Tuhan banyak menghajar dan membentuk saya melalui itu semua. 

Perselingkuhan merajalela bagi orang yang belum bertobat, tapi juga ancaman serius bagi para pelayan-Nya. Apalagi biasanya banyak orang yang tidak suka dikoreksi masalah yang sensitif ini. Perlu kedewasaan dalam bentuk keterbukaan dan kerendahan hati. Catat ini: cinta yang salah akan menghambat pelayanan, sebaliknya, cinta yang benar akan terus mendorong pelayanan. Itulah maksud judul tulisan ini, meskipun pengantarnya panjang. 

Memang masalah pasangan hidup adalah misteri ilahi, dan kita dituntun untuk taat setapak demi setapak, menantikan Tuhan berkarya indah pada waktunya. Bagi anda yang sudah berpacaran, setialah, saling menjaga dan percaya. Hati-hati kalau pasangan anda mulai memasang password dimana-mana: HP, dsb, tidak terbuka lagi, bahkan untuk jejaring sosial, cepat emosi kalau ditanya-tanya. Tapi ini bukan berarti membenarkan anda menjadi stalker yang curigaan, tukang ngecek sms, inbox, dll, karena itu hanya memperburuk keadaan dengan kecemburuan yang tidak sehat, dan karena anda sulit mempercayai, jangan-jangan menandakan bahwa anda juga sulit dipercaya. Bagi anda yang masih single, nikmatilah waktu penantian ini sebagai proses pembentukan Allah. Ada orang yang menjalaninya dengan ceroboh, tidak mau berkomitmen: “jalani aja dulu, kalau jodoh ya lanjut, kalau tidak, ya kita pisah baik-baik”. (Saya hampir tak percaya ada perpisahan yang baik-baik. Hampir pasti ada luka, ada sakit di situ. Maraknya tipuan “akan baik-baik saja” yang ditebar oleh selebritis ini tanpa sadar semakin menjalar; cocok lanjut, tak cocok bubar, tanpa komitmen). Ingat Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik, pendampingmu. Pernah gak kita berpikir iseng: “Enak kali si Adam. Tak perlu bingung memilih, cuma ada 1 wanita: Hawa. Tak pernah terpikir selingkuh”. Hehehe. Tapi jangan lupa, Tuhan yang membawakan Hawa bagi Adam, adalah Tuhan yang sama yang akan membawakan “Hawa” bagi seorang “Adam” seperti dirimu, pada waktu-Nya. Lihatlah seksama narasi kitab Kejadian sebenarnya dengan jelas mencatatnya. Bahwa Hawa diciptakan bukan atas permintaan Adam, tapi inisiatif Allah, ketika TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2:18). Inilah pertama kalinya Allah mengucapkan “tidak baik” setelah di satu pasal sebelumnya “semuanya baik”, “sungguh amat baik”. Jadi, tenanglah, Tuhan pasti tahu yang baik dan tidak baik. Dia Pemilik hidup ini. Buat wanita single, banyak buku bagus yang bisa dibaca, salah satunya “Lady in waiting”, bagaimana menjadi wanita Allah, menanti karya Allah dengan tekun. Allah setia, karena itu kita harusnya memohon untuk terus dimampukan setia. Hal ini bukan hanya untuk yang berpasangan, namun juga yang single. Saya pernah membaca satu tagline: “Kabar gembira bagi para jomblo: Jomblo tak pernah selingkuh. Logic”. Lucu, tapi saya tak setuju. Perselingkuhan adalah ketidaksetiaan. Jadi termasuk ketidaksetiaan menanti, ketidaksetiaan mendoakan, ketidaksetiaan memperhatikan, dst. Nah, jangan-jangan di situlah masalah Anda; Tuhan sedang mengajar Anda belajar apa artinya setia. Mungkin Anda yang belum serius mencintai. Tapi itu hanya salah satu contoh dalam per-jomblo-an. Masih banyak alasan lain yang masih menjadi misteri Allah, yang harusnya kita responi dengan sabar, percaya dan taat. 

Di hampir penghujung tulisan ini, saya ingin mengutip tulisan dari buku Bang Erick Sudharma, “Teologia Bunga Mawar” (mini eksposisi kitab Kidung Agung): “Percayalah, cinta, kalau itu benar-benar bersemi di hati, akan menemukan jalannya sendiri. “Love will find its way”, kata sebuah syair cinta. Saudaraku, janganlah pernah mencoba untuk membangkitkan, apalagi memaksakan cinta dalam diri orang lain terhadapmu, jika saudara tidak memiliki maksud sama sekali untuk menikahinya! Sebagian dari diri kita akan mati ketika cinta mati dalam diri kita. Sekali cinta bersemi, ia pasti menghasilkan buah, atau...ia mati. Karena itu, jangan menjadi petualang cinta seperti Salomo, karena hal tersebut hanya akan mendatangkan luka, sengsara, bahkan petaka, dalam hidup mereka yang menjadi korban cinta... Saudaraku, ingat, setiap pria dan wanita ibarat sekuntum bunga mawar yang siap mekar. Saudara harus memperlakukan setiap orang, termasuk pribadi yang saudara cintai, seperti sekuntum bunga mawar. Yang demikian lembut. Mudah sekali rusak. Karena itu, dia patut diperlakukan dengan penuh rasa sayang dan hormat. Dengan segenap kelembutan. Jangan pernah mencoba mempercepat atau memperlambat tumbuhnya cinta dalam dirinya. Hal itu dapat menghancurkan cinta. Bahkan...membunuhnya”. 

Hahh...saya harus mengakhiri tulisan panjang ini. Saya banyak tertampar, banyak belajar, banyak bercermin. Saya pernah mendengar pernyataan, “pria yang baik dipasangkan untuk wanita yang baik, dan sebaliknya, wanita yang baik dipasangkan untuk pria yang baik. Jadi siapapun anda, pria atau wanita, mulailah dari diri anda sendiri untuk menjadi baik, agar memperoleh pasangan yang baik”. Saya percaya aja pernyataan ini. Tapi ketika melihat diri saya sendiri, Tuhan bekerja unik, dia anugerahkan seorang Misni yang baik, di saat Kawas belum begitu baik, dan menolongnya menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti sebaris dari sepucuk surat yang saya tuliskan padanya menjelang pernikahan kami, “mencintaimu dan dicintai olehmu adalah anugerah buatku”. Setiap orang punya masa lalu, dan kegagalan. Biarlah itu menjadi sarana pembelajaran dari Allah untuk kita menatap masa depan dengan kebangkitan. Terus menerus mencintai. Kita tak pernah lulus/ selesai mencintai. Itulah kenapa kata “kasih” selalu diikuti kata “setia”, karena kasih haruslah setia; lakukanlah terus menerus, tidak terputus, tak berkesudahan, apapun kondisinya. Dalam hitungan hari, saya dan Misni akan memasuki babak baru, pernikahan kudus. Hati saya terus bergetar menghapalkan janji pernikahan yang akan saya ucapkan nanti di hadapan Allah dan jemaat-Nya. Dengan tangan terlipat, saya berdoa bukan hanya untuk mengucapkannya, tapi juga dimampukan untuk habis-habisan memperjuangkannya... Saya ingin mencintainya dengan tulus, sampai nafas tak lagi berhembus, sampai raga tak sanggup lagi terjaga. Memelihara senyuman tetap terpancar di bibirnya, mengecup matanya di malam hari, merapikan rambutnya di pagi hari. Bercerita tentang hidup sebelum mata terpejam, berdoa bersama dengan tangan tergenggam. Menggendongnya saat tak mampu berdiri, memeluknya dengan nyaman sepanjang hari… 

“Saya Kawas Rolant Tarigan mengambil engkau Misnilawaty Sidabutar sebagai isteriku. Dan dengan ini berjanji menerima engkau dalam senang maupun susah, dalam sehat maupun sakit, dalam suka maupun duka. Saya berjanji untuk menjaga kekudusan perkawinan kita, sampai Allah memisahkan kita melalui kematian“.

http://www.ewedding.com/sites/KawasMisni/

 

Read More..

Regards,

Kawas Rolant Tarigan




Yang rajin baca:

Posting Terbaru

Komentar Terbaru

Join Now

-KFC- Kawas Friends Club on
Click on Photo